Sejak awal, pengunjung yang membeli tiket diminta memilih tanggal dan jadwal jam berkunjung. Jika dari awal Panitia cukup cermat, seharusnya dapat dibuat pengaturan maksimum jumlah pengunjung di setiap jam kunjungan sehingga tidak terjadi penumpukan.
Hal keramaian yang berlebih tersebut membuat pengunjung kecewa, khususnya bagi yang telah menantikan pameran ini sejak dulu. Apalagi, harga tiketnya tergolong tidak murah yang identik dengan kunjungan eksklusif.Â
Untungnya pihak panitia cukup cepat tanggap sehingga para pengunjung pameran yang hadir di awal yang mengeluh kurang bisa menikmati karena ramai akan mendapatkan sesi kunjungan gratis. Tanggal kunjungan ‘ganti rugi’ ini dapat dipilih sesuai kenyamanan pengunjung sendiri.
Pengunjung yang sudah beli tiket secara online juga akan mendapat pesan elektronik pengingat pada H-3 kunjungan. Apabila di tanggal kunjungan tersebut terpantau penuh, maka panitia akan menirimkan pesan bahwa pengunjung boleh mengatur ulang jadwal kunjungan agar lebih nyaman selama tiket belum digunakan.Â
Jadi, bagi yang tertarik untuk menyaksikan mahakarya pameran Van Gogh Alive di Jakarta tidak perlu khawatir lagi. Anda tidak akan diganggu oleh risihnya keramaian berlebih!
Sekilas kisah tentang Vincent Willem Van Gogh, ia adalah seorang pelukis asal Belanda era paska impresionis (post-impressionist).Â
Vincent lahir pada tanggal 30 Maret 1853 di Zundert, sebuah kota kecil wilayah pertanian di selatan Belanda. Ia berasal dari keluarga kalangan menengah atas dan ayahnya seorang pendeta.Â
Tahun 1969 Vincent memulai karir di Den Haag sebagai dealer benda seni di perusahaan Goupil et Cie milik sang paman. Ia terlibat mulai dari aktivitas penjualan karya seni, pameran, hingga dirinya pun turut menghasilkan karya seni.
Pekerjaan sebagai dealer membuat Vincent sering bepergian. 1873 ia pindah ke kantor cabang London. Di sini, karirnya berkembang pesat hingga memiliki penghasilan melebihi sang ayah. Di kota ini pula Vincent jatuh hati pada anak tuan tanah bernama Eugénie Loyer. Namun sayang, cinta Vincent tak berbalas. Kejadian ini membuat Vincent cukup terpukul dan depresi, ia mulai menunjukkan ketidakstabilan emosi dalam kesehariannya sampai dikeluarkan dari pekerjaan di Goupil et Cie.
Vincent melanjutkan hidup dengan belajar teologi untuk menjadi misionaris seperti ayahnya. Tahun 1877 ia ingin menjadi pastor dan keluarga mengirimnya kembali ke Amsterdam untuk belajar teologi. Namun sayang, ia kembali gagal dalam studi dan merasa tidak puas dengan hidupannya.Â