Mohon tunggu...
Ayub Wahyudin
Ayub Wahyudin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Bukan Anak dari Trah Ningrat, Maka Menulis untuk menjadikan Hidup Lebih Bermartabat!!

Penulis Buku Bajik Bijak Kaum Sufi, Pemuda Negarawan, HARMONI LINTAS MAZHAB: Menjawab Problem Covid-19 dalam Ragam Perspektif. Beberapa tulisan opini terbit di Kompas.id, Koran Tempo, Detik.com, Republika.id, serta beberapa tulisan di jurnal Ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Politik

Citra Seragam Khaki

15 November 2024   10:18 Diperbarui: 15 November 2024   10:32 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

HELATAN Kabinet Prabowo tak hanya menarik perhatian lewat rekrutmen mengejutkan para menteri dan staf khusus yang ditunjuk, tetapi juga melalui kegiatan retret yang dinilai bercorak militeristik. Salah satu contohnya, Otto Hasibuan (65), mengaku kelelahan setelah menjalani tiga hari di Kompleks Militer Magelang, hanya tidur 2-3 jam per malam (Tempo.co, 28/10/2024). Seragam loreng yang dikenakan saat retret pun menambah kesan tersebut. Namun, Prabowo Subianto membantah tudingan ini dengan tegas, mengatakan, "Saya tidak bermaksud membuat Anda militeristik, salah, bukan itu," ujarnya. Menurutnya, banyak pemerintah dan perusahaan yang meniru metode militer karena intinya terletak pada disiplin dan kesetiaan. Ia juga menekankan bahwa yang diminta bukanlah kesetiaan kepada dirinya pribadi, melainkan kesetiaan kepada bangsa dan negara Indonesia.

Simbol-Simbol Khaki

Selain itu, retret Kabinet Merah Putih di Akademi Militer Magelang, mengubah penampilan para menteri menyajikan pesan yang lebih dari sekadar formalitas. Salah satu pilihan seragam yang mencuri perhatian selain loreng adalah pakaian perjuangan bergaya Soekarno, setelan safari khaki dengan empat kantong khas. Khaki merujuk pada warna yang sering digambarkan sebagai cokelat muda atau kecokelatan, dengan nuansa yang mirip dengan warna tanah atau pasir. Pakaian warna ini, sering dikenakan oleh Presiden Prabowo. Menurut,  Hansen (2004), Pakaian sering digunakan sebagai simbol dari suatu hal  lain, bukan sebagai entitas yang berdiri sendiri. Misalnya, Seragam bercorak khaki menjadi simbol Kepribadian dan Kepemimpinan Soekarno. Mencerminkan gaya kepemimpinannya yang tegas namun sederhana. Khaki adalah warna yang terkait dengan perjuangan, ketahanan, dan militansi, sehingga Soekarno menggunakan pakaian ini untuk mencerminkan semangat revolusi dan kemerdekaan Indonesia. Khaki adalah warna yang serbaguna dan netral yang memiliki berbagai makna tergantung pada konteksnya. Warna ini sering dikaitkan dengan sifat-sifat seperti kepraktisan, dapat diandalkan dan bersahaja.

Khaki memang merupakan warna yang diadopsi dari seragam militer, khususnya selama masa penjajahan Belanda dan Perang Dunia II. Warna ini praktis, sederhana dan mudah menyatu dengan latar belakang di medan perang. Soekarno yang ditiru oleh Prabowo mengadopsi seragam ini sebagai simbol revolusi yang terkait erat dengan perjuangan militer melawan penjajah. Pakaian ini mencerminkan pemimpin rakyat, yang dekat dengan para pejuang dan masyarakat biasa. Pemilihan pakaian khaki ini menunjukkan keberpihakan kepada perjuangan rakyat dan pesan keberanian. Seragam khaki, menjadi salah satu ciri khas visual yang sangat melekat padanya, sama halnya dengan gaya pidatonya yang berapi-api dan retorika yang mengobarkan semangat nasionalisme.

Dalam perjalanan sejarahnya, pakaian khaki terinspirasi oleh sosok Presiden Soekarno. Saat Indonesia baru merdeka, rakyat menginginkan pemimpin yang tampak seperti pahlawan yang memiliki karisma dan penampilan menarik. Di era kolonial, cara berpakaian mencerminkan status sosial, dan masyarakat sudah terbiasa melihat pakaian rapi milik orang Eropa, yang dianggap sebagai simbol kekuasaan. Soekarno memiliki alasan yang mendalam untuk pilihannya. "Aku mengenakan seragam karena aku adalah panglima tertinggi. Rakyatku telah lama dijajah oleh Belanda dan menjadi koloni selama berabad-abad. Mereka telah lama diperbudak. Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, aku harus memberikan mereka sebuah citra sebuah kebanggaan. Oleh karena itu, aku memakai seragam," ungkap Bung Karno dalam biografinya, Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, karya Cindy Adams.

Soekarno jelas memahami pentingnya citra dirinya, dan semua penampilannya itu dirancang dengan cermat untuk mencerminkan visi tersebut. Seragam khaki yang dikenakan dilengkapi dengan aksesori berupa peci hitam, yang melambangkan identitas kebangsaan Indonesia. Peci dipilih karena tidak terkait dengan suku tertentu. Menurut Bung Karno, peci adalah simbol yang umum digunakan oleh masyarakat biasa di nusantara, termasuk di daerah Melayu dan Jawa. Penampilan Soekarno yang selalu rapi dan stylish ini tak pernah lepas dari kacamata hitam model Rayban Aviator yang populer pada zamannya. Karena gaya necisnya yang konsisten di setiap kesempatan, ia pun dijuluki sebagai 'Indonesia Dandy' oleh Rudolf Mrazek, seorang profesor sejarah dari University of Michigan.

The Next Soekarno?

Pertanyaannya, apakah Prabowo layak menyandang sebutan "the next Soekarno"? Prabowo memiliki beberapa kesamaan dengan Soekarno, termasuk karisma dan kemampuan oratoris yang kuat. Keduanya juga menekankan pentingnya identitas nasional dan patriotisme. Prabowo sering mengungkapkan visi untuk mengangkat martabat bangsa, mirip dengan semangat Soekarno dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Penampilannya yang terencana dan gaya kepemimpinannya yang tegas juga menjadi daya tarik tersendiri di mata publik.

Namun, terdapat perbedaan signifikan antara keduanya yang membuat sebutan tersebut layak diperdebatkan. Soekarno dikenal sebagai pendiri bangsa yang memiliki visi ideologis yang jelas dan mampu menyatukan beragam elemen masyarakat. Di sisi lain, Prabowo beroperasi dalam konteks politik modern yang lebih pragmatis dan sering kali dihadapkan pada tantangan, seperti isu Hak Asasi Manusia dan kritik terhadap latar belakang militernya. Meskipun Prabowo memiliki potensi untuk memimpin, cara pendekatan dan tantangan yang dihadapi berbeda dengan situasi yang dihadapi Soekarno pada masanya.

Selain itu, penerimaan publik terhadap keduanya juga berbeda. Soekarno memiliki dukungan yang luas di kalangan rakyat pada masa perjuangan kemerdekaan, sedangkan Prabowo sering kali menghadapi kontroversi dan kritik yang dapat memengaruhi citranya di mata masyarakat. Meskipun banyak yang mengagumi kepemimpinannya, ada juga skeptisisme mengenai kapasitasnya untuk mengisi posisi yang setara dengan Soekarno. Dengan berbagai faktor ini, sebutan "the next Soekarno" lebih tepat dianggap sebagai aspirasi daripada realitas, mengingat perbedaan konteks sejarah dan tantangan yang dihadapi masing-masing tokoh.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun