Mohon tunggu...
Ika Ayra
Ika Ayra Mohon Tunggu... Penulis - Penulis cerpen

Antologi cerpen: A Book with Hundred Colors of Story (jilid 1) dan Sewindu dalam Kota Cerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Liora, Tumbuhan Bioluminesensi dan Hutan tak Dikenal

14 Desember 2024   05:52 Diperbarui: 14 Desember 2024   09:50 58
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba kesunyian malam dipecahkan oleh langkah kaki sekelompok orang. Mereka adalah ahli mikologi⁴ dan ahli kimia yang dikirimkan oleh badan ilmu pengetahuan nasional, serta pemandu lokal yang sengaja melakukan pendakian sejak sore tadi.

"Aku menemukannya! Lihat bintang-bintang di kaki kita!" Seseorang yang bernama Dennis bersorak gembira. Stevani ikut tersenyum puas melihat kerajaan jamur bercahaya di depannya. Allan Norris dan Frank yang sangat bersuka-cita, segera menyiapkan catatan dan dokumentasi.

Saat itulah Liora melesat cepat ke dalam pikiran Dennis. Dia menjelma seorang Dewi yang jelita, dengan mahkota dan gaun hijau bercahaya. Dia membawa ilmuwan itu ke hadapan Lumithar yang sekarat. 

"Ini adalah Datuk kami. Usianya 250 tahun. Dia adalah kesayangan seisi hutan tak dikenal. Tapi kami akan segera kehilangan Lumithar!"

"Bukankah itu sesuatu yang berjalan alamiah?" ilmuwan itu memastikan maksud perkataan Liora, sambil matanya mengamati sebentuk pohon tua yang disorot lampu dari senter di kepalanya.

Liora terisak sedih. Mungkin manusia tak pernah memiliki sesuatu yang berharga selain uang. Sehingga mereka tidak takut berpisah dengan anggota keluarganya. Tidak pula ingin memikirkan tentang anak cucu mereka kelak.

"Apakah aku dapat membantu kalian?" pria itu menyadari kekeliruannya. Dia menatap Liora dengan perasaan menyesal.

"Tolong sampaikan pesan dari datuk kami, kepada manusia di seluruh penjuru dunia. Bahwa proses alam untuk memperbaiki dirinya sangatlah lambat. Sementara kami ingin memberikan kesejukan dan buah-buah kami untuk kalian. 

Anak cucu manusia kelak akan kehilangan kesempatan mengenal keindahan hutan, sebab kalian terus membakar dan menebang pohon, menembak satwa hutan, demi sesuatu yang kalian inginkan di masa sekarang. Apa kau mau berjanji?"

Ilmuwan itu tidak berkata apa-apa. Di matanya terlintas gambar-gambar hutan yang hijau, hewan-hewan yang hidup dengan tenang, dan mata air  yang terus mengalir sepanjang waktu. Dia seperti dapat merasakan kemurnian alam serta suara serangga tanah yang bersahutan.

Kemudian gambar-gambar itu berubah menjadi bentuk keserakahan. Di mana-mana terjadi penebangan hutan, dan ribuan ton gelondongan dibawa truk-truk pengangkut. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun