Mohon tunggu...
Ayuk Azizah
Ayuk Azizah Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Meminta Bara Api

23 Februari 2018   21:45 Diperbarui: 23 Februari 2018   21:56 209
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bila kita coba renungi, maka ada banyak nikmat yang Allah berikan kepada kita, seperti nikmat sehat sehingga kita bisa menggerakan anggota badan kita untuk beraktifitas, ada nikmat harta sehingga kita bisa mencukupi kebutuhan hidup kita sehari-hari, dan bila kita hitung-hitung pasti kita tidak akan bisa menghitung atas nikmat Allah berikan kepada kita. Lantas sudahkah kita bersyukur atas nikmat tersebut?. Ketahuilah bahwasanya Allah mencintai orang-orang yang senantiasa bersyukur, hamba yang bersyukur merupakan hamba yang di cintai oleh Allah. Allah membenci orang-orang yang kurang bersyukur atas nikmat Allah, slalu merasa kurang dengan apa yang ia miliki. Misalnya meminta-minta kepada orang lain, berbohong todak mempunyai apa-apa.

FAKTOR-FAKTOR YANG MENDORONG SESEORANG UNTUK MENGEMIS DAN MINTA-MINTA

Ada banyak faktor yang mendorong seseorang mencari bantuan atau sumbangan. Faktor-faktor tersebut ada yang bersifat permanen, dan ada pula yang bersifat mendadak atau tak terduga. Contohnya adalah sebagai berikut:

1. Faktor ketidakberdayaan, kefakiran, dan kemiskinan yang dialami oleh orang-orang yang mengalami kesulitan untuk mencukupi kebutuhan keluarga sehari-hari. Karena mereka memang tidak memiki gaji tetap, santunan-santunan rutin atau sumber-sumber kehidupan yang lain. Sementara mereka sendiri tidak memiliki keterampilan atau keahlian khusus yang dapat mereka manfaatkan untuk menghasilkan uang. Sama seperti mereka ialah anak-anak yatim, orang-orang yang menyandang cacat, orang-orang yang menderita sakit menahun, janda-janda miskin, orang-orang yang sudah lanjut usia sehingga tidak sanggup bekerja, dan selainnya.

2. Faktor kesulitan ekonomi yang tengah dihadapi oleh orang-orang yang mengalami kerugian harta cukup besar. Contohnya seperti para pengusaha yang tertimpa pailit (bangkrut) atau para pedagang yang jatuh bangkrut atau para petani yang gagal panen secara total. Mereka ini juga orang-orang yang memerlukan bantuan karena sedang mengalami kesulitan ekonomi secara mendadak sehingga tidak bisa menghidupi keluarganya. Apalagi jika mereka juga dililit hutang yang besar sehingga terkadang sampai diadukan ke pengadilan.

3. Faktor musibah yang menimpa suatu keluarga atau masyarakat seperti kebakaran, banjir, gempa, penyakit menular, dan lainnya sehingga mereka terpaksa harus minta-minta.

4. Faktor-faktor yang datang belakangan tanpa disangka-sangka sebelumnya. Contohnya seperti orang-orang yang secara mendadak harus menanggung hutang kepada berbagai pihak tanpa sanggup membayarnya, menanggung anak yatim, menanggung kebutuhan panti-panti jompo, dan yang semisalnya. Mereka ini juga adalah orang-orang yang membutuhkan bantuan, dan biasanya tidak punya simpanan harta untuk membayar tanggungannya tersebut tanpa uluran tangan dari orang lain yang kaya, atau tanpa berusaha mencarinya sendiri walaupun dengan cara mengemis.

    Dalam pandangan Islam, sering dinyatakan bahwa Kemiskinan mendekatkan diri kepada kekufuran dan kita boleh menambahkan dengan kemiskinan juga mendekatkan diri kepada kezaliman. Secara sederhana kita defenisikan kufur (asal kata kekufuran) sebagai perbuatan ingkar kepada Allah. Sedangkan zalim (asal kata kezaliman, di dalam Al Qur'an disebutkan sebanyak 135 kali) diartikan sebagai perbuatan aniaya atau perbuatan buruk. Toshihiko Izutsu seorang ahli linguistik dan ahli Islam Jepang mengatakan bahwa zalim merupakan varian dari sikap dan perilaku kufur. Jika merujuk pada pendapat beberapa pakar agama yang membedakan kekufuran sebagai dosa manusia terhadap Allah sedangkan kezaliman sebagai dosa manusia terhadap sesama manusia, maka kemiskinan memang berkecenderungan mendekatkan manusia kepada dosa terhadap Allah dan juga terhadap sesama manusia.

    Maka dari itu islam tidak mensyari'atkan meminta-minta dengan kebohongan dan menipu. Alasannya bukan hanya melanggar dosa, tetapi juga karena perbuatan tersebut dianggap mencemari perbuatan baik dan merampas hak orang-orang miskin yang membutuhkan bantuan. Bahkan hal itu juga merusak citra baik orang miskin yang tidak mau minta-minta dan orang-orang yang mencintai kebajikan. Pengemis yang benar-benar meminta bantuan secara riil (kenyataan hidup). Pengemis yang benar-benar dalam keadaan menderita karena harus menghadapi kesulitan mencari makan sehari-hari. Sebagian besar mereka justru orang-orang yang masih memiliki harga diri dan ingin menjaga kehormatannya. Meraka tidak mau meminta dengan cara cuma-cuma kepada orang lain, dengan cara mendesah sambil mengibah-ibah. Atau mereka merasa malu menyandang predikat pengemis yang di anggap telah merusak nama baik agama dan mengganggu nilai-nilai etika serta menyalahi tradisi di masyarakat sekitar.

    Sedangkan pengemis gadungan yang pintar memainkan sandiwara dan tipu muslihat selain mengetahui rahasia-rahasia dan trik-trik mengemis. Mereka juga memiliki kepiawaian serta pengalaman yang dapat menyesatkan anggapan masyarakat, dan melilih cela-cela yang strategis. Selain itu mereka juga memiliki berbagai pola mengemis yang dinamis, seperti bagaimana menarik simpati dan belas kasihan orang lain yang menjadi sasatan. Misalnya, membawa anak kecil pura-pura luka, bawa map sumbangan yang tidak jelas, mengeluh kelurganya sakit padahal tidak, ada juga yang mengemis dengan memakai pakean rapi dengan memakai jas, dan lainya untuk menipu dan membohongi orang lain. Ada Hadist yang menerangkan tentang perkara tersebut,

Yang artinya: "Dari Abu Hurairah ra berkata, Rasulullah SAW bersabda: Barang siapa meminta-minta harta kepada orang lain dalam rangka untuk memperbanyak (hartanya). Sesungguhnya ia meminta bara api. Maka hendaklah ia mempersedikit atau memperbanyaknya " (HR. Muslim).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun