Jangan fikir disela-sela diri saya yg sedang ‘turun’, ‘turun’, ‘drop’, ini saya tidak banyak berpikir atau merenung soal hidup. Soal identitas saya sebagai muslimah. Saya sering merenung, ‘ada apa dengan diri saya sebenarnya?’, hanya saja…..sampai detik itu saya belum menemukan jawabannya.
Yg saya fikirkan sekarang, mungkin saat itu, guru saya berpikir: itu pintu gerbang kesempatan utk saya bisa disadarkan dan diingatkan kembali. Maka, setelah pulang kajian, guru saya meminta saya untuk tidak pulang terlebih dahulu, ada yg mau dibicarakan dan “bimbingan pribadi”. Oke, saya terima. Katanya, ini saat yg pas karena saya pada awalnya suka membuka pintu kesempatan baginya untuk ‘bertanya’ kepada saya.
Nah, ternyata yg dibicarakan adalah soal: saya. Saya mengapa? Saya bagaimana? Dan saya ada apa sebenarnya. Disana terjadi percakapan yg membuat saya kembali nyaman, hati saya luluh, egois saya tidak muncul. Malah saya merasa amat bersalah selama ini. Beliau yg membimbing saya selama lebih dari 1 tahun, tapi mengapa saya futur begitu lama, sekian minggu, sekian bulan. Guru saya merasa itu bukan saya yg sebenarnya. Saya kehilangan diri saya yg sebenarnya.
Beliau menganggap, saya itu yg paling dekat hubungannya dibandingkan dgn teman-teman yg lainnya. Saya tidak pernah menyangka itu. Lalu, dengan halus, amat berhati-hati, kami membicarakan permasalahan saya yg sebenarnya. Keterbukaan, kejujuran, dan kesabaran diperlukan disini…. Beliau menasehati saya….. mengingatkan saya kembali… memberikan bahan motivasi untuk saya. Karena sesungguhnya motivasi itu tidak datang dari oranglain, namun itu datangnya dari diri kita sendiri. Oranglain hanya memberikan solusi, bahan motivasi, yg pada akhirnya kita yg memutuskan sendiri. Kita yg memilih untuk bangkit atau tetap terjatuh? Kita yg memilih untuk berubah atau tetap?
“DUNIA INI BISA MENJATUHKANMU. TAPI KAU MASIH BISA MEMILIH UNTUK BANGKIT ATAU TIDAK?”
Akhirnya, secara otomatis, saya menerima. Segala kritikan, saran, pendapat, nasehat, saya terima dengan baik. Saya renungkan dalam-dalam, coba maknai maksud ujian ini. Yakni, ALLAH ingin supaya saya lebih kuat! Lebih hebat! Lebih baik, dari sebelumnya!
Biarlah sementara terjatuh, namun selamanya terus bangkit!
Saya simpulkan, ketika kita ingin menasehati seseorang, jangan langsung dinasehati saat itu juga. Pandai-pandai melihat kondisi, pahami situasi. Lalu, jangan coba-coba untuk secara gambling mengungkapkan maksud kita.. cobalah untuk ajak bicara hanya empat mata, dekati terlebih dahulu, akrabkan hubungannya, baik-kan komunikasinya. Setelah itu, baru..silahkan.. luncurkan nasehatnya.
Tentu dengan cara yg ma’ruf. Tidak pakai emosi, apalagi bersungut-sungut.
Insya allah, cepat atau lambat, orang yg kita tuju akan mengerti, memahami, dan akhirnya menyadari. Semoga.
Pesan intinya: Terus PERBAIKI DIRI & LAKUKAN YANG TERBAIK!