Mohon tunggu...
Ayuni Sandra Puspita
Ayuni Sandra Puspita Mohon Tunggu... Lainnya - Saya suka menulis untuk mengisi waktu luang

Fresh graduate of Communication email: ayunisandra15@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Book Pilihan

Review Buku "Childfree & Happy"

3 Januari 2023   23:21 Diperbarui: 9 Januari 2023   23:32 1362
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pertanyaan - pertanyaan seperti "kapan menikah?" "kapan punya anak" atau bahkan jika sudah memiliki anak, akan muncul pertanyaan tambahan seperti "kapan anakmu diberi adik?" adalah beberapa pertanyaan yang anehnya menjadi bahan untuk basa basi yang seakan normal di Indonesia, ironisnya pertanyaan tersebut sering kali ditujukan kepada para perempuan dan berujung pada ledekan "perawan tua". Seolah-olah menikah dan mempunyai anak adalah suatu perlombaan.

"Sebagian orang terlahir untuk meneruskan garis keturunan, sebagian lainnya bertugas menghiasi dunia dengan cara berkarya" Victoria Tunggono dalam bukunya, Childfree & Happy.

Tulisan diatas adalah salah satu kutipan favorit saya dari buku yang akan saya review kali ini, buku karya milik Victoria Tunggono memiliki sejuta ilmu tentang keputusan untuk bebas anak, atau biasa dikenal dengan istilah "Childfree"

Dalam buku ini, Childfree sendiri didefinisikan sebagai pilihan hidup yang dibuat secara sadar oleh orang yang menjalani kehidupan tanpa ingin melahirkan atau memiliki anak. Buku ini disusun menjadi 4 bab dalam 150 halaman yang membahas ilmu bebas anak secara mendalam dan dari berbagai sisi.

Pada bab pertama, ditulis sebagai "Saya, Seorang Childfree" membahas tentang pengalaman sang penulis sebagai seorang Childfree, Victoria Tunggono atau kerap dipanggil Tori. Saya sendiri sangat menikmati penulisan cerita dari pengalaman hidup Kak Tori pada bab ini, meski saya tidak (atau belum) melabeli diri sebagai Childfree, namun saya juga merasakan kemiripan yang dialami oleh sang penulis sehingga mungkin hal ini lah yang membuat saya larut dalam tulisan magic Kak Tori.

Menjadi Childfree tentunya tak mudah, selain berurusan dengan pemikiran dari keluarga yang tak sejalan, juga akan menghadapi konflik dengan pasangan karena perbedaan prinsip dalam hidup. Pengalaman putus cinta dialami oleh sang penulis kala menjadi seorang Childfree.

freepik.com
freepik.com

"Saya tahu lebih baik saya kehilangan orang lain asalkan saya tidak kehilangan diri saya sendiri" Childfree & Happy, halaman 10.

Pada bab selanjutnya penjelasan mengenai Childfree dikupas lebih dalam lagi, diberi dengan judul "Semua Hal Yang Perlu Kamu Tahu Tentang Childfree" tentunya memberikan banyak jawaban mengenai gaya hidup bebas anak, salahnya satunya saya yang sering kali penasaran dengan hal selain tak ingin punya anak, apa alasan orang memilih Childfree?

Penulis menceritakan bagaimana Childfree sebagai pilihan hidup dan Childfree bukanlah Childless, siapa saja yang disebut sebagai Childfree serta berbagai alasan orang memilih Childfree yang dijawab dengan 9 kategori pada buku ini sehingga berhasil menjawab pertanyaan saya diatas.

"Ada banyak pasangan LGBTQ yang menginginkan anak dan akhirnya mengadopsi. Jadi, LGBTQ bukanlah alasan utama menjadi childfree" Childfree & Happy, halaman 58

Tekanan sebagai Childfree juga diangkat dalam buku ini. Tak hanya dari masyarakat, tekanan dari agama, budaya, keluarga, teman dan pasangan juga menghantui para insan yang memilih hidup Childfree.

Sub bab kesukaan saya pada buku ini ada pada halaman 100, yakni "Kata Mereka; Jawaban  Kami"

"Siapa yang akan mengurusmu di usia tua nanti?"

"Siapa yang meneruskan garis keturunanmu?"

"Apa kamu tidak bosan hidup sendiri/berdua saja?"

"Bilang aja malas bertanggung jawab."

"Punya anak menyenangkan lho!"

"Kalau semua orang berpikir Childfree, peradaban manusia bisa punah."

Pernahkah kamu mendengar celetukan dan pertanyaan diatas? Pertanyaan dan celetukan para orang awam itu dijawab oleh kawan-kawan Childfree. Bagian ini membuat saya secara tak langsung seperti sedang diajak berdiskusi dan juga bertukar pikiran bahwa sebenarnya ada banyak kehidupan dari berbagai macam sisi yang memiliki warna tersendiri.

freepik/rawpixel.com
freepik/rawpixel.com
Childfree sebagai "Tren" juga tak ketinggalan untuk diulas pada buku ini, istilah Childfree sendiri pun semakin marak didengar oleh para generasi muda. Pilihan hidup ini tak bisa dipilih hanya karena ikut - ikutan atau sedang tren. Menurut sang penulis, jika kini lebih banyak orang memilih menjadi Childfree itu bukan karena tren yang menular, namun karena pengalaman dan pengetahuan serta keterbukaan informasi dan pendidikan.

freepik/pch.vector
freepik/pch.vector
Berubah pikiran dan penyesalan hadir menutup bab ketiga pada buku ini, tentunya sebagai manusia tak lepas dari yang namanya perubahan pikiran. Manusia adalah makhluk yang setiap harinya belajar, otak menerima berbagai informasi yang dapat menambah atau bahkan merubah pemahaman seorang insan. Juga penyesalan yang hadir setelah manusia sadar atas pelajaran yang terjadi dalam kehidupannya.

"Anak tidak bisa dikembalikan dan waktu tidak bisa diputar ulang" Childfree & happy, halaman 130.

Penghujung buku ini ditutup dengan keyakinan sang penulis pada bab keempat, proses panjang yang dilalui oleh penulis sampai pada keputusan untuk mantap menjadi Childfree tentu membuat saya kagum.

Buku ini ditujukan kepada kamu yang ingin membuka mata dan siap untuk melihat kehidupan dari warna yang berbeda. Recommended!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Book Selengkapnya
Lihat Book Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun