Mohon tunggu...
Ayu Safira
Ayu Safira Mohon Tunggu... Akuntan - Mahasiswa

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Puasa Tasu'a dan Asyura, Ini Sejarah dan Keutamaannya

5 September 2020   08:29 Diperbarui: 5 September 2020   08:16 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalender Islam resmi berganti tahun tepat pada 20 Agustus kemarin. Pada bulan pertama dalam kalender hijriah ini, Rasulullah sangat menganjurkan umatnya untuk memperbanyak ibadah, salah satunya berpuasa. Dalam hadist riwayat Muslim, Rasulullah bersabda "Puasa yang paling utama setelah (puasa) Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah, Muharram". Terlebih bulan Muharram termasuk ke dalam 4 bulan haram, yaitu bulan yang dihormati dalam Islam selain bulan Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Rajab.

Ada 3 hari yang disunnahkan berpuasa pada bulan Muharram, yaitu tanggal 9, 10, dan 11 (3 hari berturut-turut). Sebagian ulama menganggapnya sebagai tingkatan yang paling tinggi dari puasa bulan Muharram. Selain itu, puasa tanggal 9 dan 10 saja yang biasa disebut Puasa Tasu'a dan Puasa Asyura.

Puasa Asyura sudah ada sebelum turun perintah diwajibkannya Puasa Ramadhan. Berawal dari Rasulullah yang sudah berpuasa Asyura saat di Mekah kemudian hijrah ke Madinah. Saat sudah beberapa bulan di Madinah, Rasulullah bertemu orang Yahudi yang sedang melaksanakan Puasa Asyura. Kemudian beliau bertanya tentang alasannya berpuasa Asyura, orang Yahudi tersebut menjawab, "Itulah hari dimana Allah menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israil dari kejaran Firaun".

Semenjak itu, Nabi Musa diikuti kaumnya melaksanakan Puasa Asyura sebagai bentuk rasa syukur, dan Puasa Asyura menjadi syariat bagi orang Yahudi. Kemudian Rasulullah mengatakan kepada orang-orang Yahudi bahwa beliau lebih berhak atas Nabi Musa. Menurut Ibnu Abbas, pertemuan itu membuat Rasulullah ikut memerintahkan umat Islam untuk berpuasa di hari Asyura.

Kemudian agar tidak menyamai syariat Yahudi, Rasulullah juga memerintahkan umat Islam untuk berpuasa pada 9 Muharram yang disebut sebagai hari Tasu'a. Namun sayang, Rasulullah wafat sebelum sempat mengerjakan puasa Tasu'a. Setelah beberapa bulan, turunlah perintah puasa wajib Ramadhan. Akhirnya Rasulullah tidak lagi mewajibkan puasa Asyura, tetapi beliau sangat mengajurkan untuk mengerjakannya. Seperti bunyi dari hadits riwayat Imam Muslim, Ibnu Abbas berkata, "Saya tidak mengetahui Rasulullah bersungguh-sungguh untuk berpuasa kecuali pada hari ini, yakni hari Asyura".

Selain itu, Puasa Asyura juga memiliki keutamaan yaitu dapat menggugurkan dosa setahun yang lalu, seperti yang disebutkan dalam hadist riwayat Abu Qatadah, bahwa Rasulullah bersabda, "Puasa Arafah dapat menghapuskan dosa dua tahun yang telah lalu dan yang akan datang, dan Puasa Asyura dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu."

Penulis: Ayu Safira, Mahasiswi STEI SEBI

Penerima Beasiswa Sarjana Muamalat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun