Masih ku ingat waktu itu, ketika kita masih berbalut seragam putih biru. Kau berjalan disampingku di perjalanan pulang. Langkahmu panjang, berusaha mengimbangi langkahku yang tergesa. Aku sendiri tak mengerti mengapa kakiku seakan ingin menjauh darimu. Mungkin aku hanya lelah dan ingin cepat pulang. Atau mungkin kakiku tahu, jantung ini akan berdetak semakin cepat apabila semakin lama berada didekatmu.
Sembari berjalan cepat kau berusaha mengajakku bicara, membahas pelajaran tadi di sekolah, tugas-tugas, bahkan kau lagi-lagi mengulang cerita tentang Bu Sulastri, guru Matematika yang menyuruhmu berdiri di depan kelas lantaran lupa mengerjakan tugas. Hatiku tersenyum kala itu, menertawakan kebodohan yang kau ceritakan padaku.
Sejenak langkahku terhenti, begitu pula langkahmu. Aku mendongak dan disitu, kulihat parasmu yang binar, ciptaan Tuhan Yang Maha Agung. Mulutku terbuka, merangkai kata. Ah, tak bisa..
"Aku, sudah sampai.." ucapku lirih.
Kau pun tersenyum kecil, mengangguk lalu melangkah pergi.
Tinggalkan gundah kini menjajah hati..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H