Manusia adalah objek yang diciptakan oleh Tuhan dengan segala sifat kesempurnaanya. Melalui naluri dan akal budi yang dimilikinya, manusia bisa membangun interaksi antara dunia dalam dirinya dengan dunia luar. Meskipun manusia ditakdirkan sebagai sosok yang dapat menentukan segala sesuatu yang berkenaan dengan dirinya, ada beberapa hal yang berada di luar kendali manusia. Beberapa puluh tahun yang lalu, jauh sebelum ilmu pengetahuan ditemukan,  manusia masih lebih mengandalkan pola pemikiran berdasarkan mitos dibandingkan rasional. Seiring berjalannya waktu, pemikiran manusia mulai terbuka sedikit demi sedikit. Kemunculan pemikiran-pemikiran kritis dari para ilmuwan membuahkan sesuatu yang menjadi cikal bakal peradaban manusia. Manusia mulai bertindak dengan mempertimbangkan secara akal rasional. Satu demi satu aliran-aliran mulai merajalela masuk ke dalam negeri, salah satunya humanisme.  Banyak sekali dampak yang timbul dari masuknya aliran yang satu ini. Humanisme sering dikatakan sebagai cikal bakal dari peradaban yang baru. Di banyak tempat, humanisme telah lahir sebagai sesuatu yang mengubah beberapa tingkah laku buruk dari masyarakat. Dengan gagasan akan kebebasan bagi tiap individu, humanisme telah berhasil menghilangkan pagar diskriminasi dan ketidakadilan di masyarakat. Nah, yang menjadi masalah sekarang, bagaimana humanisme terhadap masyarakat di zaman yang terus berkembang seperti saat ini?
   Humanisme adalah istilah yang erat kaitannya dengan pendidikan dan filsafat. Human sebagai bentuk kata sifat yang berarti bersifat manusiawi. Humanistik berarti bersifat kemanusiaan. Sedangkan  humanisme berarti aliran yang bertujuan menghidupkan rasa kemanusiaan dan mencita-citakan pergaulan hidup yang lebih baik (Depdikbud 1989:  314-315). Humanisme itu sendiri lebih berfokus kepada pengembangan kepribadian diri dari manusia. Manusia mendapat kebebasan untuk mencari jalan yang tepat buat diri mereka sendiri. Mereka bebas untuk mengembangkan bakat yang mereka miliki terutama yang bernilai positif. Humanisme dipandang sebagai sosok pembawa tongkat perikemanusiaan dan perdamaian. Tujuan dari humansime itu sendiri yaitu bagaimana caranya untuk membentuk sifat yang manusiwai dalam berinteraksi dengan manusia yang lain. Humanisme bagi sebagian orang dipandang sebagai sesuatu yang mengangkat kembali nilai-nilai perikemanusiaan dan perdamaian abadi. Namun, menurut filsafat, humanisme adalah suatu aliran yang menanamkan dalam diri tiap individu untuk memahami bahwa konsep perikemanusiaan sebagai satu-satunya fokus dan tujuan. Sehingga, para penganut humanisme/kemanusiaan sering lebih memprioritaskan untuk menemukan identitas dan keberadaan mereka dibanding urusan mereka kepada Tuhan yang menciptakan mereka.
  Keberadaan manusia sebagai makhluk berakal budi telah membuat penerobosan mengenai penuntutan rasa kemanusiaan. Mereka berusaha untuk keluar dari kendali orang lain. Mereka ingin menghalau setiap tantangan tersebut dan muncul sebagai individu dengan kepribadian yang baru. Dari tindakan itulah, tak jarang bisa menyebabkan sifat individualisme dan egois dalam diri manusia tersebut. Mereka hanya memfokuskan diri untuk membentuk jati diri sendiri, hingga melupakan sifat gotong royong maupun musyawarah, dan mulai untuk bertindak demi kesuksesan diri sendiri.
  Seiring berkembangnya zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi juga ikut mengalami perkembangan. Banyak sekali teknologi-teknologi baru ditemukan. Semua teknologi tersebut menyebabkan peran manusia dalam dunia kerja juga ikut menurun. Posisi yang tadinya berada dalam kendali manusia seketika tergantikan oleh mesin-mesin baru tersebut. Sedikit demi sedikit, manusia mulai bergantung sepenuhnya pada teknologi baru tersebut. Humanisme pun yang hadir sebagai sesuatu yang ingin menegaskan harkat dan martabat manusia, mulai kehilangan posisinya. Dengan semakin canggihnya teknologi, satu hal yang seketika menjadi pertanyaan di masing-masing benak seseorang, apakah manusia masih dikatakan humanisme? Apakah manusia telah tergantikan oleh mesin? Jawabannya, ya. Humanisme saat ini bisa dikatakan sudah tak ada, ketika mesin-mesin dan teknologi canggih mulai mucul, disitu pula terlihat bahwa manusia telah melampaui identitas dan kondisi moral mereka. Hal ini pula menyebabkan munculnya ketidakadilan. Teknologi yang sebelumnya dianggap sebagai solusi dalam membantu manusia justru menimbulkan masalah sebagai dampak negatif dari teknologi tersebut. Beberapa teknologi yang baru diciptakan, tak sedikit yang melanggar beberapa aturan masyarakat bahkan sampai merebut kemanusiaan yang dimiliki manusia, seperti teknologi yang berbau pornografi. Sifat-sifat egois dan otonomi subjek, satu per satu bermunculan. Manusia juga mulai tertindas dengan teknologi itu sendiri. Manusia sebagai individu yang berakal budi, hanya bisa bertindak selektif dan berusaha untuk mengambil hal-hal positif saja.
  Oleh karena itu, humanisme muncul sebagai gagasan netral yang ingin menegaskan martabat manusia sebagai manusia. Namun, seiring berjalannya zaman, manusia memanfaatkan anugerah kecerdasan yang dimiliknya untuk mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tetapi, tanpa disadari, tujuan manusia melakukan tersebut semata-mata untuk menaklukan dunia. Hal tersebut menyebabkan humanisme atau kemanusiaan dalam diri manusia mulai tersamarkan dan bahkan menghilang karena pengaruh teknologi itu sendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H