Namun sayang, para pemudi malah diasingkan ke Pulau Buru dan menjadi alat pemuas seksual serdadu Jepang yang stres. Penipuan sadis ini menyisakan luka bagi pemudi Indonesia yang membuatnya bernasib seperti barang bekas, dan tak punya harga diri terkekang perilaku pria.
Pesan Pramoedya :
"...kalian para perawan remaja, telah aku susun surat ini untuk kalian, bukan saja agar kalian tahu tentang nasib buruk yang biasa menimpa para gadis seumur kalian, juga agar kalian punya perhatian terhadap sejenis kalian yang mengalami kemalangan itu... Surat kepada kalian ini juga semacam pernyataan protes, sekalipun kejadiannya telah puluhan tahun lewat..."
12. Remy Sylado -- Namaku Mata Hari
Penulis yang satu ini punya ciri khas berani mendobrak persepsi konservatif untuk terbuka dalam menanggapi elegansi sensualitas. Mata Hari adalah nama alias dari perempuan Belanda yang ikut suaminya Rudolf Macleod bertugas di Indonesia saat Perang Dunia I. Mata Hari tertarik pada seni tari dan mempelajarinya di Magelang. Ia kesal dengan suaminya yang suka main perempuan. "Kalau laki-laki bisa, kenapa perempuan tidak bisa!" adalah kalimat pamungkasnya. Peristiwa ini membawa Mata Hari menjadi penari eksklusif top di Eropa, sekaligus pelacur dan spionase bagi petinggi zaman perang. Â Â
13. Dewi Lestari (Dee) -- Rectoverso
Pecinta literatur dan musik, buku Rectoverso menurut saya adalah karya Dee yang terbaik. Terdiri dari 11 kisah pendek beragam nuansa, dan tiap kisah itu ada lagunya. Pasti familiar dengan lagu yang berjudul "Malaikat Juga Tahu" dan "Firasat" yang menjadi hits di era millennium. Bila masih samar-samar mengingatnya, cobalah beli bukunya sekaligus nikmati musiknya.
Selamat membaca!
Catatan :
Artikel menarik lainnya dapat mengunjungi blog penulis : https://maria-ayu.blogspot.co.id/