Salah satu mimpi dari pendidikan Indonesia adalah menuntun jiwa peserta didik untuk dapat mencapai kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai makhluk sosial. Mari menilik beban peserta didik Indonesia yang dihadapi oleh mereka setiap harinya! Apakah mereka bahagia? Satu di antaranya adalah jam belajar yang panjang dan ditambah beban Pekerjaan Rumah (PR). Jam sekolah dengan rata-rata belajar di atas lima jam dalam sehari bagi murid sekolah dasar saja sudah menjadi tantangan bagi terciptanya pembelajaran yang membahagiakan. Kualitas istirahat yang juga menjadi hal yang perlu dipertimbangakn untuk mewujudkan peserta didik yang produktivitas.
Belajar dengan waktu yang cukup lama di sekolah, ditambah beban PR di rumah, les ini dan itu oleh orang tua. Kemudian, pada malam harinya, mereka akan mendapatkan pertanyaan, "Nak, ayo belajar! Kerjakan PR nya. Jangan main terus!" Jika kita menghitung jam efektif peserta didik dari pagi hingga malam dengan rutinitas yang sama seperti tergambarkan sebelumnya, maka mereka tak kurang dari waktu bekerja seorang karyawan di perusahaan.
Beberapa orang tua di Indonesia sangat menginginkan anaknya diberi PR, dengan alasan supaya anaknya belajar terus di rumah. Tanpa kita sadari, otak anak kita pun membutuhkan waktu untuk istirahat daripada hanya terus menerus belajar di sekolah, mengerjakan PR, melakukan rutinitas les-les dan sebagainya.
Negara Finlandia adalah negara dengan tingkat prestasi murid yang tinggi di dunia. Siswa tidak diberikan pekerjaan rumah alias PR. Mereka justru mendapat waktu istirahat hampir tiga kali lebih dari pelajar negara lain. Tanpa adanya pekerjaan rumah, pelajar bisa dengan leluasa mengerjakan hal lain di luar pendidikan, seperti digunakan untuk bermain atau mempelajari hal lain yang menjadi hobinya. Anak-anak juga tidak merasa tertekan dengan memiliki beban pekerjaan rumah.
Menurut penulis, solusi Indonesia tanpa pekerjaan rumah adalah sebagai berikut:
1. Memaksimalkan belajar di sekolah
Pembelajaran perlu dimaksimalkan di sekolah untuk setiap peserta murid. Hal ini sudah selaras degnan kurikulum di Indonesia. Kurikulum Merdeka memfasilitasi peserta didik melalui pembelajaran berdiferensiasi yang disusun oleh guru. Pembelajaran berdiferensiasi mampu mengoptimalkan setiap potensi anak yang berbeda-beda.
2. Penuhi fasilitas pendukung belajar murid
Pada jam istirahatnya, murid dapat mengeksplorasi dunia maya untuk menambah pengetahuannya. Pengajaran tidak melulu bersumber dari guru. Saat ini, aset lingkungan sekolah perlu dilirik secara maksimal oleh guru untuk memfasilitasi pembelajaran murid.
Penyediaan perpustakaan yang menarik sehingga murid tertarik untuk singgah dan berselancar dengan literasinya. Dengan demikian, mereka akan lebih adaptif terhadap perubahan zaman dan digitalisasi literasi.
3. Guru yang berkualitas
Guru pembelajar akan menularkan semangat belajarnya kepada murid juga. Peningkatan mutu guru juga perlu diperhatikan oleh pihak sekolah atau yayasan dalam hal ini jika sekolah swasta.
Kualitas guru yang memadai tentu saja berpengaruh terhadap metode mengajarnya yang akan membantu muridnya untuk dapat memahami pembelajar dengan baik tanpa harus membawa pulang oleh-oleh Pekerjaan Rumah nantinya.
Mari bersama menciptakan generasi alpha yang bahagia dalam belajar dan adaptif terhadap perubahan zaman diiringi akhlak mulia dengan berdasar kepada iman dan taqwanya kepada Tuhan yang Maha Esa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H