Manusia merupakan makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial berinteraksi dengan orang lain dalam memenuhi kebutuhannya (Dwijanti, 2000). Manusia seringkali mengalami konflik yang didefinisikan sebagai interaksi antara pihakpihak yang saling memiliki ketergantungan dan mempersepsikan adanya maksud, tujuan dan nilai yang bertentangan serta melihat bahwa pihak lain berpotensi untuk menghalangi tercapainya tujuan, maksud, atau nilai tersebut.
Konflik adalah suatu bentuk pertentangan, perselisihan dalam sebuah interaksi yang terjadi karena adanya perbedaan dalam hal minat dan persepsi (Chaplin, 1999). Trisni (2000) menjelaskan bahwa konflik interpersonal adalah suatu hal yang tidak terhindarkan dalam kelompok sosial. Pengertian lain dari Trisni (2000) bahwa konflik interpersonal adalah suatu konsekuensi dari komunikasi yang buruk, salah pengertian, salah perhitungan, dan proses-proses lain yang tidak kita sadari. Menurut De Vito komunikasi interpersonal dapat didefiniskan sebagai "komunikasi antar pribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek dan umpan balik yang langsung" (Liliweri, 1997, p.12). Menurut Mulyana (2005) komunikasi Interpersonal dapat didefinisikan "memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal.
Frost & Wilmot (1978) dalam Mulyana (2002) mendefinisikannya sebagai suatu "perjuangan yang diekspresikan antara sekurang-kurangnya dua pihak yang saling bergantung, yang mempersepsi tujuan-tujuan yang tidak sepadan, imbalan yang langka, dan gangguan dari pihak lain dalam mencapai tujuan mereka". Konflik berasal dari kata confligere yang artinya "bersama" atau "bersaling-saling" dan fligere yang artinya "tubruk" atau "bentur". Adapun konflik secara harfiah adalah perbenturan antara dua pihak yang tengah berjumpa dan bersilang jalan pada suatu titik kejadian, yang berujung pada terjadinya benturan. Sedangkan secara umum konflik didefinisikan sebagai suatu peristiwa yang timbul karena adanya niat-niat disengaja antara pihak-pihak yang berkonflik itu.
Rakhmat (Soelarso, Soebekti, & Mufid, 2005) menjelaskan bahwa secara psikologis selama proses komunikasi interpersonal berlangsung maka dalam diri komunikasi akan terjadi proses sensasi, memori, persepsi, dan berpikir. Keempat proses ini merupakan tahapan ketika seseorang menerima pesan hingga menghasilkan respon. Sensasi adalah saat stimulus ditangkap oleh indera manusia (senses) selanjutnya dirubah menjadi impuls melalui syaraf dan dipahami oleh otak manusia. Puzideastuti (2004) mengatakan bahwa penyelesaian konflik interpersonal salah satunya dipengaruhi oleh faktor pribadi (kepribadian). Pendapat ini dipertegas oleh Rue dan Byars (2007) yang mengemukakan bahwa konflik interpersonal atau konflik antara dua atau lebih individu diakibatkan oleh banyak faktor, yang sering terjadi adalah karena adanya perbedaan kepribadian.
Konflik memang sering dianggap dengan hal yang negattif, jika dikelola dengan baik konflik dapat menjadi peluang untuk pertumbungan dan pengembangan hubungan antar individu. Di dalam artikel ini membahas tentang pentingnya mengelola konflik dalam komunikasi interpersonal yang sering sekali muncul dalam hubungan sehari-hari. Penyebab terjadinya konflik disebabkan oleh perbedaan pendapat, tujuan, ataupun nilai. Oleh karena itu, pentingnya kita semua memiliki strategi yang efektif dalam mengelola konflik agar dapat menjaga hubungan tetap harmonis.
Pentingnya komunikasi interpersonal dalam mengelola konflik
Disini akan dijelaskan tentang mengelola konflik dengan baik sangat penting karena dapat :
1.Mencegah kerusakan hubungan
Konflik yang tidak ditangani dengan baik dapat merusak hubungan antar individu, baik di tempat kerja maupun dalam kehidupan pribadi. Ketidakpuasan yang tidak diungkapkan dapat menumpuk dan menyebabkan ketegangan yang lebih besar di masa depan.
2.Meningkatkan kinerja tim
Dalam konteks organisasi, konflik yang dikelola dengan baik dapat meningkatkan kreativitas dan inovasi. Berbagai perspektif dapat diintegrasikan untuk menghasilkan solusi yang lebih baik. Penelitian menunjukkan bahwa tim yang mampu mengelola konflik dengan baik cenderung memiliki kinerja yang lebih tinggi (Tjosvold, 2008).
3.Mendorong pertumbuhan pribadi
Menghadapi dan menyelesaikan konflik dapat membantu individu untuk berkembang secara emosional dan sosial. Proses ini memungkinkan individu untuk belajar tentang diri mereka sendiri dan orang lain, serta meningkatkan keterampilan komunikasi dan negosiasi.
Strategi mengelola konflik :
1.Komunikasi yang terbuka dan jujur
Komunikasi yang terbuka dan jujur adalah proses di mana individu saling bertukar informasi, perasaan, dan pendapat dengan cara yang transparan dan tanpa menyembunyikan fakta. Komunikasi yang terbuka dan jujur sangat penting dalam membangun hubungan yang sehat, baik dalam konteks pribadi maupun profesional, karena dapat mencegah kesalahpahaman, mengurangi konflik, dan meningkatkan kolaborasi.
2.Menggunakan pendekatan kolaboratif
Pendekatan kolaboratif adalah metode dalam mengelola konflik yang menekankan kerja sama antara pihak-pihak yang terlibat untuk mencapai solusi yang saling menguntungkan. Dengan menggunakan pendekatan kolaboratif, individu dapat mengubah konflik menjadi peluang untuk pertumbuhan dan pengembangan, serta menciptakan solusi yang lebih berkelanjutan dan memuaskan bagi semua pihak yang terlibat.
3.Mengelola emosi
Mengelola emosi adalah proses yang melibatkan pengenalan, pemahaman, dan pengendalian emosi yang muncul dalam situasi tertentu, terutama saat menghadapi konflik atau stres. Mengelola emosi dengan baik sangat penting untuk menjaga kesehatan mental, meningkatkan hubungan interpersonal, dan menciptakan lingkungan yang lebih positif, baik di tempat kerja maupun dalam kehidupan pribadi.
4.Menerapkan teknik negosiasi
Menerapkan teknik negosiasi adalah proses di mana individu atau kelompok berusaha mencapai kesepakatan yang saling menguntungkan melalui dialog dan kompromi. Dengan menerapkan teknik negosiasi yang efektif, individu dapat meningkatkan peluang untuk mencapai hasil yang positif dan membangun hubungan yang lebih baik dengan pihak lain.
5.Membangun hubungan yang kuat
Membangun hubungan yang kuat adalah proses menciptakan ikatan yang saling percaya dan mendukung antara individu, baik dalam konteks pribadi maupun profesional. Dengan menerapkan prinsip-prinsip ini, individu dapat membangun hubungan yang kuat dan berkelanjutan, yang tidak hanya bermanfaat dalam mengelola konflik tetapi juga dalam menciptakan lingkungan yang positif dan produktif.
KesimpulanÂ
Manusia sebagai makhluk individu dan sosial tidak dapat terhindar dari konflik, yang sering kali muncul akibat perbedaan pendapat, tujuan, dan nilai. Konflik interpersonal, meskipun sering dianggap negatif, dapat menjadi peluang untuk pertumbuhan dan pengembangan hubungan jika dikelola dengan baik. Dalam konteks ini, komunikasi interpersonal memainkan peran yang sangat penting dalam mengelola konflik.
Pentingnya mengelola konflik terletak pada kemampuannya untuk mencegah kerusakan hubungan, meningkatkan kinerja tim, dan mendorong pertumbuhan pribadi. Dengan menerapkan strategi yang efektif, seperti komunikasi yang terbuka dan jujur, pendekatan kolaboratif, pengelolaan emosi, teknik negosiasi, dan membangun hubungan yang kuat, individu dapat menciptakan lingkungan yang lebih harmonis dan produktif.
Dengan demikian, pengelolaan konflik yang baik tidak hanya membantu menyelesaikan masalah yang ada, tetapi juga memperkuat ikatan antar individu, meningkatkan kolaborasi, dan menciptakan suasana yang mendukung pertumbuhan dan inovasi. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk mengembangkan keterampilan dalam mengelola konflik agar dapat berinteraksi secara lebih efektif dan membangun hubungan yang lebih baik dalam kehidupan sehari-hari.
https://bk.fip.unesa.ac.id/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H