Mohon tunggu...
Luh Ayu Susila Ningsih
Luh Ayu Susila Ningsih Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Undiksha

Saya Luh Ayu Susila Ningsih adalah seorang mahasiswi di sebuah perguruan tinggi yang ada dibali yaitu UNDIKSHA. Saya berasal dari Prodi S1 Akuntansi, Fakultas Ekonomi. Saya mahasiswi semester 2.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Mengungkapkan Kelebihan Adanya Banten dalam Tradisi Hindu

11 Juli 2023   13:11 Diperbarui: 11 Juli 2023   13:12 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Tradisi Hindu kaya akan praktik keagamaan yang mendalam dan memainkan peran penting dalam kehidupan para pengikutnya. Salah satu ciri tradisi Hindu yang paling mencolok adalah penggunaan banten untuk mempersembahkan makanan, bunga, dan simbol kecil lainnya kepada para dewa dan dewi. Meskipun  terlihat seperti praktik sederhana, persembahan dalam tradisi Hindu memiliki nilai dan makna yang dalam. Tujuan dari artikel ini adalah untuk menunjukkan beberapa manfaat yang ditawarkan tradisi Hindu melalui penelitian ilmiah populer. Ajaran agama Hindu melibatkan hal-hal yang sangat kompleks, baik jasmani maupun rohani, tetapi dapat dilakukan secara individual atau kolektif. Fleksibilitas ajarannya tercermin dalam konsepnya; Desa, Kala dan Patra (tergantung tempat, waktu dan keadaan). Karakter fleksibel menawarkan kemungkinan untuk beradaptasi dengan perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan temporal serta situasi ekonomi. Ada kelenturan dan kelenturan karena Weda melampaui ruang dan waktu sebagai sumber ajaran Hindu.

Tradisi Hindu merupakan salah satu agama tertua di dunia yang berakar kuat dalam sejarah dan budaya India. Dalam praktik keagamaan Hindu, banten memiliki peran penting dan digunakan dalam berbagai ritual dan upacara keagamaan. Banten dianggap sebagai sarana untuk menghormati dan berkomunikasi dengan para dewa dan dewi, serta mengungkapkan rasa syukur dan devosi kepada Tuhan. Di Indonesia, mayoritas pemeluk Hindu tinggal di pulau Bali. Di sana mayoritas penduduk Bali menganut agama Hindu dan terdapat banyak pura serta festival keagamaan khas daerah Bali. Agama Hindu pun menyebar ke beberapa pulau di Jawa, seperti Jawa Tengah, Jawa Timur, dan lain-lain. Agama Hindu terkenal dengan upacara dan ritual keagamaannya. Kekayaan tersebut menjadi tujuan wisata bagi wisatawan mancanegara yang ingin berlibur ke Bali. Upacara Bali meliputi kelahiran, pernikahan, kematian, persembahan kepada para dewa dan banyak lagi. Salah satu upacara yang paling terkenal di Bali adalah upacara ngaben di Bali, dimana jenazah dikremasi dengan penuh hormat untuk membebaskan jiwa kembali ke tempat asalnya. Umat Hindu juga merayakan berbagai upacara keagamaan seperti Nyepi, Galungan, Kuningan, Sarasvati dan banyak lainnya. Pada hari-hari penting ini, umat Hindu berdoa di pura dan mempersembahkan korban kepada dewa dan leluhur.

Tradisi Hindu memiliki kekayaan budaya dan spiritual yang kaya yang mencakup penggunaan banten dalam upacara keagamaan. Banten merupakan persembahan berupa makanan, bunga, dupa, dan berbagai benda yang dipersembahkan kepada para dewa dan dewi dalam pemujaan. Tradisi Bali dan budaya Bali ini merupakan keindahan, kekayaan spiritual dan kearifan lokal masyarakat Bali. Masyarakat Bali masih mencintai dan melestarikan budaya ini sebagai warisan berharga dan identitas yang kuat bagi mereka. Sebagai budaya dan tradisi, agama Hindu memegang peranan penting bagi masyarakat yang mengikutinya. Banten adalah anugerah yang unsur utamanya adalah api, air, buah-buahan dan bunga serta dilambangkan sebagai pengabdian seseorang kepada Penciptanya. Banten dalam tradisi Hindu memiliki beberapa keunggulan yang dapat dilihat dari perspektif budaya dan agama yang berbeda. Artikel ini akan menjelaskan beberapa kelebihan penting adanya banten dalam tradisi Hindu.

1. Ekspresi Bhakti:

Banten merupakan ekspresi bhakti, atau cinta kasih dan pengabdian kepada Tuhan. Dalam memberikan banten, umat Hindu menunjukkan rasa syukur dan kesetiaan mereka kepada Tuhan. Hal ini memungkinkan mereka untuk mendekatkan diri kepada yang transenden dan memperkuat hubungan spiritual mereka.

2. Simbolisme dan Makna:

Setiap elemen dalam banten memiliki simbolisme dan makna yang mendalam. Misalnya, bunga mawar melambangkan keindahan dan cinta, sementara beras melambangkan kelimpahan dan kesuburan. Dalam memberikan banten, umat Hindu merenungkan makna simbolis di balik setiap objek, sehingga membantu mereka memperdalam pemahaman spiritual mereka.

3. Kesadaran dan Ketertiban:

Persiapan banten memerlukan kesadaran dan ketertiban yang tinggi. Umumnya, setiap banten harus dipersiapkan dengan hati-hati, termasuk pemilihan bahan-bahan yang berkualitas dan tata letak yang sesuai. Melalui proses ini, umat Hindu melatih diri mereka untuk menjadi disiplin, bertanggung jawab, dan fokus pada ritual. Hal ini membantu mereka mengembangkan kesadaran spiritual dan meningkatkan kualitas kesadaran mereka saat mereka berhubungan dengan yang transenden.

4. Menghormati Alam Semesta:

Dalam tradisi Hindu, alam semesta dianggap suci dan dihuni oleh berbagai dewa dan dewi. Dengan memberikan banten, umat Hindu menunjukkan rasa hormat mereka kepada dewa dan dewi yang melindungi dan memberkati alam semesta. Ini membantu mengembangkan sikap peduli dan keberpihakan terhadap lingkungan, serta mempromosikan keseimbangan dan keharmonisan dengan alam.

5. Menghubungkan dengan Yang Transenden:

Banten berfungsi sebagai jembatan antara dunia manusia dan dunia dewa. Melalui persembahan banten, umat Hindu berkomunikasi dengan dewa dan dewi, serta memohon berkah dan perlindungan dari mereka. Aktivitas ini membantu memperkuat ikatan spiritual dan membangun hubungan yang lebih erat dengan yang transenden, sehingga meningkatkan kualitas hidup dan kesejahteraan spiritual umat Hindu.

Kehadiran "Banten" dalam tradisi Hindu Bali memiliki sejarah yang panjang. Itu Yajur Veda mengatakan bahwa para dewa dikorbankan sebagai manifestasi dari Brahman; Gandam, Ksatam, Puspam, Dupam, Dipam, Toyama, Gretam dan Soma. Sedangkan ajaran Tantrayana yang terus berpengaruh di Bali menyatakan bahwa untuk menunjukkan ketakwaan kepada Tuhan, seseorang harus mengaktualisasikan konsep panca tattwa; Matsya, Mamsa, Madhya, Mudra dan Maithuna. Di bawah ajaran Weda dan Tantrayana serta perasaan lokal masyarakat Bali terdapat sesajian berupa "banten" yang dibalut dengan lambang harapan manusia akan penampakan Tuhan. Krisis multidimensi pada saat ini telah mengarah pada komersialisasi "Banten" tetapi tidak mempengaruhi pola pikir masyarakat Hindu Bali tentang praktik dan pelayanan Dharma. Orang-orang itu percaya untuk menunjukkan identitas Hindu mereka dengan lebih tegas.

Adanya banten dalam tradisi Bali mencerminkan bahwa identitas Hindu berakar kuat pada kepercayaan masyarakat akan keberadaan Tuhan. Ideologi ini bersifat turun-temurun dan karenanya menjadi warisan leluhur. Menyadari bahwa banten adalah ungkapan bakti dan cinta kepada Sang Pencipta, maka mempersembahkannya harus tulus. persembahan umat Hindu melaksanakan ajaran Bhakti Marga dengan ikhlas dan perasaan yang tulus. Dari empat marga yang dikenal sebagai Catur Marga, semuanya menggunakan tumbal untuk mendekatkan diri dengan dewa. Namun dengan adanya penggunaan banten ini lebih pada tahap "apara bhakti" sebagai dasar pelaksanaan bhakti marga dan karma marga. Pada tahap "para-bhakti", dasar ajaran Jnana dan Marga Raja, penggunaan banten suci dikurangi. Begitu pun dalam krisis, umat Hindu Bali tidak bisa lepas dari banten, karena banten adalah realisasi dari ajaran Bhakti Marga.

Dari sini dapat disimpulkan bahwa banten merupakan persembahan kepada dewa atau dewi untuk disembah, yang memiliki beberapa keunggulan. Proses pembuatan banten juga mempererat silaturahmi dan membutuhkan konsentrasi mental dan mindfulness tingkat tinggi. Sebagai persiapan, juga membantu menjernihkan pikiran dan terhubung dengan dimensi spiritual untuk meningkatkan kesadaran diri dan kedamaian batin. Budaya Bali didasarkan pada filosofi Tri Hita Karana yang mengajarkan keseimbangan dan keselarasan antara ketiga aspek kehidupan. Tri Hita Karana berasal dari kata "tri" untuk tiga, "hita" untuk kebahagiaan dan "karana" untuk kehati-hatian. Nah maka dari itu Tri Hita Karana berarti "tiga penyebab kebahagiaan". Semula konsep Tri Hita Karana muncul sehubungan dengan keberadaan desa adat di Bali. Hal ini disebabkan karena pengakuan terhadap desa adat Bali, bukan hanya kepentingan hidup, tetapi kepentingan bersama dalam masyarakat yang dilandasi kepercayaan terhadap pemujaan terhadap Tuhan. Dengan kata lain, ciri desa adat Bali harus meliputi bagian wilayah, masyarakat atau masyarakat yang mendiami wilayah tersebut, dan tempat suci untuk memuja Tuhan. Banten dalam tradisi Hindu memiliki banyak kelebihan yang signifikan. Melalui banten, umat Hindu dapat mengungkapkan bhakti mereka, merenungkan simbolisme dan makna dalam setiap objek, mengembangkan kesadaran dan ketertiban, menghormati alam semesta, dan membangun hubungan yang erat dengan yang transenden. Dalam dunia yang semakin modern dan kompleks, praktik ini membantu menjaga kehidupan spiritual umat Hindu dan menjaga keseimbangan antara materi dan spiritualitas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun