Mohon tunggu...
Ayu Dyah Pratiwi
Ayu Dyah Pratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

A seven-years experienced poet with excellent writing skills, story telling, copy writing, creative thinking, attention to details, and good taste.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Kreativitas Manusia vs. Kreativitas AI dan Kaitannya dengan Teori Derrida

7 Januari 2025   00:40 Diperbarui: 7 Januari 2025   00:40 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
AI VS Human Creativity (Source: Pinterest)

Di era digital saat ini, kecerdasan buatan (AI) telah merambah hingga ke aspek kehidupan, termasuk dunia seni dan kreativitas. AI sendiri memiliki kemampuan untuk menghasilkan karya seni, musik, dan tulisan, yang akhirnya memicu perdebatan mengenai batasan antara kreativitas manusia dan mesin. Artikel ini akan membahas mengenai kontroversi tersebut dan mengaitkannya dengan teori Jacques Derrida, yakni tokoh filsuf kontemporer Prancis yang dianggap sebagai pengusung tema dekonstruksi di dalam filsafat pascamodern.

Kreativitas Manusia vs. Kreativitas AI

Kreativitas pada dasarnya dianggap sebagai domain eksklusif manusia, melibatkan emosi, intuisi, dan pengalaman pribadi. Namun, dengan kemajuan AI, mesin kini mampu menghasilkan karya yang meniru atau bahkan menyaingi hasil kreativitas manusia. Misalnya, AI dapat menciptakan lukisan, komposisi musik, dan puisi yang sulit dibedakan dari karya manusia. Hal ini menimbulkan pertanyaan: apakah AI benar-benar kreatif, atau sekadar meniru pola yang ada?

Menurut sebuah artikel di Universitas Telkom, kehadiran AI dalam seni dianggap sebagai gebrakan revolusioner yang mengubah paradigma kreativitas manusia. AI dapat menjadi alat bantu yang mendukung proses seni, membuka peluang bagi kolaborasi antara manusia dan mesin.

Pandangan Derrida: Dekonstruksi Kreativitas

Jacques Derrida adalah seorang filsuf Prancis yang dikenal dengan gagasannya tentang dekonstruksi, sebuah pendekatan filosofis yang bertujuan untuk membongkar struktur-struktur pemikiran yang selama ini dianggap mapan. Salah satu fokus utama Derrida adalah menantang konsep oposisi biner, seperti manusia vs. mesin, benar vs. salah, atau kreator vs. alat. 

Dalam dekonstruksi, Derrida menunjukkan bahwa oposisi biner ini sering kali menyembunyikan hierarki, di mana salah satu pihak dianggap lebih superior daripada yang lain. Dalam konteks kreativitas manusia dan AI, pendekatan ini mengajak kita untuk mempertanyakan apakah perbedaan yang diciptakan antara keduanya benar-benar setegas yang kita bayangkan.

Kontroversi dan Tantangan

Meskipun AI menawarkan potensi besar dalam dunia seni, ada beberapa kontroversi dan tantangan yang perlu dipertimbangkan:

  1. Hak Cipta dan Kepemilikan: Siapa yang memiliki hak atas karya yang dihasilkan oleh AI? Apakah pencipta algoritma, pengguna, atau AI itu sendiri? Isu ini menjadi semakin kompleks seiring dengan meningkatnya kualitas karya yang dihasilkan oleh AI. 

  2. Nilai Seni: Apakah karya yang dihasilkan oleh AI memiliki nilai artistik yang sama dengan karya manusia? Beberapa kritikus berpendapat bahwa tanpa pengalaman manusia, karya AI mungkin kurang memiliki kedalaman emosional.

  3. Etika dan Penggunaan: Penggunaan AI dalam seni dapat menimbulkan pertanyaan etis, seperti potensi penggantian peran seniman manusia dan dampaknya terhadap industri kreatif. Selain itu, penggunaan data tanpa izin untuk melatih AI juga menjadi isu yang perlu diperhatikan.

Studi Kasus: AI dalam Musik dan Seni Visual

Dalam dunia musik, AI telah digunakan untuk menciptakan komposisi baru yang meniru gaya komponis terkenal. Misalnya, AI telah berhasil menciptakan komposisi dalam gaya Beethoven yang diterima dengan baik oleh kritikus musik. Namun, pertanyaan tetap ada mengenai orisinalitas dan nilai artistik dari komposisi tersebut.

Di bidang seni visual, AI seperti DALL-E dan MidJourney mampu menghasilkan gambar berdasarkan deskripsi teks. Hasilnya seringkali mengesankan, namun menimbulkan pertanyaan tentang peran seniman manusia dan dampak AI terhadap industri seni.

Pendekatan Dekonstruktif terhadap Kreativitas AI

Dengan menerapkan teori dekonstruksi Derrida, kita dapat melihat bahwa batas antara kreativitas manusia dan AI tidaklah tegas. Dekonstruksi mendorong kita untuk mempertanyakan asumsi dan hierarki yang ada, membuka ruang untuk interpretasi dan pemahaman baru. Dalam konteks ini, AI dapat dilihat sebagai mitra dalam proses kreatif, bukan sebagai ancaman atau pengganti.

Sebagai contoh, dalam arsitektur, pendekatan dekonstruktif telah digunakan untuk menciptakan desain yang menantang konvensi tradisional. Dengan menggabungkan AI dalam proses desain, arsitek dapat mengeksplorasi bentuk dan struktur baru yang sebelumnya tidak terpikirkan.

Kesimpulannya, kontroversi mengenai AI dan kreativitas manusia menantang kita untuk mempertimbangkan kembali definisi dan batasan kreativitas. Dengan mengadopsi pendekatan dekonstruktif Derrida, kita dapat melihat bahwa kreativitas tidak harus dibatasi oleh oposisi biner antara manusia dan mesin. Sebaliknya, kolaborasi antara keduanya dapat membuka peluang baru dalam dunia seni dan inovasi.

Penting bagi kita untuk terus berdiskusi dan mengeksplorasi implikasi etis, filosofis, dan praktis dari integrasi AI dalam proses kreatif, memastikan bahwa teknologi digunakan untuk memperkaya, bukan mengurangi, nilai dan makna seni dalam kehidupan manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun