Mohon tunggu...
Ayu Amelia
Ayu Amelia Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Purwanto Tukang Ukir; Sekolahkan Anak Keperguruan Tinggi

28 April 2019   19:09 Diperbarui: 29 April 2019   14:53 104
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tukang ukir, profesi umum bagi warga Jepara yang dikenal sebagai kota ukir. Namun saat ini profesi sebagai tukang ukir banyak ditinggalkan. Tetapi, itulah profesi yang sampai saat ini masih dijalani Purwanto seorang ayah dari 3 orang putri.

Pekerjaan yang dijalani kurang lebih hampir 30 tahun dengan penuh tanggung jawab untuk menafkahi keluarganya.

Laki-laki kelahiran Jepara, 10 April 1971 ini lahir dari keluarga sederhana pasangan Bapak Darjo Seniman (Alm) dan Ibu Samirah (Alm) anak kelima dari 7 bersaudara ini sedari kecil dibesarkan oleh pasangan Bapak Sarlim dan Ibu Ngapinah (Alm) di desa Jerukwangi.

Purwanto kecil dibiasakan untuk hidup mandiri, dari umur 7 tahun menggembala kambing, kerbau, sapi sembari mencari kayu bakar untuk di jual ke rumah-rumah yang membutuhkan. Uang hasil penjualan kayu bakar digunakan Purwanto sebagai uang saku sekolah. Meski hanya tamatan SD tetapi Purwanto tetap bekerja keras untuk tidak menyusahkan orang tua angkatnya.

Purwanto
Purwanto
Beranjak remaja Purwanto berkeinginan untuk belajar mengukir kayu dengan tujuan nantinya dapat bekerja dan membantu perekonomian keluarga. Beliau belajar ditempat orang yang bekerja mengukir selama kurang lebih 7 bulan. Setelah menguasai tentang pertukangan khususnya dalam hal ukir kayu beliau bekerja di Jepara mengukir ranjang tempat tidur yang dulu dibayar 2.500 per satuan lembar kayu.

Dengan penghasilan yang pas-pasan di Jepara Purwanto memberanikan diri untuk merantau ke Jakarta dengan harapan mendapatkan penghasilan lebih dibandingkan beliau bekerja di Jepara untuk kehidupan yang lebih baik.

Di Jakarta beliau bekerja kurang lebih 1 tahun, tetapi dalam hati beliau merasa lebih nyaman bekerja di kota sendiri karena lebih dekat dengan keluarga serta kerabatnya disini hingga beliau memutuskan untuk pulang ke Jepara.

Sepulangnya dari perantauan Purwanto bekerja di desa Sukodono, Tahunan Jepara sekitar tahun 1990 sampai sekarang dengan penghasilan kurang lebih Rp 800.000,- perbulan tergantung dari seberapa banyak hasil ukiran yang didapat.

Walaupun dengan gaji yang relatif kecil, Purwanto tetap menerima dengan penuh syukur beliau menganggap bahwa "Semua pekerjaan yang dijalani dengan ikhlas dan bersyukur akan menjadi berkah untuk keluarga nantinya" selain pekerjaannya sebagai tukang ukir beliau juga memiliki pekerjaan sampingan menjadi Linmas Desa Jerukwangi meski pekerjaan sampingan tersebut tidak menentu.

Menjalani profesi sebagai tukang ukir tidak membuat Purwanto terbebas dari berbagai hambatan dan masalah mulai dari komplain boss, pesanan gambar yang rumit tetapi harga yang diberikan tidak sesuai sampai dengan keterlambatan barang untuk di produksi. Tetapi Purwanto terus bersabar mengahadapi segala hambatan yang beliau yakini sebagai ujian yang sedang dijalaninya.

Dari pekerjaanya menjadi tukang ukir Purwanto mampu menyekolahkan ketiga putrinya meski baru satu putrinya yang sampai ke perguruan tinggi. Beliau mengajarkan kepada putri-putrinya untuk menjadi anak yang mandiri, pantang menyerah serta selalu berusaha dan tidak lemah meski anak perempuan jangan sampai dianggap remeh oleh orang lain.

Purwanto menambahkan "Menjadi seorang tukang ukir bukan profesi yang rendahan tetapi sayangnya generasi muda sekarang lebih memilih untuk bekerja di pabrik dengan gaji tinggi dibanding belajar budaya sendiri terlebih ukir kayu Jepara" ujar beliau. 

(AyuAmelia )

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun