Mohon tunggu...
Ayub Wahyudin
Ayub Wahyudin Mohon Tunggu... Dosen - Dosen, Bukan Anak dari Trah Ningrat, Maka Menulis untuk menjadikan Hidup Lebih Bermartabat!!

Hobi Menulis.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Inovasi Hiperteks dan Identifikasi Suara: Ancaman atau Anugerah pada Literasi Merdeka Belajar?

26 Mei 2023   11:37 Diperbarui: 26 Mei 2023   11:44 251
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

SETIAP orang selalu menuntut adanya perubahan yang melahirkan tantangan dan peluang. Hal itu karena manusia didesak untuk meningkatkan sumber daya dirinya. Desakan tersebut menguat saat arus globalisasi semakin maju dengan munculnya teknologi yang cepat dan canggih. Begitupula dengan pengetahuan, bila satu tambah satu hasilnya bukan dua, maka itulah yang ingin dicapai dalam perubahan. Meskipun, pada akhirnya harus mengakui hasilnya tetap dua.

Perubahan sebagai sebuah keniscayaan, namun seringkali tidak selalu mendapatkan respon yang baik; misalnya dalam peradaban artificial intelligence (kecerdasan buatan), keberadaannya dituduh bertentangan dengan moralitas, kejujuran, orisinalitas atau dihasilkan dari upaya tiruan (plagiasi). Sejak kemunculannya hingga saat ini masih terus digaungkan dan penolakannya santer didengar, seperti yang terjadi di Provinsi Gangsu di China, seorang pemuda ditangkap, karena telah menyalahgunakan chatbot yang mampu membuat tulisan ilmiah secara cepat serta berkualitas, namun narasinya berupa berita hoax tentang kecelakaan fatal kereta api[1]. Meskipun yang menjadi kesalahan karena menyebarkan berita palsu, serta berdampak pada munculnya keresahan di masyarakat. Namun yang muncul dalam narasi berita tersebut seolah penggunaan kecerdasan buatan sebagai biang keladi. Respon negatif lainnya dari Aditya Batara Gunawan, seorang dosen ilmu politik pada Universitas Bakrie, menganggap keberadaan ChatGPT merupakan tipu daya yang mencederai integritas moral Pendidikan merdeka belajar, yakni "Kejujuran di dunia akademik adalah hal yang utama. Salah boleh tetapi bohong tidak boleh,". (Beritasatu.com, 1/2/2023).

Inovasi Sebagai Ancaman

Merdeka belajar, menekankan pada integritas yang lahir dari budaya jujur serta kebebasan berpikir dan kebebasan inovasi. Munculnya inovasi dan berfikir tersebut, cukup menegaskan bahwa kecerdasan buatan sebagai sebuah teknologi yang menarik dan inovatif, sejalan dengan cita-cita merdeka belajar yang sedang diperjuangkan. Tetapi, dari peristiwa penyalahgunaan Chatbot serta budaya jujur dalam menghasilkan karya ilmiah dalam dunia akademik, mengakibatkan Atrificial Intelligence terperosok pada tuduhan yang negatif, banyak madharat (keburukan) yang pada akhirnya ada upaya pertimbangan untuk melenyapkan artificial intelligence pada ranah peradaban maju. Sehingga, tak menutup kemungkinan akan kembali pada tradisi yang hanya memanfaatkan kemampuan oral dosen, guru dalam menyampaikan materi pada mahasiswa serta anak didiknya. Padahal, butuh inovasi untuk mendongkrak literasi dan numerasi kita, yang saat ini anjlok di rangking ke 62 dari total 70 negara. Fakta yang diperoleh dari UNESCO bahwa hanya 1 dari 1.000 masyarakat Indonesia yang melakukan kegiatan membaca secara serius, sehingga perlu inovasi yang mendongkrak secara progresif, futuristik dalam penggunaan electronic library atau perpustakaan digital (siaran pers no. 307/hm/kominfo/08/2021).

Inovasi kecerdasan buatan yang tidak hanya sebagai hiperteks atau narasi yang ada pada ragam piranti digital; komputer, laptop maupun telephone selluler melalui chatbot, adapula yang menduplikasi suara atau speech recognition yakni suatu proses mengidentifkasi suara dari manusia, kemudian diterjemahkan oleh data yang ditangkap sensor digital[2]. Dengan demikian terapat dua arus yang bertentangan, satu keniscayaan menyambut inovasi peradaban sebagai anugerah, kedua mempersoalkannya menjadi sebuah musibah.

Inovasi Sebagai Anugerah

Penulis meyakini bahwa inovasi tidak boleh dihambat, karena akan berdampak pada ketertinggalan dalam berbagai aspek pengetahuan. Tetapi, penyempurnaan adalah hal yang harus dilakukan. Bila terdapat kasus plagiarisme pada teknologi, maka penguatan monitoring similarity index serta paraphrase dalam dunia akademik perlu dibangun lebih kuat melalui sistem yang memadai. Inovasi telah melahirkan kemudahan pada penyandang disabilitas tunanetra, saat identifikasi suara membantu melakukan aktivitas mereka. Juga, terdapat inovasi Pemanfaatan Automatic Speech Recognition (ASR) sebagai identifikasi kata untuk mengetahui ayat Al-Qur'an, Speech Recognitions (ASR) ini dirancang menggunakan bahasa pemograman Python dan menggunakan framework Django dengan tampilan informasi tentang ayat yang dibacakan sehingga tampilannya berbasis web.[3]

Begitu pula dengan teknologi pada video game yang menggunakan teknologi antarmuka, sementara penggunanya dapat mengendalikan obyek dengan input device. Apakah teknologi tersebut harus dihilangkan karena mengakibatkan anak malas belajar?. Inilah sebuah konsekuensi dalam peradaban yang maju, dimana semua umat manusia harus mampu berkontribusi pada peradaban, memberi sumbangsih bagi kemajuan bangsa dan negara.

Sebuah inovasi tentu melahirkan kebanggaan bagi individu dan negara. Bila kemajuan dianggap sebagai sebuah ancaman, sampai kapan kita akan menerima kenyataan ditinggalkan oleh dunia Internasional. ChatGPT, tidak selalu bermakna salah atau madharat, sebaliknya teknologi juga tidak selamanya sesuai dengan harapan. Namun, teknologi sejatinya merupakan karya yang perlu diapresiasi karena talah andil dalam melahirkan kemudahan manusia memahami cara kerja, mekanisme yang sulit difahami oleh tradisi jumud. Maka, ChatGPT bila dimaknai untuk membantu memberi pemahaman tentang bagaimana strategi membuat karya Ilmiah, atau memenuhi keingintahuan manusia secara cepat dan akurat. Teknologi juga merupakan daya Tarik yang lebih kuat dibandingkan dengan mekanisme baca tulis yang cenderung membosankan. Inovasi inilah yang harus disempurnakan dan disambut dengan gembira.

Catatan Kaki

[1] Jawahir Gustav Rizal, "Pria di China Ditangkap karena Membuat Berita Palsu dengan ChatGPT" https://www.kompas.com/cekfakta/read/2023/05/10/125900582/pria-di-china-ditangkap-karena-membuat-berita-palsu-dengan-chatgpt. 10/05/2023

[2] Mangapul Siahaan et al., "Penerapan Artificial Intelligence ( AI ) Terhadap Seorang Penyandang Disabilitas Tunanetra," Information System and Technology 01, no. 02 (2020).

[3] Salamun et al., "Artificial Intelligence Automatic Speech Recognition (ASR) Untuk Pencarian Potongan Ayat Al-Qu'ran," Jurnal Komputer Terapan, no. Vol. 8 No. 1 (2022) (2022).

#SemarakkanMerdekaBelajar

#Hardiknas2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun