"Healthcare is about a patient,not the doctors" - Dr.Thobias Ganter
Coba sejenak deh kita bayangin bagaimana saat kita dalam keadaan sakit dan terbangun dari lelap ,kemudian melihat jajaran obat berisi pil warna warni,ada juga yang berbentuk larutan. Tidak semua harus ditelan dengan makanan, Ada juga yang harus memerlukan alat lain seperti pipa,jarum suntik,dll untuk bisa menyerap obat yang diperlukan. Dan semua itu mungkin membuat kita enggan untuk memakai obat kembali.
Padahal untuk mendapatkan obat tersebut,kita semua menghabiskan waktu mengantre 3 jam  untuk menemui dokter di tambah 3 jam mengantre resep dokter .
Namun ,pertemuan dengan Dokter tersebut Hanya lima belas menit . Saya pun pernah merasakan hal seperti ini saat dulu sedang hamil dan harus mengantre ke dokter kandungan hingga larut malam.
Belum sempat menanyakan banyak pertanyaan,perawat sudah datang mengingatkan kembali kunjungan berikutnya secara cepat karena pasien lain sudah menunggu .
Masalah seperti ini dikenal dengan istilah "The waiting game" yang menyebabkan ketidakpatuhan pengobatan (medication non-adherence) pada pasien karena sudah lama menunggu antrean.
Di daerah pedesaan, antrean panjang hadir Karena langkanya dokter di suatu tempat sehingga pasien hanya bisa memeriksakan dirinya pada sebuah klinik terdekat yang bisa saja berjarak lebih dari 10 km.
Waiting game juga dialami para nasabah asuransi,berapa lama petugas operasional tiba untuk mengecek kondisi kendaraannya yang mengalami kecelakaan? Bisa 7-14 Hari,belum lagi menunggu bengkel datang untuk mengecek kondisi fisik,waktu menunggu sangat lama padahal Kita butuh mobilnya bisa segera di pakai.
Kemudian, di sesuaikan dengan kondisi pandemi seperti saat ini contohnya, mari Kita bayangkan jika seorang pasien telah di fasilitasi oleh negara secara gratis untuk menjalani screening atau pengobatan tetapi  orang tersebut malah menolak untuk di periksa karena takut .
Hal ini telah terjadi dibeberapa daerah ,terutama di pasar pasar yang sangat riskan serta menjadi target pemeriksaan rapid test secara massal untuk melakukan screening Covid-19.
Hingga suatu ketika,jika penyakit nya semakin parah atau telah terjangkit serta memerlukan biaya yang lebih besar untuk pengobatannya, Negara juga yang tetap menanggung biaya kesehatannya.
Kasus ketidakpatuhan dalam berobat ini juga banyak terjadi di negara maju seperti Amerika Serikat. Data US National Library of Medicine National Institute of Health menunjukkan bahwa dari 42% dari 9202 yang menjadi sample penelitian ,termasuk dalam kategori tidak patuh pada pengobatan. Hal ini menyebabkan pemerintah Amerika mengeluarkan biaya kesehatan sekitar USD100juta sd USD 290juta setiap tahunnya untuk menanggung dampak dari ketidakpatuhan pasien.
Kini ,secara perlahan teknologi nenuntun Kita melewati masa kelam tersebut . Shifting telah terjadi pada industri kesehatan. Prof.Michio Kaku menyebutkan,ada 3 tahap shifting dalam perkembangan medis ,diantaranya :
1. Ketika ilmu sihir berperan dalam menyembuhkan penyakit ,dan membuat Masa hidup manusia berkisar 20-30 tahun. Pada Abad 12,seorang dokter dengan panggilan John of Gaddesen telah menemukan penyebab penyakit pada saat itu karena kerasukan. Teori tersebut tentunya banyak digunakan ,apalagi di Indonesia. Anda pasti pernah mendengar kalau praktik pengobatan penyakit melalui pengusiran hal hal mistis, bukan?
2. Tahap kedua terjadi saat pemeliharaan kesehatan menggunakan vaksin dan antibiotic yang membuat lompatan tingkat harapan hidup manusia berkisar 70 tahun. Sama Hal nya masa pandemi saat ini , Kita sedang menunggu ditemukannya vaksin yang mampu melawan Covid-19.
3. Tahap dimana manusia mampu memprediksi penyakit apa yang dimilikinya beberapa tahun kemudian,ilmu medis ini di kenal dengan "Precision Medicine". Siapa pun akan bisa memiliki data mengenai kondisi setiap organ yang bekerja pada tubuhnya dan bisa memeriksa kondisi kesehatannya dimanapun serta kapan pun secara real time.
Ya, praktek pengobatan akan bergeser ke pencegahan.
Telemedis adalah salah satu contoh awal bagaimana telah mengubah dunia kesehatan. Istilah Artificial intelligence, block chain dan big data  adalah istilah yang sangat melekat pada fenomena Disruption.
Bagaimana dengan industri kesehatan? Masa depan healthcare akan memperlihatkan bagaimana kelak Kita tidak perlu mengantre di rumah sakit lagi sebab Kita dapat berkonsultasi dengan Dokter ,mengetahui kondisi kesehatan dan mendapatkan obat Hanya dengan sebuah layar kaca dengan teknologi artificial intelligence , misalnya saat iniÂ
Kita memiliki aplikasi Halodoc atau aplikasi Ishrine yang sejenisnya. Teknologi ini seakan mampu menjawab perilaku pasien yang bergantung pada dokter menjadi mandiri. Efisiensi dalam proses media tentu akan membuat ruang ruang yang dibelenggu oleh game time .\
Pasien akan mendapatkan kecepatan Dan kesadaran yang lebih ,Karena teknologi membentu Masa depan kesehatan untuk membuat pasien menjadi Self-Care.
Semakin tumbuh pengetahuan Dan kesadaran setiap pasien akan Self-Care maka semakin baik pula setiap pasien dalam mendapatkan perawatan yang tepat,dosis dan waktu yang tepat.
Sumber Informasi : Buku The Great ShiftingÂ
Salam sehat
-Ayu Hendranata-
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H