Â
Marak kembali tawuran di kalangan remaja terutama para pelajar akhir-akhir ini. Polisi menangkap pelajar berinisial AI karena membacok warga inisial M di Cenere, Depok. Bermula ketika korban hendak melerai tawuran. Setelah ditelusuri mereka tawuran berawal janjian melalui Instagram. Sama halnya di Jakarta Barat, wilayah Pintu Air Cengkareng Timur, delapan remaja diamankan oleh Tim Patroli Presesi Polres Metro Jakarta Barat sebab kedapatan membawa senjata tajam, yang diduga kuat untuk aksi tawuran (Selasa, 8 Oktober 2024).
   Sebelumnya di 28 September 2024, polisi menangkap puluhan pelajar SMP yang diduga hendak melakukan tawuran di Cikarang Utara.  Maraknya tawuran di kalangan remaja mengundang prihatin  pakar parenting sekaligus  Institute Iwan Januar."Angka tawuran ini, baik kualitatif maupun kuantitatif memang meningkat. Kita sangat prihatin! , "tuturnya di Kabar Petang. (Khilafah News, Selasa,1 Oktober 2024).
   Masih di bulan yang sama pada Sabtu, 21 September 2024, viral di media sosial sekelompok remaja konvoi membawa senjata tajam. Ipda Muji Sutrisno selaku Kasi Humas Polresta Pati, membenarkan peristiwa tersebut terjadi di Jalan Gabus Pati.
Akar MasalahÂ
   Generasi muda menjadi usia cemerlang dalam karakter, kebaikan, akhlak, dan prestasi. Generasi muda adalah harapan bangsa yang dimasa depan akan menjadi para pemimpin. Dibahu para generasi muda nasib masa depan ditentukan. Tetapi bagaimana jika generasi muda justru begitu dekat dengan tindakan kriminal? Mau dibawa kemana nasib bangsa ini kedepannya?. Aksi brutal dan tindak kriminal di kalangan remaja bukan sekali, tetapi sudah berulang kali dan tiap tahun terjadi hal yang sama.
   Tidak asap jika tidak ada api, kondisi remaja seperti itu tentunya ada faktor penyebab. Pertama, faktor keluarga. Persoalan yang terjadi di tengah keluarga membuat kondisi psikologis anak merasa tidak diperhatikan, membuat mereka lebih dekat dengan lingkungan luar. Padahal tidak semua pergaulan di luar itu baik. Kedua, circle pertemanan yang tidak sehat. Pertemanan sangat berpengaruh, jika circle  mereka melakukan tindakan yang tidak baik seperti provokasi kebencian, permusuhan, bahkan tindak pembunuhan, tidak menutup kemungkinan orang yang awalnya baik akan ikut arus mereka. Ketiga, masyarakat yang cenderung diam. Keempat, sanksi yang diberikan terbilang ringan. Dengan dalih pelaku tawuran yang masih dibawah umur, mereka rata-rata tidak dihukum, padahal apa yang telah dilakukan sudah sungguh keji. Kelima, sistem pendidikan. Sistem pendidikan di Indonesia yang cenderung gagal membentuk karakter remaja yang baik.
   Tidak boleh diam jika mengetahui kemunkaran dilakukan. Butuh solusi yang bisa mengatasi permasalahan ini. Solusi preventif dan kuratif tidak akan efektif, perlu digali akar permasalahan terlebih dahulu. Sistem kehidupan hedonistik, permisif, dan liberal. Standar hidup tidak lagi berpegang teguh pada agama melainkan berorientasi pada pencapaian atau keberhasilan yang bersifat materi. Alhasil, generasi makin jauh dari nilai ketaatan kepada Penciptanya, yakni Allah Taala.
   Banyak yang berhasil mencetak generasi cerdas dalam ilmu umum, seperti sains dan teknologi. Namun, sistem ini sejatinya telah gagal mencetak generasi berkepribadian mulia. Tengoklah betapa AS, Jepang, atau Korsel sukses menjadi negara maju dengan iptek yang mumpuni, tetapi mereka gagal membangun peradaban manusia. Lihat pula betapa megahnya infrastruktur negeri-negeri Islam, seperti Arab Saudi, UEA, dan lainnya, tetapi nilai-nilai syariat kian memudahkan.