Mohon tunggu...
Ayub Simanjuntak
Ayub Simanjuntak Mohon Tunggu... Lainnya - The Truth Will Set You Free

Capturing Moments With Words

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Miryam Gadis Kecil Pemberani

7 Januari 2022   22:23 Diperbarui: 8 Januari 2022   00:06 717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Halo, perkenalkan namaku Miryam.  Aku lahir dan menghabiskan masa kecil di Mesir. Setiap hari aku melihat bagaimana kerasnya kehidupan kedua orangtua ku. Ya Tuhan, kaumku sangat tertindas. Mereka budak, dan aku anak budak.

Ya, dulu nenek moyang kami masuk ke Mesir sebagai tamu terhormat karena Yusuf salah satu anak Yakub diangkat Firaun menjadi perdana menteri di negeri ini. Namun, tahun demi tahun berganti, Firaun yang baru tidak lagi mengenal sejarah dan jasa nenek moyang kami. Kami dianggap sangat berbahaya dan dianggap pemberontak yang membahayakan orang Mesir.

Setiap hari mereka bangun pagi, setelah bersembahyang kepada Allah kami, maka mereka akan langsung menuju ke satu tempat pekerjaan yang kejam. Orang-orang Israel dikumpulkan berdasarkan kelompok-kelompok lalu mereka akan bekerja dari pagi sampai matahari terbenam.

Mereka membangun kota-kota perbekalan, bangunan pemujaan bagi dewa-dewa dan tempat-tempat penting bagi orang-orang Mesir. Seluruh bangunan itu tersusun dari batu-batu bata yang dikeringkan dan dibakar.

Ayah dan teman-temannya akan mencampurkan jerami dengan tanah liat, lalu mengaduk-aduk campuran itu dengan air agar tidak lengket di tangan mereka. Lalu setelah itu mereka akan memotong-motong adonan tanah lain menajdi kotak-kotak kemudian di jemur sampai kering

Pekerjaan membuat batu bata sangatlah berat dan melelahkan. Setiap kelompok biasanya memiliki mandur yang akan menyuruh mereka membuat sejumlah besar batu bata. Kalau ayah tidak mencapai target itu ayah pasti dipukul cambuk.

Sebagai anak perempuan yang masih berumur tujuh tahun pekerjaanku tidaklah mudah. Ibuku Yokhebed sedang hamil adiku yang kedua. Ayah menyuruhku untuk selalu menjaga ibu dan jangan pernah meninggalkannya

Firaun memang sudah mengeluarkan satu perintah untuk membunuh semua anak laki-laki yang lahir di Mesir. Ibu dan ayahku sangat kuatir sebab mereka percaya adiku ini adalah seorang laki-laki.

Firaun begitu kuatir karena jumlah bangsa kami semakin lama semakin bertambah banyak. Ia tidak ingin kalau terjadi peperangan, bangsa kami akan memberontak kepada Firaun.

Sebagai seorang dari Suku Lewi aku sudah mengenal siapa Allah nenek moyang kami. Aku selalu berdoa dan percaya kalau adik kami ini akan menjadi seorang pemimpin yang hebat bagi bangsanya.

Beberapa waktu kemudian tibalah bagi ibu untuk melahirkan. Ayah membawa ibu pergi kepada saudaranya yang tinggal agak dekat dengan sungai Nil. Ayah berpikir tempat itu lebih aman untuk menyembunyikan bayi ini.

Aku menyaksikan sendiri bagaimana suasana ketakutan dikamar itu. Tangis adikku terdengar keras sekali. Ayah dan ibu terlihat berbahagia sesaat lalu terdiam lama. Adiku laki-laki. Dia sangat tampan.

Ibu memberiku tugas baru, yaitu menjaga dan merawat bayi itu jangan sampai orang-orang Mesir melihat keberadaannya. Sebab kalau berita kelahirannya terdengar, nyawa adikku pasti dalam bahaya. Aku kuatir dan takut memikirkannya.

Setelah dia berumur 3 bulan, kami sadar cepat atau lambat dia pasti akan terlihat. Karena selalu saja ada orang yang datang dan memeriksa rumah demi rumah orang Israel dan melihat apakah mereka memiliki anak laki-laki.

Ayah dan ibu sudah memutuskan untuk menaruh bayi Musa di Sungai Nil. Sungguh keputusan yang berat bagi mereka untuk mempercayakan nasib anak itu kepada Allah.

Ayah membuat sebuah keranjang dari daun papirus, pohon papirus memang terkenal tumbuh disepanjang Sungai Nil dan terkenal karena tahan air. Setelah keranjang terbentuk mereka melapisi sbagian dalamnya dengan cairan lengket bernama ter dan gala-gala agar air tidak bisa masuk kedalam keranjang dan keranjang bayi itu mengapung di atas air Sungai Nil yang cukup deras.

Tugasku adalah mengawasi keranjang itu, jangan sampai hanyut terbawa arus apalagi sampai hanyut ke tengah sungai yang ganas dan banyak buaya.

Pada sore hari, arus sungai yang deras membawa keranjang itu semakin ke sisi berlawanan dan menyangkut disisi sungai yang kebetulan dekat dengan tempat Puteri Firaun mandi. Karena menyangkut pada batang pohon, bayi malang itu menangis sejadi-jadinya sehingga membuat Sang Putri menyadarinya. Ia meminta salah satu pelayannya membawakan keranjang dimana asal suara itu berasal.

Ketika dibuka, didapatinya seorang bayi laki-laki yang sedang menagis karena kehausan. Aku segera mendekatinya dan menawarkan diri unuk merawat bayi itu, tetapi juga aku menawarkan ibu untuk menjadi ibu penyusu baginya.

Putri Firaun sangat baik karena bersedia menyelamatkannya dan lebih dari pada itu, ia bersedia untuk menjadi ibu bagi anak itu. Aku dan ibuku di bawa ke istana Firaun dan tinggal untuk menjaga Musa. Musa adalah nama yang diberikan oleh Putri Firaun kepada bayi manis itu.

Aku tidak pernah memberitahukan asal-usul kami kepada siapapun dalam istana itu. Tetapi kami selalu berdoa dan berusaha mengajari Musa untuk tidak lupa bahwa ia seorang Ibrani. Ah, kiranya namaku tercatat dalam kitab keabadian Tuhan, ingatlah sedikit jasaku ya Tuhan, dan jangan lupakan aku hanya karena aku gadis kecil Ibrani.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun