Mohon tunggu...
Ayu SabrinaBarokah
Ayu SabrinaBarokah Mohon Tunggu... Jurnalis - Citizen Journalist

Perempuan yang mencoba berdaya melalui karya tulis digital, dengan keyakinan Learning by doing.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kritik Perpanjangan Masa Jabatan: Masyarakat Sebaiknya Pilih Kades yang Kompeten

8 Juli 2023   21:48 Diperbarui: 8 Juli 2023   21:54 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ribuan kepala desa dan aparatur desa berunjuk rasa di depan Gedung MPR/DPR RI pada Rabu (5/7/2023), mereka mengajukan sejumlah usulan untuk merevisi Undang-Undang tentang Desa Nomor 6 Tahun 2014. Para Kades itu terang-terangan sebut 6 tahun adalah waktu singkat untuk memimpin sebuah desa, dengan segudang realisasi program yang mereka janjikan. Belum lagi, mereka harus membenahi polemik luka politik yang terjadi di Pilkades.

Mayoritas fraksi di DPR RI  pun menyetujui revisi Undang-Undang tentang Desa pasal 39, yang mengatur tentang masa jabatan Kepala Desa atau Kades. Mereka sepakat ihwal masa jabatan kades yang sebelumnya 6 tahun dan dapat dipilih 3 kali, direvisi menjadi 9 tahun dan dapat dipilih sebanyak 2 kali.

Dukungan tersebut dilontarkan dalam forum rapat Badan Legislasi penyusunan RUU Desa. Dari 9 fraksi, sebanyak 6 fraksi hadir dan bersepakat menyetujui perpanjangan masa jabatan kepala desa.

Masa jabatan kepala desa diatur dalam Pasal 39 Undang-Undang nomor 6 tahun 2014 tentang Desa, yang berbunyi (1) Kepala Desa memegang jabatan selama 6 (enam) tahun terhitung sejak tanggal pelantikan; (2) Kepala Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menjabat paling banyak 3 (tiga) kali masa jabatan secara berturut-turut atau tidak secara berturut-turut. Keinginan para kepala desa untuk perpanjang masa jabatan itu, merupakan tindakan tak biasa dalam sistem negara hukum dan demokrasi.

Meskipun secara hukum dan politik usulan perpanjangan masa jabatan Kades ini dapat dilakukan melalui konsensus para pemangku kebijakan, namun hal tersebut tidak mencermin prinsip dari negara hukum dan demokrasi.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo telah merespons tuntutan dari para kepala desa itu. Dia pun menyatakan setuju untuk memperpanjang masa jabatan kepala desa. Alasannya, hal itu dapat memberikan para Kades punya waktu untuk memenuhi janji mereka pada saat kampanye.

Sirine Rusaknya Demokrasi 

Analis Sosial Politik Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun berkomentar bahwa rencana perpanjangan masa jabatan kepala desa ini dapat merusak demokrasi. Ia menyoroti dua argumen kepala desa tentang tuntutan revisi UU Desa ini.

Pertama, argumen jabatan kepala desa selama 6 tahun itu tidak cukup untuk mengatasi konflik politik di antara masyarakat selepas kontestasi pemilihan kepala desa. Ubedilah bilang argumen ini tidak dapat dibenarkan, karena 6 tahun adalah waktu yang lama untuk melakukan beragam hal, termasuk merealisasikan janji-janji kepala desa. Sebab, penduduk rata-rata di desa hanya mencapai angka puluhan ribu.

Kedua, dana untuk Pilkades sebaiknya digunakan untuk pembangunan sumber daya desa. Kata Ubedilah argumen tersebut lemah. Pasalnya, dana untuk Pilkades tersebut telah disiapkan APBN dan sudah dianggarkan sesuai peruntukannya. Dana itu sama sekali tidak mengganggu APBN seperti halnya membangun IKN.

Secara argumen, perpanjangan masa jabatan kepala desa ini lemah. Apalagi, secara substansif usulan ini mengancam kehancuran demokrasi di Indonesia. Sebab, jabatan publik yang dipilih langsung oleh rakyat harus digilir, supaya terhindar dari kecenderungan otoritarian dan potensi KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme).

Masyarakat Sebaiknya Pilih Kades yang Kompeten 

Jika Presiden Jokowi beralasan perpanjangan masa jabatan agar memberikan ruang lebih lama untuk Kades membenahi desa, jelas ini dapat dibantah. Argumentasi itu seolah membenarkan keterpilihannya dalam dua periode ini, bahwa satu periode (5 tahun) menjadi Presiden tidak cukup untuk membangun Indonesia. Padahal dalam 6 tahun masa kepemimpinan kepala desa, dapat melakukan semua program yang ia janjikan tersebut asalkan, terencana dengan sistematik dan jujur. Sehingga, untuk mengkritik alasan ini adalah, masyarakat sebaiknya memilih calon kepala desa yang kompeten.

Kritik dari alasan ini adalah, bukan perkara waktu yang kurang tetapi minimnya kemampuan leadership kepala desa. Kalaupun masa jabatan diperpanjang menjadi 9 tahun, namun masalah substansinya tidak diatasi, maka Kades tetap tak menjalankan program dengan baik dan benar. Sehingga, solusi membenahi desa ini bukanlah memperpanjang masa jabatan tetapi  membenahi kompetensi Kades itu sendiri.

Bagaimana membentuk kepemimpinan kepala desa yang kompeten? Jawaban ini beragam, ada pada pola pikir masyarakat tentang pendidikan yang harus dioptimalkan, sehingga anak-anak di desa dapat menempuh pendidikan yang tinggi dan berkualitas. Atau dapat juga pada sisi kesetaraan, yakni memberikan kesempatan untuk pemuda dan yang berkompeten ikut mencalonkan diri di Pilkades. Seringkali, calon-calon Kades ini berasal dari local strongmen yang memanfaatkan kuasanya untuk terpilih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun