"Ibu, aku ngga mau buah mangga. Mangga sering asam daripada manis. Aku maunya apel!" pinta si kecil Ayra sebelum berangkat sekolah.
Malam harinya, dia berkata lagi, "Ibu, tolong belikan buah naga juga yaa. Teman-temanku suka macam-macam buah!"
Waaaah... senang rasanya melihat si bungsu bersemangat menyambut kegiatan di sekolahnya besok.Â
Pesta buah, atau pihak sekolah biasa menamai fruit party, adalah kegiatan yang terjadwal beberapa kali dalam setahun.Â
Sebagai ibu, saya mendukung program tim pengembang sekolah yang memberi kesempatan pada anak-anak mengenal dan menikmati rasa buah-buahan bersama-sama.
Sebenarnya, anak-anak kami di rumah sangat senang mengonsumsi buah-buahan. Mulai dari buah endemik Kalimantan sampai buah yang sudah populer secara umum. Tetapi tidak semua anak menyukai buah, bukan?
"Rian ini Mbak, kalau buah sukanya ya semangka. Ngga mau kalau dikasih pir atau apel..."Â tutur seorang penjual buah dekat tempat tinggal kami. Rian, anak pertamanya satu sekolah dengan si bungsu.Â
"Oya? Kalau pepaya atau mangga?"
"O, jangan harap Mbak..."Â selorohnya.
Lain lagi dengan Hisyam.Â
Saat sedang duduk menunggu bel pulang berbunyi, ibu Hisyam bercerita. "Kemarin saya kan ke pasar. Trus saya lihat pisang. Saya beli lah karena Hisyam suka pisang. Saya ngga ingat kalau anak-anak mau pesta buah. Ya pisang itu dibawakan."
"Hisyam sukanya pisang apa, Bu?"
"Pisang raja. Dia ngga mau pisang yang lain. Maunya ya cuma pisang raja!"
Saya lalu melirik bundanya Alika.Â
Ayah Alika bekerja pada seorang pemasok buah mangga dari pulau Sulawesi. Saya ingin memastikan apakah sahabat si bungsu itu membawa potongan buah mangga dalam kotak bekalnya.
"Alika bawa pir, sama apel, sama anggur juga. Alika mana senang makan mangga. Anak-anak kan suka yang rasanya manis?"Â papar sang bunda.
Hmm, benar juga.
Sebenarya, adakah alasan khusus mengapa sebagian anak hanya menyukai jenis buah tertentu?
Picky eater
Idealnya, anak-anak maupun orang dewasa mengonsumsi jenis makanan yang beragam untuk memenuhi kebutuhan nutrisi harian.Â
Picky eater merupakan kebiasaan pilih-pilih makanan yang dialami balita tetapi bisa berlanjut sampai usia dewasa. Akibat pola makan ini dapat menyebabkan terjadinya konstipasi atau sembelit, serta kurang gizi.Â
Melansir dari Kesehatan Masyarakat BMC, sebanyak tiga persen penduduk secara global mengalami kematian karena kurangnya asupan buah dan sayur. Berbagai penyakit seperti kanker gastrointestinal, jantung iskemik, kardiovaskular, diabetes, dan obesitas.
Artinya, orang tua perlu memandang serius asupan buah bagi anak-anaknya. Jangan biarkan anak-anak hanya menyenangi satu jenis buah. Ini akan memengaruhi tumbuh kembang anak bahkan dapat menyebabkan gangguan mental.
Nah, bagaimana caranya agar anak-anak terhindar dari kebiasaan pilih-pilih makanan?
- Orang tua menyajikan menu yang bervariasi. Tidak berarti harus mahal, namun pilihlah bahan yang berbeda setiap harinya
- Tidak memaksa anak makan, saat dia baru menghabiskan susu atau camilan lainnya
- Tidak menjadikan makan sebagai hadiah atau hukuman (misalnya makan sesuatu yang tidak disenangi)
- Ciptakan suasana makan yang menyenangkan, misalnya makan bersama teman-teman
- Buat kreasi penyajian, misalnya membuat es buah, sate buah, es kulkul, puding, dan sebagainya
Kekurangan asupan buah menyebabkan gangguan mental
Orang tua memahami bahwa nutrisi pada buah-buahan bermanfaat bagi tumbuh kembang anak serta kesehatan organ dalam tubuh.
Tetapi perlu diketahui pula pola makanan dan pilihan makanan dapat berperan dalam pengobatan dan pencegahan gangguan berbasis otak, khususnya depresi. Selengkapnya di sini.
Selain itu, dari artikel National Library of Medicine (NLM) yang menjadi situs resmi pemerintah Amerika Serikat disebutkan dua belas nutrisi antidepresan untuk pencegahan dan pengobatan gangguan depresi, yaitu: folat, zat besi, asam lemak omega-3 rantai panjang (EPA dan DHA), magnesium, potasium, selenium, tiamin, vitamin A, B6, B12, C , dan seng.
"Di dalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang sehat pula". Nah, prinsip ini sejalan dengan penelitian bahwa kekurangan asupan buah dapat menyebabkan gangguan mental.
Peran orang tua dalam mewujudkan generasi sehat
Anak-anak yang cerdas lahir dari pola asuh yang baik. Kebiasaan mengonsumsi makanan sehat, dapat dilatih dari rumah dan termasuk sekolah.Â
Berikut cara saya mewujudkam generasi sehat:
- Berikan pemahaman secara berkesinambungan kepada anak-anak tentang bahaya makanan instan
- Libatkan anak dalam menyajikan makanannya
- Beri waktu anak-anak mempelajari berbagai rasa dan tekstur buah
- Berikan apresiasi setiap kali anak dapat melakukan hal-hal baik yang diajarkan
"Bagaimana pesta buah tadi di sekolah, Nak?"Â tanya saya ketika si kecil Ayra selesai mengganti seragam sekolahnya.
"Seru. Bu. Buahnya dikumpul sama Ustadzah, ditaruh di piring, lalu kita makan sama-sama. Itu namanya saling berbagi."
"Asyik yaa..."
"Iya Bu. Aku makan buah sampai kenyang. Dan temanku belajar makan buah yang belum pernah dia rasakan,"Â sahut si kecil lagi.
Es buah nan segarÂ
Sabtu kemarin, setelah melaksanakan kegiatan Market Day di sekolah, si kecil minta dibuatkan es buah dari sisa bahan yang tersimpan di lemari es. Berupa jely rasa stroberi, mangga, cokelat, dan ada selasih juga.Â
"Tinggal ditambahkan buah dan susu!" si kecil berseru dengan mata berbinar.
Sat set set maka jadilah es buah segar yang dapat dinikmati sekeluarga.
***
Kota Kayu, 22 Oktober 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H