Masih ingat dengan sebuah surat yang di tulis Bapak Presiden Jokowi tentang " Impian Indonesia 2015 -2085 ???" surat tersebut tertulis saat beliau sedang di Merauke tanggal 30 Desember 2015.
Beberapa diantaranya adalah :
1. Sumber Daya Manusia Indonesia yang kecerdasannya mengungguli bangsa bangsa lain di dunia.
2. Indonesia menjadi pusat pendidikan, teknologi dan peradaban dunia.
3. Terbangunnya infrastruktur yang merata di seluruh indonesia.
4. Indonesia menjadi barometer pertumbuhan ekonomi dunia.
Impian tersebut bukan hanya sekedar impian dari  pribadi seorang Presiden semata, tetapi saya rasa menjadi tolak ukur NYATA proses "Bekerja" dalam menerapkan kebijakan kebijakan yang dianggap penting demi kemajuan bangsa ini.
Mungkin ini bisa kita kaitkan sebagai sebuah LAW OF ATTRACTION (LOA)- adalah hukum daya tarik. Hukum yang mengatur hubungan antara Pikiran dan kenyataan. Konsep dasarnya adalah: Apa yang anda pikirkan itu yang akan terjadi kepada anda. (belajar dari buku The Secret) dan Bapak Presiden secara tidak langsung sudah menerapkan ini, membuat impiannya dalam secarik kertas dan kemudian mengaplikasikan (baca: dengan usaha/ program pemerintah yg dijalankan utk bisa ber-proses-menjadi sebuah kenyataan).
Salah satunya tentang Utang Negara. Ini memang menjadi pembahasan yang polemik akhir akhir ini. Tidak perlu alergi. Semua tiba tiba melontarkan kritik tanpa solusi, kenapa utang semakin bertambah?Indonesia berutang besar untuk apa saja? bahkan diprediksi negara ini akan runtuh di tahun tertentu.
Mari kita coba tarik mundur.Â
Tahun 1998 dan 2008, dunia mengalami krisis global saat itu. Untuk krisis keuangan pada 1998, penyebab utamanya adalah berasal dari neraca pembayaran, terutama di Asia dengan nilai tukar yang tidak fleksibel, tidak ada sinkronisasi dari kurs dan capital inflow, dan ketidaksinkronan tersebut memunculkan spekulasi dan nilai tukar drastis, sehingga 1998 banyak negara mengubah policy nya. Ditambah dengan titik awalnya momentum reformasi pemerintahan yang terjadi.
Sedangkan krisis di tahun 2008 adalah krisis keuangan,dimana krisis trigger-nya itu karena produk derivatif, tracking risiko dengan munculnya produk-produk baru tidak terdeteksi, neraca sehat tetapi banyak risiko tersembunyi yang menimbulkan akumulasi risiko.
Kedua masa krisis tersebut menyebabkan indonesia cukup lama menunda pembangunan infrastruktur. Karena lebih terfokus pada perbaikan pasca krisis dan juga pemerintahannya.
Jadi kalau dikatakan Presiden A,B atau C adalah penyebab indonesia memiliki utang yang meningkat adalah merupakan pernyataan yang salah. Utang bertambah bukan dikarenakan siapa presidennya, tetapi dasarnya adalah karena kebijakan yang disesuaikan pada masanya.
Dan barulah kemudian di tahun 2014 ketika semua sudah mulai tertata, dari sisi politik, pemerintahan, dan juga pertumbuhan ekonomi yang telah baik, Indonesia kemudian melanjutkan  pembangunan terfokus pada infrastruktur serta investasi sumber daya manusia melalui pendidikan dan kesehatan. Kata kuncinya di investasi , yang namanya "investasi" itu utk masa yang akan datang, hasilnya tentu memberikan return dan Multiplier Effectnya untuk generasi di masa akan datang, dan tidak semudah membalikkan telapak tangan tentunya.
Untuk mendukung agenda pemerintahan dalam pembangunan infrasturuktur dan investasi SDM tersebut, tentu membutuhkan pembiayaan.
Namun sayangnya pendapatan negara melalui pajak belum optimal sehingga terjadilah selisih antara Pendapatan dan Belanja negara. Dan dari selisih inilah Indonesia membutuhkan pembiayaan melalui utang, dimana utang ini digunakan untuk sesuatu yang produktif, serta dikelola secara Prudent (hati hati) dan terukur.
Berdasarkan data kemenkeu, Indonesia saat ini mempunyai total utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) yang kecil (29.78%) per akhir maret 2018. Â Dimana Jumlah utang Pemerintah tersebut masih terjaga pada level yang aman dan lebih rendah dari batas sebagaimana yang ditetapkan dalam Undang-undang Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003, bahwa total utang pemerintah terhadap PDB adalah sebesar 60 persen. Tentu rasio ini menjadi indikator penting supaya kita tidak terlalu resah dan alergi dengan utang, dikarenakan masih aman dan terkendali.
Berbeda dengan Utang Rumah tangga yang rata rata digunakan untuk sesuatu yang sifatnya konsumtif dan kepentingan beberapa anggota keluarga saja, Negara justru memanfaatkan dukungan pembiayaan (utang) tersebut  untuk pembangunan yang sifatnya jangka panjang dan produktif,  agar generasi akan datang dpt menikmati hasilnya tanpa harus menanggung beban membangun infrastruktur nantinya yang lebih berat. Dan pembangunan yang produktif ini tidak bisa di TUNDA lagi. Harus segera dilakukan sekarang. Bagaimana kalau tidak ? atau nanti nanti saja? Jelas kita akan tertinggal dengan negara lain serta biaya yang akan ditanggung oleh generasi akan datang akan lebih MAHAL tentunya.
Harapan adalah daya tarik yang kuat. Harapkan hal-hal yg tentunya baik untuk negara ini, OPTIMIS akan apa yang diagendakan pemerintah sejatinya adalah untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur, SDM yang unggul  serta Indonesia bisa menjadi barometer perekonomian dunia.
Salam Republik
~ Ayu Hendranata ~Â
#IndonesiaMaju#UtangProduktif#UtangNegara#IndonesiaOptimis#MasyarakatAdildanMakmur
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H