Mohon tunggu...
Ayub Simanjuntak
Ayub Simanjuntak Mohon Tunggu... Lainnya - The Truth Will Set You Free

Capturing Moments With Words

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

What Love Really Is?

19 Februari 2023   13:51 Diperbarui: 19 Februari 2023   13:55 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustasi: Adam dan Hawa (Pixabay.com)

Kisah yang tercatat dalam kitab Kejadian pasal 1 dan 2 tersebut merupakan sebuah pondasi pengajaran apa arti Kasih atau Cinta. Cinta dimulai ,ketika seseorang merindukan hidup dalam sebuah 'fellowship".

God is a fellowhsip. Dalam teks Kitab Suci adegan penciptaan manusia tercatat: Berfirmanlah Allah: "Baiklah Kita menjadikan manusia menurut gambar dan rupa Kita, supaya mereka berkuasa atas ikan-ikan di laut dan burung-burung di udara dan atas ternak dan atas seluruh bumi dan atas segala binatang melata yang merayap di bumi.  Kata "Kita" menyiratkan sebuah fellowship erat antara Bapa Sang Pencipta, Firman dan Roh Kudus. Ada sebuah keputusan yang mereka ambil untuk menciptakan makhluk yang dalam esensi mirip dengan Pencipta.

Cinta membutuhkan objek untuk bisa tumbuh.  Seperti sebuah mesin mobil yang akan rusak jika tak pernah terpakai, demikian hati manusia membutuhkan objek untuk dapat mempertajam kadar cinta dari waktu ke waktu. Cinta menjadi sebuah perjalanan memberi dan menerima yang progresif.

Seperti tulisan  terkenal  Victor Hugo dalam novelnya Les Misrables "You can give without loving, but you can never love without giving". Kepada siapa hati kita mencinta kepada dialah pemberian kita akan tertuju. Adam menyadari seluruh potensi keilahiannya, kecerdasan, empati  dan visi TUHAN dalam hidupnya akan tercapai ketika ia mampu memberi dan menerima cinta dari pribadi yang lain dalam hal ini adalah Hawa.

Dalam 1 Korintus 13 Rasul Paulus dengan ilham Roh Kudus mendefinisikan kasih sebagai berikut :

 Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak memegahkan diri dan tidak sombong. Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan kesalahan orang lain. Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi ia bersukacita karena kebenaran. Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu, mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu. Kasih tidak berkesudahan; nubuat akan berakhir; bahasa roh akan berhenti; pengetahuan akan lenyap.

Bagaimana kita bisa sabar? Kepada siapa kita cemburu? Bagaimana kita sombong? Dan semua pertanyaan dari definisi itu hanya bisa terjawab ketika kita sadar bahwa Kasih selalu menyertakan objek kepada siapa ia diberikan. Man should not live alone. Mungkin pada zaman modern seperti sekarang kasih tidak selalu berarti terikat kepada sebuah pernikahan tetapi kasih manusia tetap harus diekspresikan kepada orang lain. Teringat kepada Mother Teresa yang memberikan kasih tak bersyaratnya kepada orang-orang terbuang dan sakit kusta di jalan-jalan Kalkuta sampai sekarang tetap abadi terpatri dalam ingatan jutaan orang India.

Kasih yang sejati adalah memikirkan dan mengusahakan yang terbaik bagi orang lain baik itu pasangan kita, orangtua, sahabat dan orang-orang lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun