Kabar duka hilangnya putra sulung Ridwan Kamil (Gubernur Jawa Barat), Emmeril Kahn Mumtadz langsung meluas sejak didapati hilang di sungai Aare, Bern, Swiss pada Kamis (26/05). Beragam akun media sosial ramai mengabarkan kronologis dan upaya pencariannya, hingga warganet Indonesia beramai-ramai menyampaikan ekspresi belasungkawanya yang dikemas dalam interaksi digital di kolom komentar.
Tak sedikit yang memberikan doa secara virtual dan harapan besar untuk A Eril -- panggilan untuk Emmeril Kahn -- segara  ditemukan. Bahkan, warganet Indonesia juga tak segan lekas berikan ulasan bintang satu untuk Sungai Aare sebagai bentuk kekecewaan dan tuntutan untuk pemerintah setempat. "Ketika melihat peringkat, terlihat bahwa banyak ulasan yang baru saja ditinggalkan memberi sungai Swiss hanya satu bintang, mereka hampir secara eksklusif berasal dari akun dengan nama Indonesia," tulis media 20min.ch.
Apakah hal itu dibenarkan? Tak ada standar kebenaran dalam media sosial baru, yang jelas jika tak diperdebatkan dalam medium (media sosial), maka itulah kebenarannya. Ini yang kemudian disebut sebagai dampak dari texting culture, yakni penggunaan instant messaging pada perangkat mobile dalam aktivitas sehari-hari. Setiap pengguna dapat dengan mudah mengekspresikan apapun yang diinginkan, dapat berupa teks atau ekspresi wajah dalam bentuk 'emoji'. Dasar dari perilaku tersebut biasanya dilakukan atas dorongan emosional.
Belasungkawa atau empati dalam kajian psikologis banyak dikaitan dengan tindakan pelibatan emosi, karena komponen emosional merupakan salah satu inti dari perilaku empati. Bahkan, sebagian besar perilaku empati itu sendiri merupakan perilaku yang didorong dan dikendalikan oleh emosi. Lebih rinci, Hkansson & Montgomery (2003) menyatakan perilaku empati sering berhubungan dengan perilaku memahami, ekspresi perasaan, kesamaan yang dirasakan antara pelaku empati dan target, serta tindakan.
Misalnya, memahami ekspresi kedukaan di media sosial sebagai ekspresi yang dimediasi. Namun, bukan berarti tanpa makna karena kebanyakan berkeyakinan bahwa internet dan media sosial merupakan lingkungan yang dibangun dari gagasan interaksi sosial, sehingga memiliki potensi yang sama untuk memfasilitasi lahirnya ekspresi belasungkawa sebagaimana ekspresi emosi lainnya meskipun dengan cara yang berbeda.
Tak melulu lewat diksi menyentuh atau bernada murung, ada beragam ekspresi empati yang dapat dituangkan warganet. Salah satunya pernyataan Rara sang peramal yang namanya melejit akibat jadi pawang hujan saat perhelatan balap di Sirkuit Mandalika, Lombok. Dalam cuitannya di instagram Rara cetuskan bahwa Eril akan ditemukan pada jam 8 dalam keadaan tak bernyawa. "Nantinya akan ditemukan jasadnya sekitar 8 jam dari sekarang bisa juga jam 8 ditemukan. Saat terkoneksi dg mas Eril terasa dingin. Ada pesan khusus buat keluarga smoga saja tetap bahagia. Smoga tubuh mas Eril energynya bagus bisa mengambang agar mudah ditemukan," tulis pemilik akun rara_cahayatarotindigo pada Jumat (27/05).
Unggahan dengan video berdurasi lebih dari 10 menit menampilkan Rara yang membaca nasib Eril lewat kartu tarot. Ia juga mendoakan Eril dengan sedikit isak tangis di akhir video. Â Banyak komentar bertengger, ada yang menyampaikan doa, ada pula yang mengecam kegiatan yang dilakukan sang pawang hujan ini sebagai tindakan yang kurang 'empatik'. "Mbak Rara being so disrespectful for reading tarots about Kang Eril, actually its up to u to read those tarots but i mean in this situation if u cant say sumn nice just stfu, all we do is praying on Kang Emil and fams rn," cetus akun @usernotfoundhe1.
"Mother nature please be kind to Eril. Mbak Rara. Why do people only want to know good things and start to blame fortune teller to be evil or something," cuit pengguna twitter @heniunique.
Percis, kehadiran seseorang atau suatu topik dalam media sosial adalah untuk mendapatkan respons yang menyenangkan, baik, dan secara mutlak adalah positive vibes. Ini yang kemudian dianggap 'tak berempati', selayaknya mendengar berita duka di dunia nyata, kita tak sepatutnya melakukan hal yang akan membuat sedih seseorang yang sedang dilanda musibah.
Bahkan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan kecaman terhadap peramalan Rara yang dianggap membuat gaduh jagat maya. "Tentunya kami juga mendengar banyak komentar yang tidak pada tempatnya. Pernyataan paranormal itu jangan didengarkan lah. Paranormal itu di dalam pandangan agama ialah perdukunan. Mengenai mendengarkan peramalan itu sudah dikeluarkan fatwa, haram," kata Ketua MUI Provinsi Jawa Barat Rahmat Syafe.