Mohon tunggu...
Ayub Al Ansori
Ayub Al Ansori Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Penikmat tulisan. Peminum teh hangat.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Membingkai Pelajar Berkarakter, Toleran dan Cinta Damai (Refleksi Harlah IPNU ke-62)

6 Maret 2016   20:11 Diperbarui: 6 Maret 2016   21:38 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Membingkai Pelajar Berkarakter, Toleran dan Cinta Damai

(Refleksi Harlah IPNU ke-62)

Oleh: Ayub Al Ansori *)

 

Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) merupakan salah satu badan otonom (Banom) dalam tubuh Nahdlatul Ulama (NU). Banom NU adalah perangkat organisasi yang berfungsi melaksanakan kebijakan NU yang berkaitan dengan kelompok masyarakat tertentu dan beranggotakan perseorangan. Sebagaimana fungsinya, IPNU dimandati mengakomodir pelajar-pelajar dengan cakupan pelajar di sekolah umum dan santri di pesantren. Melihat wilayah garapan IPNU ini, adalah sebuah mandat yang tidak mudah untuk diwujudkan.

IPNU berdiri pada tanggal 24 Februari 1954 (bertepatan 20 Jumad al-Akhir 1373 H). Sehingga, kini IPNU sudah berusia 62 tahun,  jika dihitung hingga Februari 2016. Usia yang tergolong dewasa untuk ukuran organisasi kepelajaran.

Mandat dan tugas pokok IPNU, salah satu tugas besarnya adalah menunaikan kaderisasi dikalangan pelajar, baik di sekolah, maupun di pesantren. Oleh karena mandat tersebut, salah satu garapan IPNU adalah membentuk dan mengembangkan pendirian komisariat-komisariat sebanyak mungkin di setiap sekolah dan pesantren. Hal ini bukan tanpa alasan, selain untuk kaderisasi, juga merupakan upaya membentengi para pelajar dan santri dalam mengarungi derasnya arus globalisasi. Dampaknya adalah arus informasi yang begitu bebas masuk ke Indonesia, baik yang positif maupun yang negative. Implikasinya adalah masuknya ideologi-ideologi transnasional. Tentu yang pertama kali menjadi sasaran adalah pelajar dan santri.

Indonesia sebagai bangsa yang dikenal mempunyai kultur moderat, santun dan sangat ramah pada siapapun, sehingga implikasinya masyarakat bangsa Indonesia terkadang kurang mampu memproteksi dan membendung arus budaya yang masuk melalui berbagai media, baik cetak maupun elektronik. Pengaruh negatif salah satu contohnya, telah berhasil menjangkiti masyarakat Indonesia terlebih generasi muda (baca: pelajar).

 Kenakalan remaja termasuk di dalamnya pelajar  seperti sex bebas, penggunaan NAPZA, tawuran, Married by Accident (MBA), serta berbagai bentuk kenakalan remaja lainnya, seolah-olah seperti hal yang biasa dan sudah bukan hal yang aneh lagi di tengah masyarakat sekarang ini. Selain fakta dekandensi moral, isu radikalisme juga telah menjangkiti pelajar. Pengaruh kaum Islam puritan telah masuk melalui lembaga-lembaga pendidikan dan sekolah-sekolah. Dua hal tersebut yakni dekadensi moral dan radikalisme merupakan tantangan terbesar IPNU hari ini dan ke depan.

Maka dari itu, IPNU sebagai organisasi pelajar dibawah naungan NU selalu berkomitmen terhadap bangunan dasar empat pilar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika), yang bertujuan membangun pelajar yang berwawasan kebangsaan. Juga tetap komitmen dalam menjaga nilai-nilai Ahlussunnah wal jama’ah seperti toleran, moderat, dan bersikap adil.

 

Membingkai Pelajar Berkarakter, Toleran dan Cinta Damai

Permasalahan radikalisme agama di Indonesia menjadi tantangan tersendiri bagi IPNU. Sebagai bagian integral dari generasi muda Indonesia, IPNU mempunyai tanggung jawab yang besar dalam membantu mengatasi permasalahan bangsa, khususnya di kalangan pelajar. Dalam menghadapi tantangan radikalisme di kalangan pelajar, IPNU selalu mengedepankan  sikap dasar sesuai dengan Khittah NU 1926 yaitu meliputi cara berfikir, bersikap, dan bertindak. 

Cara berfikir menurut IPNU adalah cara berfikir yang seimbang antara teks keagamaan dan akal (rasionalitas). Teks agama merupakan dasar hukum dalam memahami kehidupan ini dan untuk memahaminya tentu butuh penafsiran. Penafsiran terhadap teks inilah perlunya akal pikiran sehingga segala teks keagamaan tidak ditelan mentah-mentah. Sehingga cara berfikir IPNU merupakan perpaduan yang seimbang antara teks agama dan akal.

Cara bersikap IPNU adalah sikap yang toleran, moderat, menghargai keberagaman, dan menjaga harmonisasi antar pemeluk agama. Toleransi selalu dijunjung tinggi oleh IPNU. Sikap toleransi dan moderat ini merupakan wujud dari persaudaraan internal pemeluk agama, antar pemeluk agama dan juga persaudaraan bangsa secara tulus dan ikhlas.

 Beragamnya etnis dan agama di Negara ini membutuhkan sikap saling menghargai dan menyayangi antar sesama warga Negara. Banyak kasus kekerasan atas nama agama dan juga etnis yang terjadi karena rasa curiga dan semakin menipisnya rasa persaudaraan. Tentunya rasa curiga ini harus dihindari dengan selalu mengedepankan perasaan positif dan tidak gegabah dalam menghadapi berbagai masalah serta tidak terpancing isu-isu yang tidak jelas dari mana datangnya dan belum tentu kebenarannya.

Sedangkan cara bertindak IPNU adalah dengan cara selalu berusaha semaksimal mungkin untuk terus berkarya. Sesuai dengan semboyan IPNU, “Belajar, Berjuang, Bertaqwa”. Anggota dan kader IPNU dituntut untuk memberikan inspirasi bagi semua orang akan pentingnya berusaha dan pantang menyerah dalam menjalani kehidupan. Dengan semangat ini IPNU akan siap dalam mengawal dan mempelopori setiap perubahan yang membawa manfaat bagi kemaslahatan manusia.

Dengan modal inilah IPNU berusaha mengawal toleransi dikalangan pelajar dan remaja pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Pengejawantahan cara berpikir, bersikap dan bertindak inilah yang perlu dan harus terus dituangkan dalam berbagai kegiatan yang dilakukan di semua tingkatan dari pusat sampai ranting (desa), juga komisariat (sekolah/pesantren).

Namun demikian, gejala dan fakta dekadensi moral dan penetrasi radikalisme kini telah menjangkiti institusi pendidikan (sekolah, pesantren, dan lembaga pendidikan lainnya) di mana seharusnya IPNU ada di dalamnya. Karenanya, seantisipatif mungkin upaya dalam menyingkirkan radikalisme harus intens digalakkan.

Dalam hemat penulis, gerakan-gerakan dan kegiatan-kegiatan IPNU harus tetap konsisten dalam upaya membendung arus pemahaman radikalisme agama di kalangan pelajar. Aplikasinya dengan membentuk komisariat-komisariat di setiap sekolah, dan melakukan pendampingan-pendampingan terhadap pelajar yang masih rentan terhadap tawuran antar pelajar dan penggunaan narkoba. Dengan demikian harapan IPNU dalam membingkai pelajar berkarakter, toleran, dan cinta damai ini dapat terwujud.

Selain penguatan internal, IPNU juga perlu mendorong sekolah dan pemerintah untuk tegas dalam menindak dan menolak segala bentuk tindakan dan ajaran yang merugikan pelajar. Sudah saatnya IPNU mendorong sekolah-sekolah untuk melakukan proteksi dalam merekrut guru, khususnya guru Pendidikan Agama Islam (PAI). Karena radikalisme di kalangan pelajar tentu muncul dari oknum guru yang mengajarkannya. Sehingga hanya karena satu, dua orang oknum, dapat mengakibatkan dan merubah paradigma sekolah tersebut. Dalam pada itu, pihak sekolah harus protektif dalam menjaga proses pendidikan yang berlangsung. Tinjauan secara terus menerus terhadap kurikulum, tenaga pengajar berikut staf-stafnya, dan umumnya seluruh civitas sekolah harus tetap dilakukan, guna menghindari merembesnya gejala-gejala radikalisme.

IPNU juga harus selalu mendorong ketegasan pemerintah. Dalam kapasitasnya sebagai pemegang kebijakan, pemerintah dalam hal ini harus dapat berperan aktif. Pemerintah, dalam hal ini, agar tidak segan-segan untuk menindak tegas sekolah-sekolah (atau lembaga pendidikan lainnya) yang berpotensi radikalis. Terutama menindak tegas sekolah  anti-Pancasila, UUD 1945. dan NKRI. Dengan demikian, melalui Kemendiknas dan Kemenag, Pemerintah harus mengintervensi sekolah-sekolah (terutama swasta) yang anti-Pancasila, UUD 1955, dan NKRI untuk  wajib memasukkan mata pelajaran kewarganegaraan atau pendidikan pancasila.

Seiring berjalannya waktu IPNU terus tumbuh dewasa, terbukti jika sekarang usianya mencapai 62 tahun. Jerih payah alm. Prof. Dr. KH. Tolchah Mansoer, SH dalam membangun dan mengembangkan IPNU harus semakin diperkokoh keberadaannya. Bukan hanya sebagai wujud terimakasih kepada pendirinya, lebih dari itu IPNU dengan visinya dalam membangun pelajar yang berlandaskan empat pilar kebangsaan (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika) dapat membingkai pelajar yang berkarakter, toleran, dan cinta damai di semua lembaga pendidikan; sekolah, maupun pesantren.

Oleh karena itu IPNU harus semakin teguh dalam mengampanyekan Islam Nusantara yang ramah dan santun, yakni membingkai pelajar berkarakter, toleran dan cinta damai. Akhirnya, Selamat Harlah (Hari Lahir) untuk IPNU, teruslah belajar, berjuang dan bertakwa. Wallahu a’lam Bil Al Showabi.

 

*) Penulis adalah Kader IPNU, sekaligus Santri Pondok Kebon Jambu Al Islamy Pesantren Babakan Ciwaringin Cirebon.

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun