Selagi kau masih berada didekatku, kita bisa melakukan ini itu, berkali-kali, bersamaan. Aku selalu menyambutnya dengan senang. Bahkan, disetiap pagi aku selalu menyempatkan waktu untuk sekedar melihatimu dari balik jendela. Kau memang tak selalu ada disana. Namun, entah kenapa aku selalu senang melihat cat dinding rumahmu itu. Rasanya menentramkan.
Selagi kau masih menjadi tetanggaku, tak apalah berharap untuk selalu ingin bertemu denganmu, berpapasan ketika dijalan. Kau menyapaku, dan aku menimpalimu. Tentunya dengan senyum mengiringinya. Selama masih berjarak dekat, maunya aku selalu begitu.
Aku selalu berterima kasih kepada Tuhan, atas rencanaNya yang begitu romantis hingga akhirnya, kita pun bertemu. Sebelumnya, tak pernah sekalipun aku menduga, apalagi berdoa. Semua terjadi secara misterius, namun pada akhirnya aku sangat menikmatinya. Sekalipun kita belum resmi menjadi padu, setidaknya aku sempat berkenalan denganmu, dan cukup mengetahui tentang dirimu.
Aku begini, karenamu. Ya, aku tau darimu kalau sebentar lagi kau akan berjarak jauh denganku. Aku memang tidak berhak untuk menahanmu, namun aku tak bisa membayangkan bagaimana jadinya diriku ketika tak lagi dekat denganmu. Ahh, entahlah aku tak ingin begitu memikirkan hal itu.
Selagi kau masih menjadi tetanggaku. Semoga kau semakin yakin akan pilihan tempat barumu itu. Tentu aku tidak akan menghalangimu. Harapku, ini adalah yang terbaik untukmu, dan tentunya aku. Aku, akan berusaha untuk tetap mengingat kebaikan kebaikanmu, tetanggaku. Sekali lagi, semoga kau betah dirumah barumu.
Untuk kamu, yang sebentar lagi menjadi alumni tetanggaku.Â
Aku, akan (selalu) merindukanmu.
A/ 6 Maret.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H