Mohon tunggu...
Ayub Simanjuntak
Ayub Simanjuntak Mohon Tunggu... Lainnya - The Truth Will Set You Free

Capturing Moments With Words

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Buku dan TikTok

8 Mei 2024   11:04 Diperbarui: 9 Mei 2024   12:16 648
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Source: freepik.com

Dalam era di mana teknologi menyerbar cepat, video telah menjadi salah satu bentuk media yang paling dominan. Platform seperti YouTube, Netflix, dan TikTok telah mengubah cara kita mengonsumsi informasi. 

Namun, meskipun popularitasnya yang meningkat, buku-buku tetap menjadi sumber pengetahuan dan hiburan yang tak tergantikan. Mengapa begitu?

  • Kedalaman Pengetahuan

Satu hal yang menjadi kekuatan buku adalah kedalaman pengetahuan yang dapat disampaikannya. Buku cenderung menguraikan topik secara rinci dan mendalam. 

Penulis memiliki ruang yang lebih besar untuk menjelaskan konsep-konsep kompleks dan menyajikan argumen dengan detail yang dibutuhkan. 

Ini berbeda dengan video yang sering kali harus memadatkan informasi dalam waktu yang singkat untuk mempertahankan perhatian penonton.

Kaum muda merasa selalu ingin produktif, tanpa menghirauk produktivitas yang terganggu. Video-video pendek berdurasi tiga menit di TikTok dapat mengalihkan perhatian penggunanya dari menyelesaikan tugas-tugas penting seperti mengerjakan pekerjaan rumah atau menyelesaikan tugas-tugas dan sampel terdiri dari 110 siswa perempuan dan 130 siswa laki-laki, berusia antara 23-27 tahun, hasil penelitian menunjukkan bahwa 31,25% siswa kecanduan TikTok, dan 87,5% siswa menghabiskan lebih dari dua jam per hari di media sosial. 

(Terjemahan Zulli D, Zulli DJ. Extending the Internet meme: Conceptualizing technological mimesis and imitation publics on the TikTok platform. https://doi.org/101177/1461444820983603 [Internet]. Diakses 8 Mei 2024.

Ada korelasi kuat antara generasi muda yang kecanduan tiktok dan prestasi akademik mereka. 

Para pecandu tiktok mendapati diri mereka sulit atau tidak dapat berkonsentrasi ketika membaca teks seperti buku, novel atau cerita pendek. Kebiasaan "dininabobokan" oleh beragam video pendek membuat otak seperti sulit menerjemahkan huruf-huruf cetak.

  • Imajinasi yang Kuat

Dalam bukunya yang berjudul  Cosmic Religion and Other Opinions and Aphorisms, Albert Einstein mengatakan :

"Kadang-kadang saya merasa yakin bahwa saya benar, namun tidak tahu alasannya. Ketika gerhana tahun 1919 mengkonfirmasi intuisi saya, saya tidak terkejut sedikit pun. Bahkan, saya akan terkejut seandainya yang terjadi adalah sebaliknya. Imajinasi lebih penting daripada pengetahuan. Karena pengetahuan itu terbatas, sedangkan imajinasi mencakup seluruh dunia, merangsang kemajuan, melahirkan evolusi. Hal ini, secara tegas, merupakan faktor nyata dalam penelitian ilmiah".

Buku membangkitkan imajinasi pembaca dengan cara yang unik. Ketika membaca, pembaca harus menggunakan imajinasi mereka sendiri untuk memvisualisasikan dunia yang dijelaskan dalam kata-kata. 

Ini memungkinkan pembaca untuk merasakan pengalaman yang lebih pribadi dan mendalam. Sementara video dapat menyajikan gambaran visual, sering kali itu adalah interpretasi pembuat video, bukan imajinasi pembaca sendiri. 

Penikmat video sejatinya hanya diajak secara "pasif" menikmati gambar, spektrum, dan animasi yang sangat menarik mata, namun tidak mengajak penontonya menafsirkan sendiri dengan imajinasi mereka.

  • Refleksi dan Berpikir Kritis

Buku memungkinkan pembaca untuk memproses informasi dengan kecepatan mereka sendiri. Mereka dapat merenungkan kata-kata, menghentikan pembacaan untuk mempertimbangkan konsep yang rumit, dan kembali ke bagian yang sulit dipahami. 

Hal ini mendorong pemikiran kritis dan refleksi yang dalam. Di sisi lain, video sering kali mengalir dengan cepat, memberikan sedikit ruang bagi pemirsa untuk memproses informasi dengan mendalam.

  • Hubungan Emosional

Buku juga memungkinkan pembaca untuk membangun hubungan emosional yang kuat dengan cerita dan karakter. Dalam proses membaca, pembaca dapat merasakan emosi karakter dan merenungkan keputusan-keputusan yang dibuat oleh mereka. 

Ini menciptakan pengalaman yang mendalam dan memuaskan secara emosional. Meskipun video dapat menyajikan gambaran visual yang kuat, koneksi emosional yang sama sering kali sulit untuk dicapai.

Misalnya ketika kita membaca cerita Malin Kundang, pembaca dapat merasakan emosi ketika ibunda Malin merasakan kemarahan dan kekecewaan atas penolakan anaknya itu. Pembaca mersakan empati secara emosional dengan karakter ibu malang tersebut.

Meskipun video telah menjadi bagian integral dari kehidupan modern kita, buku tetap memiliki tempat yang istimewa. Kedalaman pengetahuan, imajinasi yang kuat, refleksi, koneksi emosional, dan keunggulan dalam pembelajaran adalah beberapa alasan mengapa buku-buku masih relevan dan tak tergantikan. 

Dengan menghargai keunikan masing-masing media, kita dapat memperkaya pengalaman literasi kita dan meraih manfaat yang luas dari keduanya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun