Mohon tunggu...
Komang Ayu Murniari Oktavia
Komang Ayu Murniari Oktavia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Hello!

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Karma Phala sebagai Dasar Keyakinan dalam Berperilaku

28 Maret 2023   23:55 Diperbarui: 29 Maret 2023   00:08 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setiap agama di dunia pasti memiliki hal-hal mendasar yang dijadikan dasar keyakinan agama tersebut, salah satunya adalah agama Hindu. Keyakinan adalah suatu sikap subjektif bahwa sesuatu atau proposisi itu benar. agama Hindu memiliki 5 dasar kepercayaan atau keyakinan yang disebut Panca Sradha.

Secara etimologi, Panca Sradha terdiri dari kata Panca yang artinya lima dan Sradha yang artinya kepercayaan atau keyakinan. Panca Sradha merupakan kepercayaan atau keyakinan yang menjiwai perilaku umat Hindu dalam kehidupan beragama. Lima dasar kepercayaan atau keyakinan tersebut adalah percaya dengan adanya Brahman (Tuhan), Atman, Karma Phala, Punarbhawa, dan Moksa.

Dalam kehidupan sehari-hari, tentu kita sering mendengar konsep "sebab-akibat" atau istilah "tabur-tuai" atau apa yang kita tabur itulah yang kita tuai. Misalnya, ketika seseorang menyakiti orang lain, maka di masa  depan ia akan mendapatkan perlakuan yang sama yaitu disakiti oleh orang lain. 

Dalam konsep kepercayaan Agama Hindu, hal ini disebut sebagai Karma Phala. Karma Phala merupakan suatu ajaran yang memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada umatnya terhadap adanya gerak atau aktivitas kehidupan yang akan menerima buah atau hasilnya. Pada dasarnya, seluruh Phala atau hasil perbuatan dari manusia adalah buah dari karma yang telah dibuat sebelumnya. Perbuatan baik akan mendapatkan kebahagiaan dan kesenangan (hasil yang baik) sedangkan perbuatan jahat atau buruk akan mendapatkan kesusahan (hasil yang buruk).

Karma yang dilakukan sangat terkait dengan swadharma masing-masing. Suatu kemustahilan jika seseorang tidak pernah melakukan perbuatan (baik dan buruk) selama masa hidupnya. Oleh karena itulah, hukum karma merupakan hukum yang tidak bisa dihindari. Hal apapun yang diperbuat atau dilakukan pasti diikuti pula oleh hasilnya. Konsep Karma Phala dapat diartikan sebagai buah, pahala, dampak, atau akibat dari perilaku, pikiran, dan ucapan. 

Perilaku dari tiga aktivitas manusia ini diimplementasikan dalam bentuk baik, benar, pantas, ataupun diimplementasikan dalam wujud kurang baik bahkan tidak baik, serta bertentangan dengan aturan-aturan agama. Tiga perilaku pikiran, ucapan, dan tingkah laku perbuatan yang suci, baik, pantas, dan benar disebut Tri Kaya Parisudha. Sedangkan tiga perilaku yang bertentangan dengan Tri Mala, yaitu Moha (pikiran yang kotor), Mada (perkataan yang kotor), dan Kasmala (perbuatan yang kotor).

Hasil karma yang diperbuat seseorang sepadan dengan baik-buruk dan besar-kecilnya perbuatan yang dilakukan. Hasil perbuatan tidak dibatasi oleh siapa pelakunya, apakah dia seorang pejabat, petani, buruh, ataupun seseorang yang telah memiliki status kesucian (pemangku agama). Besar-kecilnya Phala yang diperoleh masing-masing perbuatan dalam ajaran agama Hindu tidak harus dituai atau diterima pada saat manusia itu berbuat. Phala bisa saja dinikmati pada kelahiran berikutnya karena usia kehidupan manusia sangatlah singkat, sebagaimana yang tersirat dalam kitab Nibanda Saramuscaya sloka 8, yaitu.

"Iking tang janma wwang, ksanikaswabhawa ta ya, tan pahi lawan kedapning kilat durlabha towi matangyan pongakna ya ri kagawayanning dharmasadhana, sakarananging manasanang sangsara sarwaphala kunang." 

Terjemahan:

Kelahiran sebagai manusia sangat pendek dan cepat, laksana kilatan cahaya petir. Selain itu kesempatan seperti ini sungguh sulit didapatkan, oleh karenanya pergunakanlah kesempatan ini sebaikbaiknya. Laksanakanlah laku [sadhana] agar dapat memutus lingkaran kesengsaraan lahir dan mati [siklus samsara], sehingga pembebasan sempurna (moksha) dapat diraih (Kajeng, 1997: 12).

Mengingat rentang usia kehidupan manusia yang singkat, maka dosa yang dilakukan tidak bisa hanya ditebus dengan satu kali kelahiran. Dalam agama hindu, hal itulah yang menyebabkan manusia lahir berkali-kali sebelum mencapai kemurniannya dan mencapai Moksa. Karena dosa yang dilakukan oleh manusia tidak bisa ditebus hanya dengan satu kali kelahiran, maka pada setiap kelahiran, manusia akan membawa kembali dosanya yang terdahulu dan mempertanggungjawabkannya di kehidupan yang sekarang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun