Pertama kali melewati jalan Pecenongan di Jakarta, saya terkesima sambil menelan ludah. Di situ, berbagai macam makanan yang mengandung babi dijual dengan bebas. Hampir tiap warung menuliskan kata "babi" dengan huruf besar dan jelas. Sangat mustahil jika ada seorang muslim "salah masuk" ke sana. Dengan demikian, penulisan kata "babi" yang jelas itu justru melindungi umat muslim dari mengkonsumsi makanan yang diharamkan agamanya. Di supermarket, kita dapat menemukan daging babi kalengan yang dipisahkan dari yang lain dan diberi tulisan "mengandung babi." Dengan demikian, umat muslim yang berbelanja bisa terhindar dari membeli daging kalengan yang mengandung babi.
Oleh sebab itu, sebaiknya UU tersebut diperbaiki lagi dengan cara mendefinikan (atau jika perlu, menghilangkan) kata "halal" dan merombak kalimat dalam ayat (4) tersebut menjadi: "Produk hewan yang diproduksi di dan/atau dimasukkan ke wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk diedarkan wajib mencantumkan asal-usul hewan penghasilnya." Dengan begini, daging ayam harus diberi label "(daging) ayam," demikian pula daging babi harus diberi label "(daging) babi." Semoga MK bisa bersikap bijak dalam mengambil keputusan, dan semoga ke depan, tidak ada lagi peraturan-peraturan "sangat tidak Indonesia" yang keluar dari Senayan. Amin.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI