Mohon tunggu...
AYU NURAKHMAN
AYU NURAKHMAN Mohon Tunggu... Animator - mahasiswa

_

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Opini: Bayangan Kelam di Bawah Cahaya Pesantren: Meninggalnya Bintang Balqis Maulana dan Pencarian Keadilan

1 Mei 2024   06:43 Diperbarui: 1 Mei 2024   06:46 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada suatu hari di Pondok Pesantren Tartilul Quran (PPTQ) Al Hanifiyyah, Kabupaten Kediri, Jawa Timur, sebuah tragedi mengerikan terjadi. Seorang santri bernama Bintang Balqis Maulana, yang baru berusia 14 tahun, diduga meninggal akibat penganiayaan. Kasus ini mengguncang masyarakat setempat dan menimbulkan kekhawatiran yang mendalam tentang keamanan dan kesejahteraan santri di pondok pesantren.

Menurut laporan yang ada, kejadian tersebut terjadi di PPTQ Al Hanifiyyah. Bintang Balqis Maulana diduga menjadi korban penganiayaan yang mengakibatkan kematian. Kronologi pasti peristiwa ini masih dalam penyelidikan, namun demikian, berdasarkan informasi awal, dapat diperkirakan bahwa kejadian ini terjadi dalam konteks internal pondok pesantren.

Awalnya pria tersebut dikabarkan meninggal karena terjatuh di Kamar Mandi. Adik korban, Mia Noor Kasana, 22 tahun, mengaku mendapat kabar meninggalnya adiknya dari pengurus salah satu pesantren di Kediri. Saya diberitahu bahwa saudara perempuan saya terjatuh di toilet dan meninggal. Mendengar kabar tersebut, Mia dan ibunya Suyanti (38), yang sedang bekerja di Bali, bergegas menuju Banyuwangi, Jawa Timur.

 Sekembalinya ke rumah, ia menemukan mayat korban. Keluarga awalnya mengira korban meninggal setelah terjatuh dari toilet.Namun kecurigaan muncul setelah perwakilan pesantren melarang dibukanya Kain Kafan korban. Korban mengalami luka di bagian leher, kaki, dan dada. Setelah mendapat tekanan dari keluarga, jenazah akhirnya ditemukan. Keluarga korban kaget melihat tubuh korban penuh luka. Korban memiliki bekas tali di leher, bekas luka bakar rokok hitam di kulit kaki, hidung terlihat patah, dan dada berlubang.

 Karena kondisi korban yang diduga meninggal akibat penganiayaan, keluarga melapor ke Polsek Glenmore Banyuwangi. Jenazah korban pun dibawa ke RSUD Brambangan untuk diperiksa. Sementara itu, perwakilan dari pesantren tempat korban bersekolah mengaku tidak mengetahui adanya penganiayaan yang berujung pada kematiannya. Fatih Nada, Pengurus Pondok Pesantren Al-Hanifiyah, mengatakan, pihaknya hanya menerima laporan dari pengurus Pondok Pesantren mengenai adanya korban meninggal dunia akibat terpeleset di toilet. Mendengar kabar tersebut, beberapa pejabat pemerintah ikut membantu membawa jenazah tersebut kembali ke Banyuwangi.

 Kapolres Kediri Kota AKBP Brahmascho Puliaji mengungkapkan, korban diserang dan dibunuh oleh empat mahasiswa. Pelaku ditetapkan sebagai tersangka. Keempat siswa tersebut adalah MN (18), siswa kelas 11 asal Sidoarjo, Massachusetts (18), siswa kelas 12 asal Nganjuk, AF (16) asal Denpasar, dan AK (17) asal Surabaya.Empat tersangka diketahui setelah keluarga mengajukan pengaduan ke Polres Banyuwangi, dan polisi melakukan penyelidikan.

Pihak pesantren dengan tulus merasa sangat menyesal atas kejadian tragis yang menimpa Bintang Balqis Maulana, dan mereka menegaskan bahwa keselamatan serta kesejahteraan santri merupakan prioritas utama yang senantiasa mereka perjuangkan. Dalam upaya untuk memberikan kejelasan serta menjaga transparansi, pesantren bersedia sepenuhnya bekerja sama dengan otoritas terkait dalam penyelidikan mendalam mengenai kejadian ini, serta siap memberikan segala bentuk informasi dan bantuan yang diperlukan. Selain itu, pihak pesantren juga berkomitmen untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua kebijakan dan prosedur yang berlaku di lingkungan pesantren, dengan tujuan yang jelas untuk meningkatkan pengawasan dan perlindungan terhadap seluruh santri agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan. Mereka juga menyatakan kesiapannya untuk memberikan dukungan moral, spiritual, dan praktis kepada keluarga korban, serta memberikan bantuan yang dibutuhkan untuk membantu mereka melewati masa-masa sulit ini dengan penuh pengertian dan empati.

Kematian Bintang mengundang reaksi keras dari masyarakat setempat dan otoritas. Kejadian ini memunculkan pertanyaan tentang keamanan dan pengawasan di pondok pesantren, serta perlindungan terhadap santri. Kepolisian segera merespons kasus ini dengan melakukan penyelidikan mendalam untuk mengungkap penyebab pasti kematian Bintang dan memastikan keadilan bagi korban dan keluarganya.

Kasus ini juga menimbulkan dampak sosial dan psikologis yang signifikan. Keluarga Bintang, tentu saja, mengalami duka yang mendalam atas kehilangan putra mereka. Masyarakat sekitar juga terguncang dan mengalami kecemasan terhadap keamanan santri di pondok pesantren. Kasus penganiayaan seperti ini dapat meningkatkan ketakutan dan kekhawatiran, terutama di kalangan orang tua yang memiliki anak yang belajar di pondok pesantren.

Penegakan hukum dalam kasus-kasus penganiayaan di lingkungan pesantren sering kali menemui tantangan tersendiri. Faktor-faktor seperti kekentalan budaya, kepatuhan, dan keterbatasan sumber daya dapat memengaruhi kemampuan otoritas untuk menyelidiki dan menindak pelaku kejahatan. Selain itu, ada juga potensi tekanan dari pihak-pihak tertentu untuk menutupi kasus-kasus yang terjadi di lingkungan pesantren.

Kasus ini menyoroti perlunya meningkatkan perlindungan terhadap anak-anak, terutama mereka yang tinggal di lingkungan pesantren. Perlindungan yang memadai harus meliputi keamanan fisik, kesehatan mental, dan hak-hak dasar lainnya. Pentingnya pemantauan dan pengawasan yang efektif juga harus diakui sebagai bagian dari upaya untuk mencegah terjadinya kasus-kasus kekerasan dan penganiayaan terhadap anak-anak.

Dalam menangani kasus ini, penting untuk memastikan bahwa proses hukum dilakukan dengan transparan dan adil. Semua pihak yang terlibat, baik korban maupun tersangka, harus diberikan hak-hak mereka sesuai dengan hukum yang berlaku. Keadilan harus menjadi prioritas utama dalam menangani kasus kekerasan terhadap anak-anak, termasuk dalam kasus kematian Bintang Balqis Maulana.

Kasus ini juga mengingatkan kita akan pentingnya tanggung jawab bersama dalam melindungi anak-anak. Tanggung jawab tidak hanya terletak pada keluarga dan pondok pesantren, tetapi juga pada masyarakat, lembaga pemerintah, dan semua pihak yang terlibat dalam pendidikan dan perlindungan anak-anak. Kolaborasi antara semua pihak ini sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang aman dan mendukung bagi anak-anak.

Meskipun kasus ini merupakan tragedi yang menyedihkan, kita dapat mengambilnya sebagai momentum untuk melakukan perubahan positif. Dari kasus ini, kita dapat belajar tentang pentingnya meningkatkan kesadaran akan perlindungan anak-anak, meningkatkan pengawasan di lingkungan pendidikan, dan memperkuat sistem penegakan hukum untuk menindak pelaku kekerasan. Semua pihak harus bersatu untuk mencegah terulangnya kasus serupa di masa depan dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi generasi mendatang. Melalui pemahaman, kesadaran, dan tindakan bersama, kita dapat memastikan bahwa kasus-kasus kekerasan terhadap anak-anak seperti yang dialami oleh Bintang Balqis Maulana tidak terjadi lagi di masa depan.

PENULIS: AYU NURAKHMAN (MAHASISWA S1 ILMU HUKUM, UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun