Paulina menerima hidupnya. Dia membiarkan waktunya tersita di dapur rumahnya, memasak makanan kegemaran anak-anaknya, dan mengatasi penolakan dari yang lainnya.Â
Anak perempuan Paulina sangat menyukai omlete buatannya, tetapi anak lelakinya sama sekali tak menyukai bau telur di meja makan.
Paulina tidak ingat mengapa keanehan ini bisa terjadi. Dia memutar otak mencari jalan keluar agar suasana dalam rumahnya terus nyaman.Â
Paulina punya ide. Dia membuka semua jendela sebelum mulai mencampur telur dan susu. Dia berharap bau dari dapurnya akan dibawa pergi angin. Dengan begitu anak lelakinya tidak perlu cemberut lagi.Â
Trik lainnya lagi, Paulina akan menambahkan banyak daun bawang untuk menutupi bau amis telur. Tidak lupa potongan sosis, susu, dan bumbu pelengkap dengan takaran yang tepat.Â
Paulina benar-benar mencurahkan cintanya untuk melayani keluarganya. Dia melakukanya sepenuh hati hingga Paulina terlihat lupa menyenangkan dirinya sendiri. Badannya kurus dan rambutnya mirip sarang burung yang dilihatnya di pohon dekat jendela dapur. Wajah Paulina kusam dan sangat kelelahan karena pekerjaan rumah seperti tak pernah ada habisnya.Â
Kini, anak-anak Paulina telah dewasa, bahkan si tampan Toby telah menikah dan sebentar lagi akan memberinya cucu pertama.Â
Paulina seperti bermimpi. Matahari begitu cepat tenggelam di bawah atap rumah tetangganya, digantikan bulan yang muncul di jendela dapurnya.Â
Bets suka minum susu sambil memandangi bulan terang. Wajahnya tampak ceria dan imajinasinya mengalirkan celoteh lucu kepada ibunya. Paulina meletakkan sepasang meja-kursi khusus untuk menyenangkan Bets, sambil terus mendengarkan semua yang dikatakan anak bungsunya.
Sekarang Paulina merindukan masa-masa itu. Saat di mana dia dibutuhkan anak-anaknya, dan menghabiskan waktu bersama mereka.Â