Mohon tunggu...
Ayu Ritmalina
Ayu Ritmalina Mohon Tunggu... -
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

moviefreak

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Mendag: Beras Impor untuk Situasi Genting

20 Agustus 2018   18:54 Diperbarui: 20 Agustus 2018   19:07 693
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kisruh impor beras belakangan ini kembali mencuat ke permukaan dan menjadi perdebatan sengit di tengah-tengah masyarakat. Terjadi pro-kontra mengenai hal tersebut sehingga menarik untuk dibahas secara mendalam dan bagaimana sebenarnya perhitungan dari pemerintah dalam hal impor dan upaya menjaga stabilisasi harga

Seperti yang sudah kita ketahui bersama, tahun ini pemerintah melalui Kementerian Perdagangan menerbitkan izin impor beras sebanyak 2 juta ton kepada Perum Bulog. Persetujuan tersebut terbagi dalam tiga tahap yaitu tahap I dan II telah keluar pada bulan Februari dan Mei, sedangkan tahap ke III rencananya akan terealisasi pada bulan Agustus-September mendatang

Beras impor yang dilakukan oleh Kemendag dilakukan untuk antisipasi situasi genting yang terjadi secara tiba-tiba seperti lonjakan harga karena minimnya pasokan ke pasaran. Dengan kata lain, beras impor tidak dilepas begitu saja ke pasaran tapi melalui mekanisme yang terukur melihat situasi yang terjadi melalui operasi pasar yang rutin dilakukan

Langkah impor beras yang dilakukan juga merupakan kebijakan pro rakyat melihat fenomena kekeringan yang melanda Indonesia sehingga mengakibatkan banyaknya petani yang gagal panen.

Langkah impor bukan langkah yang secara tiba-tiba diambil tanpa perhitungan yang matang, melainkan karena pemerintah melihat bahwa pasokan beras harus mencukupi dan rakyat tetap bisa membeli beras sebagai kebutuhan hidup sehari-hari dengan harga terjangkau

Berdasarkan pada data AB2TI, 50% daerah penghasil padi mengalami gangguan berupa kekeringan saat masa tanam. Hal itu dikhawatirkan akan menggangu produksi beras pada masa panen kedua tahun ini yang jatuh pada Agustus---September. Ini yang menjadi antisipasi pemerintah melalui Kementerian Perdagangan sehingga membuka keran impor agar harga tetap stabil

Kekhawatiran akan kenaikan harga karena pasokan terbatas terlihat pada dua pekan terakhir. Menurut data AB2TI, harga gabah kering (HKP) petani telah mengalami kenaikan Rp200-Rp300. Akibatnya, kenaikan harga beras di tingkat konsumen akan mencapai Rp500. Impor yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan bertujuan untuk mengantisipasi hal tersebut agar tidak terjadi.

Karena dengan tercukupinya stok beras di gudang akan menjadi solusi jika nantinya harga di pasaran mengalami kenaikan. Beras impor juga tidak akan digelontorkan ke pasaran secara bebas begitu saja, ada mekanisme ketat yang dilakukan. Dengan kata lain, beras impor menjadi solusi sementara untuk tetap menjaga stabilitas harga dan pasokan beras bisa terpenuhi dengan baik

Jadi, jika ada nada sumbang yang menyatakan bahwa beras impor bertujuan untuk menguntungkan importir atau produsen beras asing, mereka harus cek dulu dengan teliti dan telaah data-data tersebut dengan benar. Karena impor yang dilakukan pemerintah sudah seusai dengan standar dan berada pada koridor yang tepat. Tujuan impor beras bukan untuk liberalisasi pasar beras melainkan mengantisipasi situasi genting yang sudah diprediksi kedepan akan terjadi

Seperti kata pepatah, "Lebih Baik Mencegah Daripada Mengobati." Begitulah yang dilakukan oleh Kementerian Perdagangan agar beras yang menjadi komoditi utama masyarakat di negeri ini bisa tersalurkan dengan baik. Dengan kenyataan yang ada dan realitas lapangan, jika impor tersebut memang harus dilakukan, itu adalah kebijakan bijak agar pasokan untuk rakyat bisa terpenuhi dengan baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun