Mohon tunggu...
St Nurwahyu
St Nurwahyu Mohon Tunggu... Penulis - Ayu Khawlah

Islam Rahmatan Lil 'alamin

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Peningkatan Kerukunan Beragama: Moderasi atau Deideologisasi Islam?

15 Oktober 2024   15:54 Diperbarui: 15 Oktober 2024   16:01 109
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh : Ayu Khawlah

(Komunitas Pena Ideologis Kab. Maros)


Baru-baru ini, Menteri Agama menyampaikan bahwa Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) dan Indeks Kesalehan Sosial (IKS) Indonesia mengalami peningkatan pada tahun 2024. Dilansir dari Kompas, Menteri Agama menyatakan bahwa IKUB dan IKS menunjukkan perkembangan positif, mencerminkan keharmonisan antar umat beragama serta peningkatan kesadaran sosial di masyarakat, source: Kompas. Namun, keberhasilan tersebut juga perlu kita cermati lebih dalam, terutama dalam memahami indikator yang digunakan dan implikasinya terhadap pemahaman umat Islam.

Menelaah Indikator IKUB dan IKS

Indeks Kerukunan Umat Beragama (IKUB) diukur dengan tiga indikator utama: toleransi, kesetaraan, dan kerja sama. Indikator ini sejalan dengan prinsip moderasi beragama yang banyak dipromosikan pemerintah saat ini. Moderasi beragama menekankan pada pentingnya keseimbangan antara praktik keagamaan yang tidak ekstrem dan menjaga harmoni dengan sesama. Di sini, toleransi menjadi fondasi penting, di mana umat berbagai agama dihimbau untuk saling menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi persamaan hak.

Sementara itu, Indeks Kesalehan Sosial (IKS) mencakup lima dimensi, yaitu kepedulian sosial, relasi antar manusia, menjaga etika, melestarikan lingkungan, serta relasi dengan negara dan pemerintah. Namun, dalam penerapannya, konsep "kesalehan" yang kita pahami secara tradisional---yakni niat berbuat baik karena Allah dan sesuai dengan ketentuan syariat---telah mengalami dekonstruksi. Kesalehan diberi makna baru dengan tambahan kata "sosial," yang mengarahkan pada parameter-parameter moderasi. Dimensi-dimensi yang diukur cenderung berbasis pada interaksi sosial yang netral dari nilai-nilai agama yang khas, seperti aqidah atau ibadah khusus.

Fakta ini mencerminkan adanya pergeseran pemaknaan dari konsep "kesalehan" yang secara Islami lebih terikat dengan hubungan antara manusia dengan Allah (hablum minallah), menjadi kesalehan yang lebih menekankan pada hubungan sosial manusia dengan sesamanya (hablum minannas). Akhirnya, baik IKUB maupun IKS, keduanya secara tidak langsung mengedepankan karakter sebagai Muslim moderat, yang merupakan tujuan dari agenda moderasi beragama.

Moderasi Beragama: Antara Proyek Barat dan Deideologisasi Islam

Namun, di balik keberhasilan ini, perlu kita perhatikan bahwa moderasi beragama merupakan bagian dari proyek global yang dirancang untuk menahan kebangkitan Islam yang lebih otentik. Gagasan ini berasal dari rekomendasi lembaga think-tank Barat, Rand Corporation, yang dirancang dan dipasarkan ke negeri-negeri mayoritas Muslim. Tujuannya adalah untuk mendeideologisasi Islam dan menghalangi tegaknya khilafah sebagai sistem politik yang Islami.

Moderasi beragama, dalam pandangan Islam, justru membawa umat semakin jauh dari pemahaman agamanya yang hakiki. Dengan mengedepankan aspek-aspek toleransi dalam standar global, konsep moderasi ini mengabaikan batasan-batasan yang telah ditetapkan dalam Al-Qur'an dan As-Sunnah. Umat diajak untuk menerima standar toleransi yang bersifat liberal, yang jelas berbeda dengan standar yang diajarkan Islam.

Islam sudah memiliki aturan tentang toleransi yang jelas dan tegas. Dalam QS. Al-Kafirun: 6, Allah menegaskan bahwa tidak ada paksaan dalam agama, dan setiap agama memiliki hak untuk memeluk kepercayaannya masing-masing, tanpa mencampurkan keyakinan. Demikian pula dengan konsep kesalehan, yang dalam Islam diartikan sebagai ketaatan kepada Allah dan menjalankan syariat-Nya. Kesalehan bukan sekadar aktivitas sosial, tetapi ibadah yang dilakukan dengan niat karena Allah dan sesuai dengan akidah Islam.

Khilafah sebagai Jalan Stabilitas dan Kesalehan Sejati

Toleransi sesuai dengan tuntunan Islam, sebagaimana diajarkan dalam Al-Qur'an dan diterapkan oleh Rasulullah SAW, sudah pernah diterapkan dalam sejarah dan terbukti mampu membawa stabilitas di masyarakat dunia. Hal ini terutama terjadi pada masa Khilafah Islamiyah, ketika umat berbagai agama hidup berdampingan secara damai di bawah naungan syariat Islam. Islam tidak pernah memaksakan keyakinan, namun tetap menjaga ketertiban dan keadilan di masyarakat.

Maka, solusi yang sejati bagi umat Islam adalah kembali pada ajaran yang murni, yaitu memperjuangkan tegaknya khilafah sebagai sistem pemerintahan yang menerapkan hukum-hukum Allah secara menyeluruh. Moderasi beragama yang diusung saat ini justru mengikis nilai-nilai Islam yang sebenarnya dan menjauhkan umat dari agamanya. Oleh karena itu, umat harus bersatu dalam memperjuangkan tegaknya Khilafah, sebagai jalan untuk menciptakan masyarakat yang adil, damai, dan sejalan dengan kehendak Allah SWT.

Dalam perjuangan ini, umat perlu menyadari bahwa hanya dengan penerapan syariat Islam secara menyeluruh, baik dalam hubungan personal maupun sosial, kita bisa mencapai kedamaian yang hakiki dan kesejahteraan yang diridhai Allah SWT.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun