Topik Social Engineering ini dibahas tuntas dalam acara Prima Talk dengan tema ‘Tolak dengan Anggun Penipuan Online Bermodus Social Engineering.’ Sebuah forum diskusi bersama media yang diselenggarakan oleh Bank BCA dan PT. Rintis Sejahtera (Jaringan Prima) pada 8 Maret 2023 yang lalu.
Acara ini mengundang pembicara : Ibu Wani Sabu selaku Executive Vice President PT. Bank Central Asia (BCA), Tbk., Bapak Suryono Hidayat selaku Marketing Director PT. Rintis Sejahtera, dan moderator Prof. Eko Indrajit seorang Pakar Teknologi Informatika dan Rektor Universitas Pradita. Adapun Jaringan Prima merupakan perusahaan yang melayani solusi pembayaran lokal dan internasional untuk perusahaan, e-commerce, dan berbagai institusi keuangan.
Tujuan dari acara ini adalah memberi edukasi masyarakat dan pengguna platform digital untuk menjaga kerahasiaan data agar terhindar dari kejahatan dunia maya terutama yang berhubungan dengan transaksi keuangan.Â
Kebetulan saya turut hadir dan ingin berbagi kepada pembaca terkait informasi yang sangat bermanfaat, apalagi bulan April ini ada momen Lebaran yang melibatkan banyak orang akan berbelanja baik secara berkunjung ke toko maupun pesan online.
Apa sih social engineering itu? Merupakan kejahatan yang dilakukan seseorang dengan memanipulasi persepsi atau pikiran orang lain; khususnya untuk tujuan penipuan dalam ruang lingkup perbankan yang melibatkan transaksi keuangan.
Mengutip penjelasan dari ibu Wani Sabu, berdasarkan penelitian Oxford kasus-kasus perbankan saat ini banyak bersifat digital dan 88% adalah social engineering. Di Indonesia, 99% kejahatan digital perbankan disebabkan oleh social engineering.
Seperti apa contoh kasusnya? Yang paling marak adalah pedagang palsu yang meminta pengguna melakukan transfer ke rekeningnya atas suatu pembelian. Biasanya barang yang sering masuk dalam kategori penipuan adalah barang lifestyle seperti baju, tas, sepatu, dan telepon seluler. Apalagi saat momen pandemi banyak orang tidak bepergian, sehingga pencarian produk dilakukan secara online.
Beberapa tahun lalu, saya pun pernah tertipu oleh pedagang palsu dari website dan akun Social Media hingga mengalami kerugian yang cukup membuat sesak nafas. Saya lalai kurang jeli dalam mengecek identitas penjual dan terburu tertarik dengan suatu barang hingga melakukan transaksi tanpa berpikir panjang. Penjual palsu tersebut kemungkinan mengambil foto-foto produk dari media pencari (contoh : Google search) yang lantas foto tersebut dijadikan etalase toko digitalnya.
Terus terang saya panik ketika sudah transaksi lalu telah menunggu beberapa hari namun pesanan tak kunjung datang. Penjual pun turut memblokir nomor saya sehingga saya tidak bisa kontak. Meskipun sudah lapor polisi, uang saya tetap tidak kembali karena tidak mudah melacak penjahat dunia maya karena mereka gampang berganti nama dan konten isi tokonya.