Setujukah Anda bila mata sering lebih "lapar" daripada perut? "Lapar mata" alias tergiur secara visual sering membuat seseorang membeli atau mengambil makanan berlimpah tapi tidak dihabiskan.
Sayangnya, membuang makanan sama dengan membuang uang di tempat sampah! Cerdas mengelola dan memasak, serta membeli makanan sesuai kebutuhan adalah beberapa cara agar makanan bisa dimanfaatkan optimal.
Tergiur dengan masakan Prancis? Siapapun sulit menolaknya! Cita rasa khas dan teknik penyajian cantik kerap membuatnya disebut seni kuliner Prancis. Demo masak makanan Prancis dan diskusi menarik bertajuk Food Loss in Indonesia: A State of Play & How to Avoid It diadakan di bulan Oktober 2024 ini, bermanfaat untuk memahami pengelolaan dan pengolahan bahan pangan.
Aktivitas ini diselenggarakan di Institut Francais Indonesia (IFI) Thamrin, Jakarta yang bekerja sama dengan Kedutaan Prancis Indonesia dalam pekan ‘Le goût de France, Cita Rasa Prancis, J’adore!’
Sekilas tentang IFI, dulu mungkin pernah mendengar nama CCF (Centre Culturel Français) sebagai pusat bahasa dan kebudayaan Prancis. Di tahun 2012, CCF berubah menjadi IFI (Institute Français d’Indonésie). IFI berfokus pada bidang kebudayaan, bahasa, dan kerjasama ilmiah & universitas Prancis dan Indonesia. IFI hadir di 4 kota di Indonesia: Bandung, Jakarta, Surabaya, Yogyakarta.
Demo masak Ratatouille dan Crêpes dilakukan oleh Chef Simon Baudoin. Beliau adalah Chef professional Apéro Coffee & Co., Bandung. Selanjutnya, diskusi dimoderatori oleh Herman Andryanto selaku Co-Founder of FoodCycle dengan menghadirkan pembicara, yaitu Yuvlinda Susanta – Deputy Chairman on SDG, Legislation, & Public Policy Asosiasi Pengusaha Retail Indonesia, Ifan Martino – Development Planner, Directorate of Food & Agriculture Bappenas, dan Chef Simon Baudoin.
Pengetahuan tentang pengelolaan makanan dan sisa makanan alias manajemen Food Loss & Waste (FLW) penting untuk dipahami. Pengetahuan ini diperlukan agar masyarakat menghindari aktivitas membuang makanan. Apabila terpaksa dibuang, upayakan sisa makanan seminim mungkin.
Chef Simon menceritakan pengalaman hidupnya di Lembang, Bandung, banyak petani yang bercocok tanam monokultur alias menanam satu jenis tanaman saja. Akibatnya, saat panen terjadi produksi berlebih dan harganya jatuh.
Sebaliknya, saat musim tanam petani tidak punya uang karena tidak ada hasil bumi yang siap dijual. Jika terjadi produksi berlebih, banyak petani terpaksa menjual sayuran setengah harga. Bahkan jika sudah tidak tahu harus dialokasikan ke mana, sayur-mayur tersebut dibuang.
Sayuran yang hendak dibuang sering diminta Chef Simon untuk diolah. Salah satunya adalah dimasak menjadi Ratatouille alias tumisan sayur yang lantas dibagikan kembali ke masyarakat. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat Ratatouille, yaitu: tomat, paprika, terong, timun Jepang, bumbu masak merica, garam, minyak zaitun, dan daun rosemary sebagai penyedap. Cukup sederhana, bukan?
Tumisan Ratatouille ini enak dimakan bersama roti atau pastry. Kalau di Italia seperti makan bruschetta. Chef Simon juga telah membuatkan aneka brioche, roti, dan pastry croissant untuk peserta yang hadir. Apa beda roti dengan pastry?
Pastry memiliki tekstur berlapis-lapis di bagian dalamnya, sementara roti tidak demikian. Pada roti hanya ada rongga-rongga udara saja. Sedap sekali roti dan pastry buatan Chef Simon sangat lembut dan empuk, pas berpadu dengan Ratatouille. Crêpes-nya juga legit. C’est bon!
Data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan di tahun 2023 mengungkap timbunan sampah di Indonesia mencapai 13,37 Juta ton banyaknya. Mayoritas sampah datang dari rumah tangga sebesar 38,9% dan 40,96% dari total timbulan tersebut adalah sampah sisa makanan.
Sebelumnya, masalah sampah sisa makanan turut dikaji oleh Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dalam laporan Food Loss and Waste di Indonesia. Kajian ini dilakukan Bappenas yang bekerja sama dengan Waste4Change dan World Research Institute dan dipublikasikan pada tahun 2021. Hasilnya, ditemukan bahwa selama tahun 2000-2019, sampah sisa makanan di Indonesia mencapai 115-184 Kg/kapita/tahun yang porsinya kebanyakan muncul di tahap konsumsi.
Berdasarkan riset Bappenas, rumah tangga adalah penyumbang sampah makanan terbesar. “Program Makan Siang Gratis yang menjadi program Presiden terpilih turut diantisipasi Bappenas dalam hal meminimalkan makanan terbuang. Kami juga memastikan program makan tersebut diterima oleh penerima yang tepat,” tukas Ifan.
Dari sisi industri retail (swalayan, supermarket, dan lainnya), membuang makanan sama saja dengan menurunkan profitabilitas. Penyebabnya beragam, seperti: produksi bahan pangan berlebih sehingga tidak terjual, bahan makanan mutunya kurang baik sehingga tidak diminati, selera masyarakat yang berubah, dan alasan lainnya.
Tak mudah melakukan manajemen pasokan di toko retail. Mengapa? Studi membuktikan jika menata bahan pangan di rak dengan penuh akan terlihat menarik bagi pembeli. Oleh sebab itu, toko supermarket/swalayan senantiasa memenuhi isi rak retailnya setiap saat. Lantas, toko retail mensiasati dengan diskon atau promo menarik agar produknya habis terjual.
“Salah satu solusi di dunia retail untuk meminimalkan produk pangan terbuang adalah promosi BOGO alias 'Buy 1 Get 1'. Selain itu, toko retail dan swalayan senantiasa memantau data penjualan sehingga bisa menginformasikan ke petani berapa ton sayur dan bahan pangan yang perlu diproduksi agar tidak berlebih,” jelas Yuvlinda yang berpengalaman di swalayan retail Superindo.
Hingga hari ini, Chef Simon, senantiasa mengedukasi team dapur restoran Apéro Coffee & Co., Bandung agar jika ada bahan pangan tersisa jangan langsung dibuang. Cobalah mengolah jadi bentuk lain yang menggiurkan seperti halnya membuat Ratatouille. Contoh lain: sisa nasi yang tak habis hari ini, bisa diolah keesokan harinya menjadi nasi goreng dengan kondisi nasi sudah tidak lengket.
Berikut ini kiat-kiat untuk menghindari bahan pangan terbuang:
1. Belajarlah memasak yang baik. Percayalah, makanan enak pasti dengan senang hati akan dihabiskan!
2. Buatlah daftar belanja dan belanjalah sesuai daftar. Hindari membeli karena nafsu/emosi akibat melihat banyak diskon maupun promosi yang ditawarkan toko.
3. Bila Anda punya bisnis restoran dan sering banyak makanan tersisa di malam hari, jangan dibuang. Donasikan makanan ke rekan-rekan pengemudi transport umum, petugas jaga malam, panti asuhan, dan orang lain di sekitar yang membutuhkan bantuan pangan.
4. Jika Anda memiliki usaha agrobisnis, belajarlah mengolah hasil panen selain menjualnya dalam bentuk bahan segar. Selain memberi nilai lebih pada hasil bumi, hasil olahan bentuk lain (misal: acar, sayuran kering, keripik, dan lain-lain) bisa bertahan lama dan memberi penghasilan lebih.
5. Jika Anda memiliki toko bahan makanan, pantau selalu penjualan Anda supaya belanja pasokan bisa tepat guna untuk pembeli dan tidak membebani Anda sebagai pengelola/pemilik modal.
Selamat menikmati makanan dengan bijak!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H