Pandemi COVID-19 masih membuat ekonomi dunia berjuang untuk pulih. Kebijakan moneter yang akomodatif, seperti suku bunga rendah dan program stimulus, masih sangat penting untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Selain itu, bank sentral menghadapi kesulitan untuk menyeimbangkan kebutuhan untuk mendukung pertumbuhan, salah satunya adalah nilai tukar dan devisa. Kedua mata uang ini memainkan peran penting dalam ekonomi moneter sebuah negara, termasuk Indonesia. Kedua hal ini berdampak pada kestabilan ekonomi makro, daya saing internasional, dan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan nilai tukar rupiah dapat meningkatkan harga barang impor dan meningkatkan inflasi, tetapi pelemahan rupiah dapat meningkatkan ekspor karena harga barang ekspor menjadi lebih mahal. Sebaliknya, pelemahan rupiah membuat barang impor lebih mahal dan berpotensi meningkatkan inflasi, tetapi penurunan harga barang di pasar global dapat mendorong ekspor.
   Gubernur bank Indonesia (BI) menyatakan bahwa nilai tukar pada tahun 2023 terkendali sesuai dengan kebijakan stabilisasi yang diterapkan. Tercatat 3,63% PPP dari level akhir desember 2022, lebih tinggi daripada apresiasi rupee India, baht thailand, dan pesi Filipina. Pada juni 2023, inflasi inti turun sebesar 1,2%. Kebijakan moneter juga digunakan oleh bank sentral untuk memengaruhi nilai tukar. Misalnya, peningkatan suku bunga dapat menarik investasi asing dan memperkuat mata uang, sementara penurunan suku bunga dapat melemahkan mata uang. Dilihat dari perkembangan ekonomi, nilai tukar yang stabil mendorong pertumbuhan ekonomi karena bisnis dapat membuat pilihan investasi yang lebih akurat. Namun, nilai tukar yang terlalu rendah atau terlalu tinggi dapat membahayakan beberapa industri.
   Bank sentral dapat melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menstabilkan nilai tukar saat terjadi fluktuasi yang tajam dan menjadi bantalan ekonomi saat terjadi goncangan eksternal karena devisa yang kuat memberikan stabilitas. Diperkirakan posisi cadangan devisa akan menurun ke level USS137,0 miliar pada April 2024. Faktor-faktor yang mempengaruhi aliran keluar modal asing yang meningkat seiring dengan meningkatnya ketidakpastian di seluruh dunia Tren surplus sebesar $7,31 miliar dari neraca perdagangan juga menurun. Dipengaruhi oleh pembayaran hutang luar negeri pemerintah, devisa Indonesia turun pada bulan bukan maret. Ada banyak lagi yang seharusnya mengurangi risiko default atau krisis pembayaran jika negara memiliki cadangan devisa yang cukup untuk membayar utang luar negeri dan mengatasi defisit perdagangan. Sebagian besar cadangan devisa Indonesia berasal dari ekspor komoditas, investasi asing, dan pariwisata. Dalam situasi seperti itu, Bank Indonesia memiliki kemampuan untuk melakukan intervensi di pasar valuta asing untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, menekan inflasi, dan menjaga kestabilan ekonomi makro.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H