Sebagai kitab tertua dalam Alkitab, cerita Ayub menyimpan banyak pelajaran dan inspirasi yang bisa kita gali kembali. Dalam lembaran-lembaran buku sebanyak empat puluh dua pasal ini tersimpan  harta yang amat berharga pada zaman modern ini. Kisah kesabaraan serta ketabahan seorang anak manusia yang amat heroik dalam menghadapi kejamnya dakwaan Iblis terhadap dirinya.Â
Ayub adalah tokoh yang berasal dari tanah Us sebuah daerah yang menurut penafsir alkitab terletak di barat daya Yordania meskipun hal ini tentu saja masih menjadi sebuah perdebatan. Sebab penekanan kisah ini bukanlah pada segi geografis tetapi lebih kepada penekanan karakter seorang tokoh iman yang dihormati oleh 3 agama besar dunia Yahudi, Islam dan Kristen.Â
Sebagai tokoh yang dikatakan sebaga orang terkaya di sebelah timur, Ayub tercatat memiliki banyak harta benda berupa tanah dan hewan ternak.Â
Ada seorang laki-laki di tanah Us bernama Ayub; orang itu saleh dan jujur; ia takut akan Allah dan menjauhi kejahatan.Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan.Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar, sehingga orang itu adalah yang terkaya dari semua orang di sebelah timur. (Ayub 1 : 1-3 TB)
Dari banyaknya pelajaran yang bisa kita petik ada satu pelajaran penting yaitu bagaimana Iblis adalah tokoh yang disebut otak dari seluruh kesengsaraan Ayub berasal dari idenya. Tujuan Iblis tetap sama sejak mulanya yaitu mencuri, membunuh dan membinasakan.Â
Kita mendapat satu keterangan dari pasal satu bahwa ternyata Iblis memiliki akses antara bumi dan tempat di mana malaikat-malaikat yang dalam pasal satu dikatakan sebagai "sons of God" atau "ben Elohim" berada serta dikatakan bisa berinteraksi dengan TUHAN meskipun tidak memandang-Nya secara langsung.Â
Mengapa Iblis memiliki akses istimewa seperti itu? Alkitab memberi suatu petunjuk bagi pembacanya. Iblis yang tidak lain adalah malaikat TUHAN sendiri yang pernah  diberi otoritas besar untuk memimpin dan melayani ibadah penyembahan dalam Kerajaan Sorga. Tetapi karena hatinya berubah menjadi sombong berhubung dengan semarak kehebatannya, maka TUHAN mengusirnya dari hadapan-Nya.Â
Kuberikan tempatmu  dekat kerub  yang berjaga, di gunung kudus Allah engkau berada dan berjalan-jalan di tengah batu-batu yang bercahaya-cahaya  Engkau tak bercela di dalam tingkah lakumu sejak hari penciptaanmu sampai terdapat kecurangan padamu. Dengan dagangmu yang besar engkau penuh dengan kekerasan dan engkau berbuat dosa. Maka Kubuangkan engkau dari gunung Allah dan kerub  yang berjaga membinasakan engkau dari tengah batu-batu yang bercahaya. Engkau sombong karena kecantikanmu, hikmatmu kaumusnahkan demi semarakmu. Ke bumi kau Kulempar, kepada raja-raja engkau Kuserahkan menjadi tontonan bagi matanya (Yehezkiel 28:14-17 TB)Â
Pengusiran Lucifer ke bumi tidak mengubah kodrat dasarnya sebagai malaikat yang memiliki power untuk dapat menghampiri bumi dan sorga. Pertanyaannya mengapa TUHAN tidak langsung membinasakan dan membuangnya secara permanen ke bumi?Â
Maka timbullah peperangan di sorga . Mikhael dan malaikat-malaikatnya berperang melawan naga itu, dan naga itu dibantu oleh malaikat-malaikatnya, tetapi mereka tidak dapat bertahan; mereka tidak mendapat tempat lagi di sorga. Dan naga besar itu, si ular tua,  yang disebut Iblis  atau Satan, yang menyesatkan seluruh dunia, dilemparkan ke bawah; ia dilemparkan ke bumi, bersama-sama dengan malaikat-malaikatnya. (Wahyu 12:7-9)
Wahyu, kitab terakhir Alkitab, dalam Pasal 12 mencatat sebuah nubuatan di masa depan dimana TUHAN akan menyuruh Mikhael dan malaikat-malaikat lain untuk mengusir Iblis dari sorga dan melemparkan mereka ke bumi.Â
TUHAN masih memberi kesempatan kepada manusia yang ada dibumi untuk bertobat dari perbuatan-perbuatan kejahatan. Sebab kalau Iblis yang digambarkan sebagai naga besar ini sudah terusir dari sorga dan ada di bumi maka ia akan membuat suatu kekacauan dan bencana yang dahsyat di bumi karena ia sadar waktu kedatangan Kristus Sang Raja akan datang, dan Mesias itu akan melemparkan ia dan malaikat-malaikatnya kedalam lautan api tempat ia disiksa siang dan malam.Â
Iblis memiliki sifat mendakwa dan mencobai orang-orang yang hidup dengan benar di bumi. Kisah Yesus Kristus yang dicobai Iblis ketika sedang berpuasa di padang gurun atau ketika Petrus menyuruhnya tidak ke Yerusalem untuk mati di sana. Dalam kisah Ayub, Tuhan mengizinkan Ayub dicobai dengan mengambil seluruh harta miliknya serta mengambil nyawa kesepuluh putra-putrinya.
Singkat cerita Ayub tidak hanya kehilangan seluruh harta bendanya karena di rampok orang-orang Syeba dan orang Kasdim melainkan juga tujuh anak laki-laki serta tiga anak perempuannya ikut mati dalam rumah saudara mereka yang sulung karena angin merobohkan rumah tempat mereka sedeng berkumpul.
Ayub mendengar berita tersebut satu persatu dari para utusan yang datang melapor. Anehnya Ayub merespon dengan satu perkataan yang mengagetkan.Â
Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah, katanya: "Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!" Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dan tidak menuduh Allah berbuat yang kurang patut. (Ayub 1 : 20-21)
 Apa sebetulnya yang dicari Iblis dari seluruh kehancuran hidupnya? Iblis hendak mendengar Ayub mengutuk TUHAN. Iblis percaya kalau manusia hanya beriman kepada TUHAN kalau sedang diberkati saja. Ketika seseorang marah dan mengutuk Tuhan maka seseungguhnya orang tersebut sudah serupa dengan Sang Pendakwa yaitu Iblis itu sendiri. Lalu apakah Iblis berhenti dengan kegagalannya? Tidak!Â
Dalam Pasal kedua kita kembali disuguhi suatu adegan dimana Tuhan bertanya kepada Iblis tentang betapa saleh dan benarnya hidup Ayub. Setan merespon dengan satu pernyataan "kulit ganti kulit"! Setan ingin menaruh satu penyakit kulit yang mematikan pada sekujur tubuhnya sebab ia percaya bahwa dengan penyakit yang busuk itu Ayub pasti menyangkal TUHAN yang selama ini ia sembah.Â
Kemudian Iblis pergi dari hadapan TUHAN, lalu ditimpanya Ayub dengan barah yang busuk dari telapak kakinya sampai ke batu kepalanya. Lalu Ayub mengambil sekeping beling untuk menggaruk-garuk badannya, sambil duduk di tengah-tengah abu.Maka berkatalah isterinya kepadanya: "Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!" Tetapi jawab Ayub kepadanya: "Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?" Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya. (Ayub 2 : 7-10 TB)Â Â
Dengan penyakit kulit yang mengerikan ia duduk di tengah-tengah abu sambil menggosok badannya dengan sekeping beling. Isterinya menyuruh untuk segera mengutuk Allahnya dan segera mati. Tetapi kali inipun ia tetap setia.Â
Setelah kisah ini kita tidak melihat lagi karakter dan dialog Iblis pada pasal-pasal berikutnya. Apakah Iblis benar-benar telah hilang dalam kisah ini? Tidak.Â
Kita tetap melihat suatu rencana sistematis untuk menggerus iman Ayub sampai pada tiitik terendah, namun kali ini rencana itu terdapat pada diri ketiga teman-teman Ayub yang datang dan menghibur dia selama beberapa waktu lamanya.
 Mereka Zofar, Bildad dan Elifas pada awalnya hendak menghibur Ayub tentang keadaan sulit yang sedang dialaminya. Mereka datang dari negeri yang jauh karena mendengar kabar malapetaka yang menimpa sahabat mereka.Â
Tetapi seiring waktu penghiburan itu berubah menjadi tuduhan yang pada intinya Ayub pasti telah berbuat dosa dan keadaan yang sekarang dialaminya adalah akibat dosa tersebut. Sebab menurut pendapat mereka bahwa penderitaan yang amat dahsyat seperti yang dialami Ayub pastilah akibat dosa yang pernah ia perbuat.
 Kita kembali melihat bagaimana pola yang sama yang pada awalnya dikerjakan oleh Iblis kini hadir kembali tetapi dalam diri sahabat-sahabat Ayub Sendiri.Â
Apakah TUHAN membela Ayub?
Setelah TUHAN mengucapkan firman itu kepada Ayub, maka firman TUHAN kepada Elifas, orang Teman: "Murka-Ku menyala terhadap engkau dan terhadap kedua sahabatmu, karena kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub. Oleh sebab itu, ambillah tujuh ekor lembu jantan dan tujuh ekor domba jantan dan pergilah kepada hamba-Ku Ayub, lalu persembahkanlah semuanya itu sebagai korban bakaran untuk dirimu, dan baiklah hamba-Ku Ayub meminta doa untuk kamu, karena hanya permintaannyalah yang akan Kuterima, supaya Aku tidak melakukan aniaya terhadap kamu, sebab kamu tidak berkata benar tentang Aku seperti hamba-Ku Ayub. Â "Maka pergilah Elifas, orang Teman, Bildad, orang Suah, dan Zofar, orang Naama, lalu mereka melakukan seperti apa yang difirmankan TUHAN kepada mereka. Dan TUHAN menerima permintaan Ayub. Â Lalu TUHAN memulihkan keadaan Ayub, setelah ia meminta doa untuk sahabat-sahabatnya, dan TUHAN memberikan kepada Ayub dua kali lipat dari segala kepunyaannya dahulu. Kemudian datanglah kepadanya semua saudaranya laki-laki dan perempuan dan semua kenalannya yang lama, dan makan bersama-sama dengan dia di rumahnya. Mereka menyatakan turut berdukacita dan menghibur dia oleh karena segala malapetaka yang telah ditimpakan TUHAN kepadanya, dan mereka masing-masing memberi dia uang satu kesita dan sebuah cincin emas. TUHAN memberkati Ayub dalam hidupnya yang selanjutnya lebih dari pada dalam hidupnya yang dahulu; ia mendapat empat belas ribu ekor kambing domba, dan enam ribu unta, seribu pasang lembu, dan seribu ekor keledai betina. Ia juga mendapat tujuh orang anak laki-laki dan tiga orang anak perempuan;dan anak perempuan yang pertama diberinya nama Yemima, yang kedua Kezia dan yang ketiga Kerenhapukh. Â Di seluruh negeri tidak terdapat perempuan yang secantik anak-anak Ayub, dan mereka diberi ayahnya milik pusaka di tengah-tengah saudara-saudaranya laki-laki. Sesudah itu Ayub masih hidup seratus empat puluh tahun lamanya; ia melihat anak-anaknya dan cucu-cucunya sampai keturunan yang keempat. Maka matilah Ayub, tua dan lanjut umur. (Ayub 42:7- 17)Â
Tuhan membela Ayub karena seluruh perkataannya itu benar dan tulus. Meskipun ia tidak mengetahui kalau Iblis ada dalam seluruh skenario ini ia telah belajar percaya bahwa Tuhan yang ia sembah tidak akan mengecewakannya.Â
Ayub telah turun pada titik yang terendah dalam hidupnya tetapi pada titik terendah itu Tuhan justru mengangkatnya dan mengembalikan seluruh apa yang telah hilang dengan bonus dua kali lipat.Â
Sikap hati dan respon pada mulut kita amat menentukan kehidupan kita sekarang ini. Seandainya Ayub merespon dengan amarah maka kisahnya tidak akan berakhir baik seprti ini. Di tengah pusaran arus media dan kebebasan berbicara apakah perkataan kita dapat menjadi berkat atau justru mengutuk pencipta dan sesama?Â
Kisah Ayub mengingatkan kita bahwa iman kepada Sang Pencipta harus didasarkan kepada suatu hubungan dengan dirinya bukan kepada harta, keluarga dan nama baik yang hanya merupakan titipan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H