Mohon tunggu...
Ayub Wahyudin
Ayub Wahyudin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Bukan Anak dari Trah Ningrat, Maka Menulis untuk menjadikan Hidup Lebih Bermartabat!!

Penulis Buku Bajik Bijak Kaum Sufi, Pemuda Negarawan, HARMONI LINTAS MAZHAB: Menjawab Problem Covid-19 dalam Ragam Perspektif. Beberapa tulisan opini terbit di Kompas.id, Koran Tempo, Detik.com, Republika.id, serta beberapa tulisan di jurnal Ilmiah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pesona Rakyat Miskin

19 Agustus 2023   20:04 Diperbarui: 19 Agustus 2023   20:28 296
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Belum lagi temuan oleh Menteri Sosial (Mensos) Tri Rismaharini yang mengungkap adanya penerima bansos sebanyak 31.624 dari anggota ASN berupa bansos program keluarga (PKH) dan Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT).

Meskipun kriteria miskin diubah, diutak atik dan disesuaikan, metalitas miskin selalu mencari celah melalui kedekatan emosional pejabat desa. Orang mengaku miskin saat pembagian bantuan, sehingga orang miskin yang sebenarnya terpinggirkan. 

Tak hanya soal UMR yang alat ukurnya masih menjadi perdebatan; misalnya tingkat pendapatan daerah, akses kesehatannya, akses pendidikan, pamenuhan kebutuhunan pokok dan lain sebagainya. 

Ada dua tipe kemiskinan di Indonesia, yaitu kemiskinan di wilayah pedesaan dan kemiskinan di wilayah perkotaan. Kemiskinan di pedesaan terjadi karena penduduknya tidak memiliki peningkatan produksi, letak geografis nya terpencil dan sulit diakses transprtasi darat maupun sungai atau laut. 

Sedangkan kemiskinan di perkotaan, karena ketatnya persaingan antar wilayah, dan hegemoni para elite, penguasa serta pemilik modal lebih menonjol dibandingkan di pedesaan.

Perkotaan jadi tempat berlindung orang miskin yang mencari kehidupan layak. Tiap tahun lonjakan urbaninasi memadati Jakarta (sebagai Ibu Kota) yang akan berbenah pindah ke Kalimantan. 

Persoalannya kemiskinan di kota semakin rumit, karena krisis ketersediaan air bersih, lahan yang padat, tak bisa menanam padi, singkong, jalanan macet, kejahatan merajalela, banjir serta potensi bencana amblasnya daerah perkotaan, pengelolaan sampah yang rumit, dan lain sebagainya.

Orang miskin yang memilih tinggal di kota besar, tak banyak yang bahagia dan sukses. Pahit getir di jakarta karena biaya hidup yang tinggi, pendidikan rendah, sementara lowongan kerja tak mampu lonjakan pekerja yang datang membeludak, pada akhirnya, muncul kemisikinan baru, tinggal di pinggiran kali, seoal kesehatan tak peduli, asalkan mampu bertahan dengan segala keterbatasan. Kemiskinan di perkotaan lebih tragis dibandingkan kemiskinan di pedesaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun