Mohon tunggu...
Nurul Ayu Kesuma
Nurul Ayu Kesuma Mohon Tunggu... Freelancer - Soul Searching

Always on the go :-)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Tidak Masuk PTN Bukan Berarti Masa Depan Suram

28 Juli 2018   08:31 Diperbarui: 28 Juli 2018   08:59 352
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

 

Saya membaca artikel disebuah situs berita online beberapa waktu lalu mengenai hasil ujian seleksi masuk jalur mandiri di sebuah PTN favorit. Begitu tingginya minat untuk kuliah di perguruan tinggi favorit, sampai sampai ada orang tua calon mahasiswa bersedia mengeluarkan sumbangan berupa Uang Kuliah Awal (UKA) 500 juta bahkan sampai 800 juta.  

Meskipun telah diinformasikan bahwa nilai tes masuk yang menjadi penentu utama kelulusan tapi tetap saja ada orang tua yang mencoba memaksimalkan peluang anaknya lulus seleksi melalui besarnya uang sumbangan.

Membaca berita ini membuat saya teringat masa masa ketika saya baru lulus SMA dan ikut seleksi ujian masuk PTN. Ternyata animo masuk perguruan tinggi favorit masih tetap sama seperti dua puluh lima tahun lalu. Orang masih beranggapan bahwa lulusan PTN favorit akan memiliki masa depan yang lebih cerah, mudah mendapat pekerjaan di perusahaan papan atas dengan gaji yang besar. Singkatnya masa depan lebih terjamin.

Tapi, benarkah bahwa mereka yang lulusan PTN favorit akan lebih mudah meraih sukses di masa depan dibandingkan mereka yang tidak lulus PTN?

Sebelum Memasuki Dunia Kerja

Kebetulan saya termasuk calon mahasiswa yang beruntung diterima di salah satu perguruan tinggi teknik favorit, di mana tingkat persaingan seleksi masuknya termasuk yang paling ketat di negeri ini. Saat mengetahui hasil seleksi rasanya gembira luar biasa, susah payah belajar keras terbayar sudah. Cerita cerita mengenai kesuksesan dari para alumni kampus membuat saya yang lugu ini membayangkan mudahnya memasuki dunia kerja sesudah lulus nanti. 

Tapi, kenyataan yang saya hadapi beberapa tahun kemudian jauh berbeda dari yang dibayangkan. Saya dan banyak teman teman satu kampus ternyata juga merasakan sulitnya untuk  mencari pekerjaan setelah lulus kuliah.

Memang pada saat menjelang wisuda ada beberapa perusahaan besar yang datang ke kampus untuk melakukan perekrutan untuk menjaring sarjana baru. Tapi lowongan pekerjaan dari perusahaan-perusahaan tersebut juga terbatas, mungkin sekitar puluhan orang saja yang akan direkrut, sedangkan kampus saya menghasilkan sekitar seribu lulusan baru setiap tahunnya. Ini berarti hanya sedikit mahasiswa yang diterima melalui job fair di kampus, sedangkan sebagian besar lulusan yang lain, sama seperti saya, harus gigih mencari pekerjaan di tempat lain.

Saya ingat ketika baru lulus kuliah, hampir setiap minggu saya pergi ke kantor pos untuk mengirimkan lamaran pekerjaan ke berbagai perusahaan -- baik yang namanya pernah saya dengar maupun tidak. Saking seringnya ke kantor pos, tiap kali saya muncul di loketnya petugas loket yang sudah mengenali pun menyapa  "Wah... kamu masih belum dapat pekerjaan juga?" Saya pun hanya bisa meringis mendengar pertanyannya.

Jangankan untuk mendapatkan pekerjaan, mendapatkan panggilan interview saja jarang. Jadi ketika satu waktu saya mendapat panggilan interview rasanya senang sekali, padahal belum tentu juga diterima. Setelah puluhan lamaran dikirim dan berkali kali bolak balik Bandung-Jakarta untuk interview kerja, akhirnya saya diterima bekerja di sebuah perusahaan di Jakarta.

Banyak teman teman sekampus yang juga baru lulus mengalami hal yang sama. Mereka harus mencoba melamar berkali kali, sambil terus aktif mencari informasi lowongan pekerjaan dari berbagai iklan/posting, network dari kakak kelas, teman teman yang sudah bekerja bahkan info dari keluarga.  Peluang kerja memang harus dicari, sangat jarang datang sendiri, apalagi untuk seorang fresh graduate. Karena itu semakin aktif seseorang mencari informasi dan semakin luas jaringan pertemanan tentunya akan semakin banyak peluang yang didapat. Yang penting harus aktif berusaha.

Dalam hal proses seleksi karyawan untuk entry level memang latar belakang almamater menjadi salah satu faktor pertimbangan perusahaan karena asumsinya lulusan PTN favorit punya potensi lebih dibandingkan yang lain sehingga diharapkan bisa berkontribusi lebih banyak kepada perusahaan. Akan tetapi latar belakang almamater bukan satu satunya bahan pertimbangan. 

Attitude dan soft skills merupakan hal lain yang juga dipertimbangkan, dan sering menjadi faktor penentu diterimanya seorang kandidat.  Memang lulusan PTN dipersepsikan memiliki attitude yang positif, seperti self motivated, reliable, punya percaya diri yang tinggi, karena mungkin sudah terbiasa berada di dalam lingkungan kuliah yang kompetitif. Tapi bukan berarti semua lulusannya pasti memiliki attitude dan soft skills yang baik.

Saya teringat pengalaman saat menjadi salah satu panelis dalam proses seleksi management trainee di tempat saya bekerja. Satu ketika ada seorang kandidat (kebetulan dari almamater saya) yang difavoritkan untuk lulus karena hasil potensi kognitifnya sangat menonjol. 

Tapi setelah dievaluasi melalui beberapa tugas/tes, tim panelis departemen saya sepakat untuk tidak menerima kandidat tersebut karena dinilai tidak memiliki team work dan adaptability seperti yang diharapkan. Karena mempertimbangkan potensi kognitifnya, HRD kemudian menawarkan kandidat tersebut untuk bisnis unit yang lain tapi ternyata hasilnya juga sama, kandidat tersebut tidak diterima.

Jadi menurut saya tantangan yang dihadapi oleh lulusan PTN favorit pada saat baru lulus sebenarnya kurang lebih sama saja dengan yang dihadapi oleh lulusan perguruan tinggi lain pada umumnya.  Pada akhirnya, lulusan dari perguruan tinggi mana pun harus aktif berusaha mencari peluang dan berusaha memenuhi kualifikasi yang dibutuhkan dunia kerja agar dapat memiliki peluang kerja lebih baik.

 Setelah Memasuki Dunia Kerja

Setelah seseorang memiliki pengalaman kerja, biasanya latar belakang almamater tidak lagi menjadi hal utama yang diperhatikan. Calon pemberi kerja lebih tertarik untuk menggali hal hal yang dianggap penting untuk memprediksi kontribusi seorang kandidat terhadap perusahaan, melalui  track record, prestasi dan attitude dalam bekerja. 

Latar belakang pendidikan hanya ditanyakan sekilas, itu pun biasanya di akhir  sesi wawancara dan bukan menjadi bagian yang kritikal. Karena itu sering terjadi seseorang yang awal karirnya bekerja di perusahaan kecil akhirnya bisa bekerja di perusahaan ternama berkat prestasi kerjanya yang menonjol.

Dari pengalaman terlibat dalam proses rekrutmen (baik sebagai kandidat maupun orang yang melakukan seleksi), menurut saya ada tiga hal yang mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam dunia kerja.

Pertama, mampu meyakinkan calon pemberi kerja bahwa kandidat bisa memberi kontribusi kepada perusahaan. Bagi yang sudah berpengalaman kerja tentunya dengan menonjolkan track record dan prestasi terutama yang relevan dengan posisi yang dilamar.

Kedua, memiliki attitude yang baik (self motivated, reliable, percaya diri, adaptable) dan soft skills (penguasaan bahasa asing, presentation skill, leadership, team work, 'can do attitude'). Attitude dan soft skill ini sangat penting karena kerap menjadi faktor penentu diterima atau tidaknya seorang kandidat baik untuk entry level maupun senior level.

Attitude dan soft skill harus dikembangkan sedini mungkin, sebelum memasuki dunia kerja, agar siap berkompetisi setelah lulus kuliah.   Dan harus terus dikembangkan ketika sudah memasuki dunia kerja. Kabar baiknya, keberhasilan pembentukan attitude dan soft skills ini tidak ditentukan oleh tempat kuliah seseorang, tapi ditentukan seberapa bersungguh sungguh seseoang untuk belajar dan berusaha.

Memang lingkungan tempat pendidikan bisa menjadi faktor pendorong. Tetapi faktor utama yang menentukan keberhasilan adalah usaha dari diri sendiri. Aktif di kegiatan kemahasiswaan /kegiatan sosial, memperkaya wawasan melalui buku buku pengembangan diri dan mempelajari kiat kiat orang yang sudah sukses merupakan salah satu cara untuk mengembangkan soft skills dan attitude yang positif.

Ketiga, memiliki network yang luas. Selain membantu untuk mendapatkan peluang kerja, network juga bisa membantu terkait pekerjaan kita. Saya sendiri pernah merasakan manfaatnya networking, mendapat pekerjaan berkat referensi dari mantan atasan dan di lain waktu mendapat pekerjaan baru berkat referensi mantan bawahan saya.

Berdasarkan apa yang pernah saya alami dan lihat di dunia kerja, menurut saya kuliah di PTN bukanlah satu satunya jalan untuk meraih keberhasilan di masa depan. Memang benar kuliah di PTN favorit bisa memberi sangat banyak manfaat, selain bekal ilmu juga dapat mendorong terbentuknya attitude yang positif yang diperlukan di dunia kerja, tetapi attitude tersebut sebenarnya juga dapat dikembangkan oleh orang yang tidak kuliah di PTN favorit, selama orang tersebut memiliki kesadaran dan kemauan untuk berusaha .

Ina, salah satu teman saya adalah salah satu contohnya.  Dia mulai bekerja menggunakan ijazah D3, sebagai tenaga administrasi bagian ekspor. Sejak awal bekerja dia sudah bertekad untuk menyelesaikan kuliah S1 agar karirnya dapat lebih berkembang. Dengan kegigihannya bekerja sambil kuliah akhirnya dia bisa menyelesaikan pendidikan S1, bahkan sampai S2. 

Teman saya ini adalah tipe karyawan yang memiliki 'can do attitude', mau belajar dan ingin terus berkembang, dia juga seorang team player dan pintar mencari win win solution bila ada permasalahan dengan divisi lain. Karena itu tidak heran karirnya terus menanjak.  Saat ini dia sudah menjadi manager ekspor untuk negara Taiwan, Korea dan Jepang.  Sebuah pencapaian yang luar biasa, mengingat bagaimana perjalanan karirnya berawal. Dan dia bukanlah seorang lulusan perguruan tinggi favorit.

Menurut saya perjuangan meraih sukses di masa depan ini hampir mirip seperti perlombaan lari. Setiap pelari harus melewati jarak yang sama, hanya titik startnya saja yang berbeda beda. 

Mereka yang lulus PTN favorit berada di lintasan 3 atau 4 yang merupakan lintasan bagi pelari favorit. Tapi yang menentukan hasil akhir bukanlah di mana titik startnya, tapi bagaimana pelari itu berjuang di sepanjang lintasan.  Dan pelari yang startnya tidak di lintasan favorit tetap bisa memperoleh hasil terbaik, seperti yang sudah dibuktikan oleh Lalu Zohri di kejuaraan dunia atletik baru baru ini. Dia berlari dari lintasan 8 dan finish sebagai yang tercepat, mengalahkan pelari favorit.

Karena itu, para calon mahasiswa atau orang tua yang anaknya tidak diterima di perguruan tinggi negeri, jangan lah berkecil hati. Jangan beranggapan masa depan akan  suram karena telah gagal mendapatkan bangku kuliah di PTN favorit. Perjalanan masih sangat panjang dan ada banyak hal yang bisa dilakukan di sepanjang perjalanan itu untuk mendapatkan hasil akhir yang baik.

Tetap semangat, dan teruslah berusaha mengembangkan diri sebaik mungkin.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun