Artinya, kriminalisasi sesungguhnya bukan proses, tapi target. Seseorang yang berada dalam target semacam ini tidak punya pilihan lain. Rekayasa yang paling terkenal dalam sejarah kriminalisasi pernah terjadi di Roma. Waktu itu, Kaisar Nero yang menjadi penguasa Romawi memutuskan membakar Kota Roma. Kaisar ''gila'' itu nekat melakukan itu dan menonton kebakaran hebat di seluruh penjuru Roma dari atas istananya sambil bermain musik.
Siapa yang disalahkan? Segera setelah Kota Roma rata dengan tanah, Nero memerintahkan penangkapan orang Kristen di seluruh negeri, membunuh mereka dengan sadis, dan menuduh mereka sebagai pelaku kriminal yang mengakibatkan kebakaran tersebut.
Dimanakah nurani? Kriminalisasi tidaklah mengenal nurani ataupun moralitas, juga etika. Pelaku tindakan itu bahkan tidak takut terhadap hukum agama yang mengikat setiap tindakannya kelak di akhirat. Karena itu, jika dipraktikkan dalam sebuah negara yang asas role of law-nya masih lemah, kriminalisasi bisa menjadi tren penguasa untuk melegitimasikan kekuasaannya, menakuti lawan politiknya, bahkan membungkam perbedaan pendapat. Juga, bisa menjadi tren para aparat penegak hukum untuk memeras orang lain memenuhi kepentingannya yang korup.
Kalau sampai kriminalisasi seperti itu terjadi di Indonesia dalam kasus-kasus yang sedang marak antara KPK dan Polri, kita perlu mawas diri. Sebab, tindakan tersebut sedang menghancurkan bangsa ini secara keseluruhan.
Ayu Kusmiran,Pendidikan Masyarakat,Patologi Sosial
Sumber Sahid, A. A. (2016). Konflik Kpk Vs Polri Jilid Iii: Kontestasi Kuasa Dalam Penegakan Hukum Di Indonesia. Asy-Syari'ah, 18(1), 139-148.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H