Di suatu malam tanpa bulan, tanpa bintang, gelap, diselimuti awan mendung dan embusan angin dingin, sayup-sayup terdengar isak tangis dari dalam hutan.
Di kaki pohon yang telah mati dan membusuk, Liora, tumbuhan jamur dari genus Mycena chlorophos¹ terlihat begitu sedih di tengah koloninya. Jenis jamur ini hidup dalam ekosistem hutan hujan tropis yang gelap sebagai dekomposer. Mereka membantu mengurai materi organik menjadi nutrisi yang diserap oleh seisi hutan tak dikenal.
Meskipun Liora masih cukup muda dan baru saja mengeluarkan spora², dia satu-satunya jamur luminesensi yang dapat merasakan gelombang negatif yang berasal dari luar hutan. Energi itu berasal dari kesibukan eksploitasi hutan sejak lama.
"Aku tidak akan bisa bertahan. Kerusakan alam semakin parah. Kau harus cepat menemukan cara untuk mengembalikan kelestarian hutan ini!" petuah Lumithar, pohon kuno yang berusia sudah ratusan tahun.
Jamur-jamur dewasa memberikan semangat kepada Liora. Mereka tidak ingin punah begitu saja. Kehadiran mereka sebagai penyeimbang, amat dibutuhkan.
"Aku tidak boleh terus-terusan merasa sedih! Aku harus segera bertindak!" seru Liora.
Malam itu, suasana hutan tak dikenal semakin terasa sunyi dan hening. Perlahan angin menggoyangkan ujung-ujung daun pohon randu. Jamur Mycena melakukan proses kimia. Molekul oxyluciferin, enzim luciferase, dan oksigen segera berinteraksi untuk menghasilkan elektron. Para ahli menyebutnya sebagai biolumenensi atau pendar cahaya. Dari kejauhan terlihat sebagai foxfire yang amat menakjubkan.
Dalam aktivitas ini, insang dan miselia³ yang berbentuk benang memang mengeluarkan cahaya internalnya. Meski cahaya tersebut tidak mengeluarkan energi panas dan disebut sebagai cahaya dingin, panjang gelombang yang dipancarkan mencapai 520-530 nanometer.
Beberapa serangga seperti lalat, semut, dan kumbang akan mendekat untuk menikmati makan malam. Secara tidak langsung, mereka memindahkan spora ke tempat yang lebih aman. Dengan cara ini tumbuhan jamur tetap dapat memperluas wilayahnya, seandainya angin tidak dapat membantu penyebaran spora.
Selain itu, pendar cahaya juga dapat memancing karnivora mengusir predator negatif fototropik seperti lipan dan laba-laba.
Tiba-tiba kesunyian malam dipecahkan oleh langkah kaki sekelompok orang. Mereka adalah ahli mikologi⁴ dan ahli kimia yang dikirimkan oleh badan ilmu pengetahuan nasional, serta pemandu lokal yang sengaja melakukan pendakian sejak sore tadi.
"Aku menemukannya! Lihat bintang-bintang di kaki kita!" Seseorang yang bernama Dennis bersorak gembira. Stevani ikut tersenyum puas melihat kerajaan jamur bercahaya di depannya. Allan Norris dan Frank yang sangat bersuka-cita, segera menyiapkan catatan dan dokumentasi.
Saat itulah Liora melesat cepat ke dalam pikiran Dennis. Dia menjelma seorang Dewi yang jelita, dengan mahkota dan gaun hijau bercahaya. Dia membawa ilmuwan itu ke hadapan Lumithar yang sekarat.
"Ini adalah Datuk kami. Usianya 250 tahun. Dia adalah kesayangan seisi hutan tak dikenal. Tapi kami akan segera kehilangan Lumithar!"
"Bukankah itu sesuatu yang berjalan alamiah?" ilmuwan itu memastikan maksud perkataan Liora, sambil matanya mengamati sebentuk pohon tua yang disorot lampu dari senter di kepalanya.
Liora terisak sedih. Mungkin manusia tak pernah memiliki sesuatu yang berharga selain uang. Sehingga mereka tidak takut berpisah dengan anggota keluarganya. Tidak pula ingin memikirkan tentang anak cucu mereka kelak.
"Apakah aku dapat membantu kalian?" pria itu menyadari kekeliruannya. Dia menatap Liora dengan perasaan menyesal.
"Tolong sampaikan pesan dari datuk kami, kepada manusia di seluruh penjuru dunia. Bahwa proses alam untuk memperbaiki dirinya sangatlah lambat. Sementara kami ingin memberikan kesejukan dan buah-buah kami untuk kalian.
Anak cucu manusia kelak akan kehilangan kesempatan mengenal keindahan hutan, sebab kalian terus membakar dan menebang pohon, menembak satwa hutan, demi sesuatu yang kalian inginkan di masa sekarang. Apa kau mau berjanji?"
Ilmuwan itu tidak berkata apa-apa. Di matanya terlintas gambar-gambar hutan yang hijau, hewan-hewan yang hidup dengan tenang, dan mata air yang terus mengalir sepanjang waktu. Dia seperti dapat merasakan kemurnian alam serta suara serangga tanah yang bersahutan.
Kemudian gambar-gambar itu berubah menjadi bentuk keserakahan. Di mana-mana terjadi penebangan hutan, dan ribuan ton gelondongan dibawa truk-truk pengangkut.
Pria itu masygul. Perlahan air matanya mengalir turun.
Tiba-tiba dia menyadari pipinya ditepuk-tepuk seseorang, tubuhnya diguncang-guncangkan sambil terus memanggil namanya. Pria itu kemudian membuka matanya dengan wajah kebingungan. Beberapa rekannya terlihat lega.
"Apa tadi aku tertidur?" dia melihat sekelilingnya sangat gelap, hanya beberapa senter yang menjadi penerang.
Pria itu segera menyadari mereka masih berada di dalam jantung hutan tak dikenal. Matanya mencari-cari sosok Dewi dengan mahkota dan gaun hijau bercahaya yang tadi bersamanya.
***
Kota Kayu, 14 Desember 2024
Cerpen Ika Ayra ditulis untuk memperingati hari menanam pohon 28 November
________
keterangan:
genus Mycena: spesies jamur berukuran kecil berbentuk payung. Sering ditemukan hidup di hutan, terutama di dekat kayu mati atau di tanah yang kaya akan serasah organik.
Spora: sel reproduksi yang dihasilkan oleh beberapa tumbuhan dan mikroorganisme. Spora mempunyai dinding tebal yang melindunginya dari kelembaban ekstrem
Miselia: kumpulan yang membentuk hifa (pada jamur) yang berfungsi menyerap makanan dari organisme lain
Mikologi: ilmu yang mempelajari tentang jamur, cendawan, bagaimana sifat genetik, biokimia, dan taksonomi
Bacaan:
https://www.treehugger.com/bioluminescent-fungi-mushrooms-that-glow-in-the-dark-4868794
https://new.nsf.gov/news/thousand-points-light-bioluminescent-fungi
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H