Filsafat Ilmu: Argumentasi Berpikir Kritis
Oleh: Ayulia Mutia Susanti
Filsafat ilmu adalah cabang filsafat yang mempelajari sifat, metode, dan tujuan ilmu pengetahuan. Hal ini melibatkan pemikiran kritis terhadap proses ilmiah dan mempertanyakan landasan dan validitas penyelidikan ilmiah. Berfilsafat artinya berpikir, akan tetapi bukanlah berpikir sembarang berpikir atau berpikir sepintas lalu, atau berpikir yang tidak mempunyai peraturan, melainkan berpikir yang mendalam untuk mencari suatu kebenaran. (Alfian, 2022).Â
Filsafat ilmu melibatkan pemikiran kritis terhadap konsep-konsep dasar di bidang ilmu pengetahuan, serta mempertanyakan asumsi-asumsi mendasar dan memeriksa metode-metode yang digunakan oleh para ilmuwan. Dengan mempertanyakan asumsi dan metode, filsafat ilmu dapat memberikan latar belakang kritis yang diperlukan untuk memahami penelitian ilmiah.
Filsafat ilmu berfungsi sebagai pemacu pertanyaan kritis yang perlu diajukan dalam proses ilmiah. Untuk memahami filsafat ilmu, pertama, kita perlu memahami konsep dasar pengetahuan itu sendiri. Pengetahuan adalah hasil dari proses kognitif yang melibatkan pengamatan, penalaran, dan eksperimen. Filsafat ilmu kemudian berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan seperti, Apa yang dapat kita ketahui?Â
Bagaimana kita dapat mengetahuinya? Bagaimana kita dapat memastikan kebenaran pengetahuan kita? Salah satu konsep terpenting dalam filsafat ilmu adalah empirisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan nyata hanya dapat dibentuk melalui pengalaman dan pengamatan akurat terhadap dunia fisik. Pada sisi lain, rasionalisme meyakini bahwa pengetahuan dapat diperoleh melalui penalaran dan introspeksi.
Metodologi ilmiah juga menjadi bagian penting dalam filsafat ilmu. Metode ilmiah adalah pendekatan sistematis untuk menghasilkan pengetahuan yang obyektif dengan menggunakan langkah-langkah seperti observasi, eksperimen, dan analisis data. Filsafat ilmu berupaya menjawab pertanyaan tentang batasan-batasan dan keandalan metode ilmiah serta apakah metode ini dapat memberikan pengetahuan yang mutlak. Perdebatan lain dalam filsafat ilmu melibatkan objektivitas pengetahuan.Â
Apakah pengetahuan kita benar-benar objektif, ataukah tergantung pada pandangan subjektif individu? Sebagian filsuf ilmu berpendapat bahwa pengetahuan terbentuk melalui interpretasi dan teori, dan oleh karena itu memiliki unsur subjektivitas. Di sisi lain, filsuf yang menganut pendekatan objektivitas berpendapat bahwa pengetahuan dapat memperoleh objektivitasnya melalui pengujian dan falsifikasi.Â
Selain itu, filsafat ilmu juga mencakup pertanyaan etika dalam penelitian. Bagaimana etika dibawa dalam penelitian ilmiah? Sejauh mana kita dapat menggunakan pengetahuan yang telah kita peroleh untuk kepentingan sosial dan memastikan keberlanjutan lingkungan?
Salah satu cabang filsafat ilmu, pandangan ontologi terhadap berpikir kritis dalam sains difokuskan pada pengembangan kemampuan untuk menganalisis wacana secara kritis untuk mengembangkan suatu tindakan. (Unwakoly, 2022) Ontologi adalah cabang filsafat yang mempelajari tentang realitas dan keberadaan.Â
Dalam konteks sains, ontologi bertujuan untuk memahami alam semesta dan objek-objek yang ada di dalamnya. Pandangan ontologi terhadap berpikir kritis dalam sains sangat penting, karena berpikir kritis melibatkan evaluasi obyektif terhadap kebenaran dan validitas klaim-klaim yang dibuat dalam ilmu pengetahuan. Ontologi memandang bahwa realitas objektif ada, yang dapat dipelajari dan diteliti menggunakan metode-metode sains.Â
Dalam konteks ini, berpikir kritis dalam sains melibatkan upaya untuk memahami realitas objektif di balik fenomena-fenomena tersebut. Ontologi menekankan pada pentingnya penggunaan logika dan rasionalitas dalam berpikir kritis. Ontologi menganggap bahwa pemikiran kritis harus didasarkan pada bukti-bukti konkret dan penggunaan metode ilmiah yang akurat. Berpikir kritis yang didasarkan pada pandangan ontologi akan membantu menghindari kesalahan penafsiran.
Secara keseluruhan, filsafat ilmu membantu kita memahami landasan dan batasan pengetahuan ilmiah, serta implikasi-implikasi filosofis yang terkandung di dalamnya. Melalui pemahaman ini, filsafat ilmu memberikan landasan yang kokoh bagi pengembangan dan penggunaan pengetahuan ilmiah dengan lebih bijak. Berpikir kritis secara keseluruhan melibatkan penalaran. Berpikir kritis adalah suatu proses yang melibatkan operasional mental seperti deduksi, induksi, kalsifikasi, evaluasi, dan penalaran. (Syafitri et al., 2021). Keterampilan berpikir kritis merupakan salah satu keterampilan yang dibutuhkan oleh setiap manusia pada saat ini, hal ini diperlukan untuk dapat bertahan dan berkompetisi dalam persaingan global. Penalaran adalah komponen dari berpikir kritis.
DAFTAR PUSTAKA
Iii, B. A. B., & Penelitian, A. P. (2017). (Libary Research). 17(2), 36--42.
Syafitri, E., Armanto, D., & Rahmadani, E. (2021). Aksiologi Kemampuan Berpikir Kritis. Journal of Science and Social Research, 4307(3), 320--325. http://jurnal.goretanpena.com/index.php/JSSR
Unwakoly, S. (2022). Berpikir Kritis Dalam Filsafat Ilmu: Kajian Dalam Ontologi, Epistemologi dan Aksiologi. Jurnal Filsafat Indonesia, 5(2), 95--102. https://doi.org/10.23887/jfi.v5i2.42561
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H