Mohon tunggu...
Ayu Martaning Yogi A
Ayu Martaning Yogi A Mohon Tunggu... Lainnya - Just ordinary girl

Menyukai Dunia Literasi, Tertarik pada Topik Ekonomi, Sosial, Budaya, serta Pengembangan Diri

Selanjutnya

Tutup

Money

Memaksimalkan Potensi Industri Halal Indonesia Melalui Kolaborasi Lembaga Keuangan Syariah

24 November 2019   12:52 Diperbarui: 24 November 2019   13:00 646
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kata "halal" identik dengan umat muslim, namun perkembangan industri halal terlihat berkembang di negara yang justru mayoritas non-muslim. Fakta tersebut terlihat dari Jepang yang telah memiliki halal park, Singapore dan Korea Selatan yang telah memiliki restoran-restoran bersertifikasi halal. Hal tersebut menunjukkan bahwa "halal" bukan sekedar label namun telah menjadi lifestyle.

Indonesia sebagai negara dengan mayoritas penduduk muslim terbanyak di dunia belum memaksimalkan potensi tersebut. Indonesia masih berfokus pada industri makanan, kosmetik serta farmasi halal. Oleh karena itu, sinergi antar lembaga pemerintahan berupaya memaksimalkan potensi Indonesia sebagai pusat industri halal.

Salah satu upaya dari Kementerian Perindustrian ialah membentuk kawasan indutri halal dengan target penyelesaian tahun 2020. Hal tersebut merupakan bentuk nyata kebijakan pemerintah dalam mengembangkan potensi industri halal di Indonesia. Namun, terdapat pekerjaan rumah mengenai masalah pembiayaan bagi pelaku usaha industri halal yang patut menjadi perhatian. Dalam hal ini, mengenai peran lembaga keuangan syariah yang belum maksimal.

Lembaga keuangan syariah dianggap sinkron dengan pengembangan industri halal karena prinsip syariah yang melekat. Namun, pangsa pasar bank syariah yang masih pada kisaran 5%, hal ini juga terlihat dari jenis lembaga keuangan syariah lainnya misalnya asuransi syariah, pegadaian syariah, pasar modal syariah, serta BMT. Oleh karena itu, momentum pengembangan industri halal di Indonesia ini, sebaiknya dapat dimanfaatkan bagi pelaku industri halal serta lembaga keuangan syariah untuk bersinergi serta berkolaborasi.

Kolaborasi dan sinergi antara pelaku usaha industri halal dan lembaga keuangan syariah merupakan bentuk win-win solustion bagi keduanya. Terkait dengan masalah pembiayaan, maka pelaku usaha akan memperoleh suntikan dana untuk pengembangan usahanya melalui lembaga keuangan syariah misalnya bank syariah, BMT, atau BPRS, pegadaian syariah. Pada sisi yang lain, maka lembaga keuangan syariah dapat meningkatkan pangsa pasarnya di Indonesia. Melihat kondisi serta manfaat tersebut maka kolaborasi dan sinergi antar keduanya merupakan suatu urgensi yang harus segera dieksekusi pelaksanaannya.

Peran Bank Syariah bagi Pengembangan Industri Halal di Indonesia

Seperti bank pada umumnya, bank syariah juga memiliki fungsi utama sebagai penghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat. Hanya saja, kegiatan operasionalnya berdasarkan akad-akad tertentu yang dianggap sesuai dengan prinsip syariah. Mengingat fungsi utamanya yang juga sebagai penyalur dana, maka pelaku usaha dapat memanfaatkannya untuk memperoleh pembiayaan atas usaha yang dijalankannya.

Berbagai akad pembiayaan dapat dimanfaatkan sesuai dengan keperluan pelaku usaha. Dua diantaranya adalah akad murabahah dan mudharabah. Akad murabahah merupakan akad pembiayaan dengan skema jual beli, dimana skema pembayarannya adalah harga pokok ditambah dengan margin (keuntungan ban syariah). Keuntungan akad pembiayaan ini adalah, jumlah angsuran tetap sampai dengan jangka waktu pelunasan. Dengan memanfaatkad akad murabahah, maka pelaku usaha dapat melakukan perencanaan keuangan, mulai dari target penjualan untuk mencapai target laba yang dinginkan, serta membayar potensi pengeluaran dan pembayaran angsuran setiap bulannya.

Akad pembiayaan lainnya adalah adalah akad pembiayaan mudharabah atau kerjasama merupakan akad pembiayaan dengan skema bagi hasil. Dalam akad ini, bank berperan sebagai pemberi modal atas usaha nasabah (pelaku usaha). Skema akad ini memungkinkan nasabah melakukan pembayaran angsuran secara lebih fleksibel, karena pembayaran yang dilakukan disesuaikan dengan tingkat keuntungan usaha.

Pemanfaatan fasilitas pembiayaan melalui bank syariah merupakan salah satu perwujudan ekosistem halal. Mulai dari pembiayaan kemudian proses usaha, produk yang dihasilkan, serta proses penjualan dilakukan sesuai dengan kriteria atau standar kehalalan yang ada. Sinergi tersebut tentunya diharapkan dapat mempercepat pertumbuhan industri halal, serta meningkatkan inklusi keuangan syariah di Indonesia, dan memberikan stimulus gaya hidup halal (halal lifestyle) di Indonesia.

Sinergi Industri Keuangan Non-Bank (INKB) Syariah sebagai Upaya Pengembangan Industri Halal di Indonesia
Industri keuangan yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha dalam industri halal tidak hanya bank syariah, tetapi juga dapat dilakukan melalui INKB. Berbagai jasa layanan keuangan dapat diakses melalui INKB, misalnya pengadaian syariah, asuransi syariah, BMT, serta bank wakaf mikro. Pelaku usaha dapat menyesuaikan layanan yang ingin digunakan sesuai dengan kebutuhan mereka.

Terkait dengan kebutuhan pendanaan, maka pelaku usaha dapat mengaksesnya melalui pegadaian syariah, BMT ataupun bank wakaf mikro. Pegadaian syariah dapat dimanfaatkan melalui layanan gadai yang ada. Kita dapat menggadaikan barang berharga untuk menambah modal usaha melalui pegadaian syariah. berupa emas baik perhiasan maupun emas batang. Kita dapat memperoleh pinjaman dana sesuai dengan nilai taksiran barang yang kita gadaikan. Kita dapat mengambil kembali barang yang kita gadaikan setelah kita melunasi kembali pinjaman atas barang yng kita gadaikan.

BMT atau Baitul Maal wa Tamwil merupakan lembaga keungan mikro yang berfungsi menghipun dan menyalurkan dana untuk mendukung roda perekonomian. Selain itu, BMT juga menerima titipan zakat, infak, serta sedekah untuk disalurkan pada usaha-usaha produktif. Dengan konsep yang hampir sama, terdapat bank wakaf mikro yang menghimpun dana dari donatur kemudian menyalurkannya ke usaha produktif ke pelaku usaha skala kecil. Dengan BMT dan bank wakaf mikro yang berfokus pada skala kecil, maka pelaku usaha industri halal skala kecil pun dapat terfasilitasi.

Dunia usaha penuh ketidakpastian, dalam mengantisipasi risiko para pelaku usaha dapat memanfaatkan asuransi syariah sebagai upaya antisipasi. Risiko yang dapat diasuransikan diantaranya risiko harta benda dari bencana, kebakaran atau hal-hal tidak terduga lainnya, asuransi uang, pengangkutan dan risiko lain yang melekat pada jenis usaha. Dengan memanfaatkan asuransi syariah, maka pelaku usaha dapat meminimalisasi risiko usaha yang ada.

Ekosistem Halal sebagai Bentuk Sinergi Industri

Sinergi antar industri yaitu industri jasa keuangan syariah serta industri rill yang halal diperlukan untuk mewujudkan ekosistem halal. Pelaku usaha dapat terfasilitasi melalui pendanaan dari lembaga keuangan syariah sehingga dapat memaksimalkan usahanya. Sebaliknya, lembaga keuangan syariah dapat meningkatkan pangsa pasarnya di Indonesia.

Selain itu, halal lifestyle juga berkembang karena proses industri halal terwujud, karena ada permintaan atas barang dan jasa berlabel halal. Dengan demikian dapat tercipta ekosistem halal mulai dari pembiayaan, proses industri, serta minimalisasi risko atas usaha.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun