Mohon tunggu...
Ayu Saptarika
Ayu Saptarika Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, Novelis '3 ON 3', BusDev, Traveller, Instagram: @ayuliqui

For writing inquiries DM my Instagram @ayuliqui. Book sell at Kinokuniya Grand Indonesia. E-book '3 ON 3' at Lontara Apps.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Baduy: Hidup Berumur Panjang Berselaras dengan Alam

25 Mei 2024   13:42 Diperbarui: 26 Mei 2024   07:58 1531
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemain Musik Tradisional Baduy. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Jalan-jalan mengenal ragam budaya Indonesia selalu menarik. Selain menambah wawasan, mengenal ragam budaya membuat kita semakin menghargai perbedaan. 

Perbedaan bukan dipandang sebagai sesuatu yang salah. Namun, semakin mengukuhkan pola pikir terhadap rasa persatuan dan kepada semboyan negara Bhineka Tunggal Ika alias berbeda-beda tetapi tetap satu jua.

Saat ini banyak beredar berita provokatif dan berita bohong di internet/sosial media yang sering membuat masyarakat jadi mudah berprasangka bahkan berselisih. 

Di tengah masyarakat Indonesia yang majemuk, mengenal ragam budaya dapat menjadi salah satu cara untuk menjadi pribadi yang semakin menghargai sesama dan bertoleransi. Semakin dini diperkenalkan sejak kanak-kanak, maka semakin terampil pula seseorang beradaptasi dan menghargai orang lain.

Akhir pekan atau liburan anak sekolah nanti apakah sudah ada rencana bepergian? Yuk, coba jelajah Banten mengenal suku Baduy di Desa Saba Budaya Baduy. 

Desa ini terletak di Pasir Nangka Keboncau, Kenekes, Kec. Bojong Manik, Kab. Lebak-Banten. Jika berangkat dari Lebak Bulus/ Pondok Indah/Bintaro/Serpong dapat melalui Tol Tangerang -- Merak sekitar 3,5jam berkendara.

Mengenal Suku Baduy di Banten

Perempuan Lelaki Suku Baduy Berpakaian Adat Menyambut Pengunjung. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Perempuan Lelaki Suku Baduy Berpakaian Adat Menyambut Pengunjung. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Nama 'Baduy' berawal dari sebutan para peneliti Belanda masa lalu yang mempersamakan mereka dengan kelompok Arab Badawi yaitu masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden). Orang Baduy juga suka menyebut dirinya sebagai 'Urang Kanekes' (Orang Kanekes) karena mereka hidup di desa Kanekes, Banten - Jawa Barat.

Suku Baduy terbagi dua menjadi Baduy Luar dan Baduy Dalam. Keberadaan suku Baduy Luar dan Baduy Dalam ditandai melalui warna pakaian. Sehari-hari orang Baduy masih berpakaian tradisional. Berwarna hitam dan biru untuk suku Baduy Luar; berwarna putih untuk Suku Baduy Dalam. Perempuan dari Suku Baduy Luar juga mengenakan kain batik hitam biru untuk pakaian sehari-hari.

Saat datang di Desa Saba, orang Baduy Luar menyambut pengunjung dengan sajian musik, dan makanan rebusan palawija hasil tani, seperti: pisang, ubi, dan jagung. Suguhan minumannya yaitu teh dan kopi. Adapun kopi Baduy ini ditanam sendiri di pekarangan bersama buah-buahan. Kopi Baduy tanpa gula tidak terasa kecut di mulut, dan rasa kopinya lezat.

Pemain Musik Tradisional Baduy. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Pemain Musik Tradisional Baduy. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Saya berkeliling Desa Saba ditemani oleh Mang Udil seorang warga Baduy Luar. Menurut informasi, saat ini terdapat 68 kampung yang berisi 17,000 orang Baduy. 

Dari jumlah itu, 1,500 orang merupakan suku Baduy Dalam. Kampung tempat orang Baduy tinggal, yaitu: Kampung Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo. Masyarakat Baduy Luar tinggal di bukit-bukit Gunung Kendeng.

Orang Baduy sangat menjunjung tinggi adat istiadat, hidup sederhana berselaras dengan alam. Orang Baduy Luar adalah penduduk yang mengenal modernisasi. Berbeda dengan Baduy Dalam di mana mereka masih memelihara keaslian cara hidup tradisional dan tidak mengenal teknologi. Dari segi bahasa, orang Baduy Luar fasih berbahasa Indonesia dan bahasa Sunda.

"Sebelumnya, keberadaan suku kami amat jarang diketahui orang. Kami warga Baduy senang menerima orang berkunjung ke Desa Saba. Kami berterima kasih apabila warga luar turut menghargai adat istiadat kami serta menyukai karya kerajinan dan hasil tani Baduy," ujar mang Udil.

Kehidupan Bermasyarakat di Baduy

Lalu bagaimana suku Baduy ini bermasyarakat? 

