Inilah yang membuatku gelisah akhir-akhir ini. Sebagai anak, aku ingin berbakti dan menyenangkan hati uma abah. Namun di sisi lain, aku ingin kuliah dan membangun kota kelahiranku bersama anak-anak muda lainnya. Untuk apa prestasi yang kami miliki jika harus berhenti di sini. Potensi kami seperti dimatikan pelan-pelan karena  pekerjaan rumah tangga akan menyita sebagian besar waktu.Â
Aku beristigfar, menghembuskan nafas panjang perlahan, lalu memghirup oksigen sebanyaknya. Aku mengulang beberapa kali. Jantungku memompa darah pembawa oksigen dan nutrisi ke otak. Semoga segera  menghilangkan beban dan rasa khawatir di pikiranku.
Terus terang aku takut menghadapi pernikahan yang sebentar lagi dilaksanakan. Aku tidak nyaman sekaligus merasa tidak siap. Pernikahan bukanlah mainan. Setiap orang yang menikah punya konsekuensi yang harus dijalani. Dan lagi aku pasti sedih karena setelahnya akan berpisah dari uma abah.
Kudengar, calon suamiku itu berasal dari kota Banjarbaru, sehari semalam jika ditempuh dengan bus dari sini. Selama persiapan pernikahan, beliau tinggal sementara di rumah petak, sekitar tiga rumah arah kiri rumah abah. Posisinya di belakang rumah Julak Inur, tidak jauh juga dari tempat tinggal Mrs. Ariani.
Mrs. Ariani adalah guru bahasa Inggris semasa aku sekolah dulu. Tiga bulan yang lalu Mrs. Ariani dan suaminya datang menemui uma abah karena ingin menjodohkan aku dengan adik suaminya itu. Anehnya, uma abah setuju dan tidak keberatan kalau aku diboyong ke Banjarbaru setelah resepsi pernikahan.
Aku menyeruput kopi yang ternyata mulai dingin. Tiba-tiba aku teringat nini.Â
Kalau nini masih ada, aku akan bersembunyi dalam pelukannya. Aku akan mengadukan kegelisahanku sampai tuntas.
Semasa kecil dulu, nini sangat sayang dan dekat denganku. Konon keluarga cukup lama menunggu bayi dari pernikahan uma abah. Uma sempat tiga kali keguguran sebelum aku lahir di tengah-tengah mereka. Setelah itu uma abah tak mempunyai anak lagi, walau sebenarnya aku sangat ingin mempunyai adik.
Nini adalah nenek yang sangat penyayang. Beliau juga sangat memanjakanku. Nini sering membuatkan lempeng pisang sebagai kudapan sore. Biasanya nini juga membuat kopi rasa otentiknya di teko loreng yang diletakkan di baki dengan beberapa gelas.Â
Teko ini sudah berumur puluhan tahun. Sudah ada sejak nini masih muda. Terbuat dari bahan seng dan bentuknya sangat artistik. Aku sangat menyukainya.
Sebenarnya nini mempunyai tiga teko yang sama. Saat teko pertama mulai berkarat di bagian tepi bawahnya, nini mulai hati-hati menggunakannya. Ini adalah pertanda teko mulai keropos dan tak lama lagi akan terbentuk lubang kecil. Saat teko bocor seperti itu, nini akan mengeluarkan teko berikutnya untuk digunakan.