"Tentu saja. Perempuan itu tidak akan dibawa pergi jauh. Ia masih berada di salah satu sudut kota ini, di mana tikus-tikus bodoh itu menyembunyikannya di dalam got."
Laki-laki lainnya menyeringai. "Cepat atau lambat kita akan mendapatkannya. Sayang sekali mata, hidung, dan bibir yang indah itu harus kita cabik-cabik."
“Dan kita akan mengirimkan telinganya masing-masing kepada dua orang itu. Ah, aku mencium aroma keberhasilan kita ..."
Prang!
Sialan.
"Maaf, maaf. Saya akan ganti!" Cepat-cepat aku membantu pelayan yang tergopoh-gopoh datang dan membersihkan pecahan cangkir.
Kedua laki-laki itu ikut memerhatikanku seperti pengunjung lain di kafe ini. Salah satu dari mereka—laki-laki yang memiliki mata tajam tidak sengaja bersitatap dengan mataku.
Damn!
Detik kemudian laki-laki itu seketika terbelalak.
"Bukankah itu dia?!" serunya sembari menunjukku.
Aku segera berlari keluar kafe. Mengabaikan jeritan para pengunjung yang menyusul sebuah suara tembakan. Melupakan fakta bahwa aku belum membayar kopi dan mengganti cangkir yang kupecahkan itu. Ah, siapa pula yang masih peduli kalau ada tembakan pistol dari dalam kafe?