Orang Baduy Luar boleh bersosialisasi dengan siapapun, termasuk mengenal modernisasi dan listrik (walau masih jarang ada listrik di tiap rumah warga). Tata cara perbankan, jual-beli hasil kerajinan dan hasil tani melalui pembayaran QRIS untuk penghasilan sehari-hari juga dikenal oleh orang Baduy Luar.

Sementara itu, orang Baduy Dalam sangat tertutup tidak tersentuh kehidupan modern karena ingin memelihara adat dan keaslian alam tempat tinggal. Mereka berpakaian putih dan hidup sederhana. 

Sewaktu saya berkeliling area Baduy Luar, terlihat beberapa orang Baduy berpakaian putih yang hadir. Mereka terlihat lebih pendiam dan tidak banyak berinteraksi dengan pendatang.

Penulis bersama Anak-Anak Baduy. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Penulis bersama Anak-Anak Baduy. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Berbagai perusahaan BUMN seperti PLN, hingga Bank-Bank nasional dan swasta seperti Bank BCA menjadikan Desa Saba Baduy sebagai salah satu desa binaan. 

Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Baduy. Meskipun demikian, banyak hal tentang suku Baduy yang masih dirahasiakan karena norma dan menjaga keaslian suku.

Masyarakat Baduy Luar boleh menikah dengan non-Baduy. Namun, setelah menikah harus dibawa ke luar desa Baduy, sedangkan suku Baduy Dalam masih dijodohkan. Perempuan dan lelaki Baduy menikah diusia yang sangat muda. 

Sebagian warga Baduy yang berusia 35-36 tahun saat ini sudah memiliki anak berusia 17-18 tahun dan anaknya pun sudah punya anak. Singkat kata, orang Baduy di usia muda sekitar 36an tahun sudah memiliki cucu!

Perempuan Baduy juga diajarkan menenun sejak dini. Menenun tidak hanya untuk mengisi waktu sebagai ibu rumah tangga, namun juga sebagai bentuk kedisiplinan berkarya dan melestarikan budaya Baduy. 

Tenun Baduy memiliki ciri khas corak, warna, hingga material menggunakan warna alam. Terkait hasil tani dan kerajinan Baduy, akan dibahas lebih detail pada artikel selanjutnya.

Kemakmuran Baduy dan Penduduk Berumur Panjang

'Leuit' Khas Baduy. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
'Leuit' Khas Baduy. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Dalam urusan kemakmuran, suku Baduy mempunyai simbol yang unik yaitu 'Leuit' (Lumbung Padi). Bagi Urang Kenekes alias orang Baduy, kekayaan disimbolkan oleh bangunan lumbung padi berkaki tinggi. 

Lumbung ini digunakan untuk menyimpan padi selama 20-30 tahun oleh tiap keluarga. Menariknya lagi, penyimpanan padi di lumbung benar-benar alami tanpa menggunakan bahan kimia namun tidak terserang hama.

Orang Baduy punya kepercayaan kuat jika ada hama menyerang hasil tani, maka bukan yang diluar yang dipersalahkan melainkan tengok ke dalam diri dahulu untuk introspeksi. Apakah ada perilaku atau aktivitas dalam diri yang perlu diperbaiki. Sungguh filosofis!

Penduduk Baduy Menjemur Padi. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Penduduk Baduy Menjemur Padi. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Penasaran sampai berapa usia harapan hidup? Orang Baduy ternyata banyak yang berumur panjang hingga 100 tahun. Menurut informasi dari Mang Udil, saat ini penduduk tertua ada dari Baduy Dalam daerah Cibeo dengan usia >100 tahun. Nenek ini tidak pikun dan sehari-hari masih bisa berjalan untuk beraktivitas. Luar biasa!

Orang Baduy mengutamakan pengobatan herbal dan berdoa apabila ada penduduk yang menderita sakit. Jika orang tersebut sudah benar-benar tidak dapat ditangani secara tradisional, baru mereka bersedia berobat secara medis modern kepada Dokter atau Puskesmas terdekat.

Penulis Bersama Mang Udil. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)
Penulis Bersama Mang Udil. (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Kok bisa orang Baduy panjang umur? Ternyata rahasianya adalah pada kesederhanaan hidup berselaras dengan alam. Mengonsumsi makanan tanpa bahan kimia dan pengawet, dan selalu aktif berjalan sehari-hari terbukti melatih otot-otot tubuh agar berfungsi baik. 

Kampung Baduy sangat luas tidak ada kendaraan bermotor sama sekali. Dari Kampung Baduy Luar ke Baduy Dalam ditempuh berjalan kaki sekitar 3 jam dan tanpa alas kaki.

"Selain itu, pikiran yang jauh dari stress. Orang Baduy tidak punya beban cicilan!" canda Mang Udil sambil tertawa, yang sekaligus dapat menjadi pengingat bagi kita para warga perkotaan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun