Apakah kamu suka membaca cerpen?Â
Jika ya, artinya kamu termasuk orang yang bisa menikmati karya sastra berbentuk prosa ini.Â
Sebaliknya, pembaca yang tidak bisa menikmati suatu cerpen, akan meninggalkan begitu saja meski di hadapannya tersaji sebuah cerpen. Lebih lagi, dia tidak akan meluangkan waktu ke toko buku sekadar membeli buku kumpulan cerpen.Â
Kemungkinan, kamu menyukai cerpen karena unsur instrinsik yang berhasil diracik penulisnya sedemikian rupa. Bisa berupa tema yang relate dengan kehidupanmu, alur cerita yang mengalir, gaya bahasa yang memukau, dan sebagainya.
"Aku suka vibes kerajaan dalam cerpen yang ibu tulis...." kata anak sulung kami. Usianya baru lima belas tahun, tapi sering saya libatkan untuk berdiskusi.
Wah, begitu yaa.
"Tahu ngga, kenapa teman-teman Ibu pesan kalau cerpen Ibu jangan ada 'bawang'nya?" katanya lagi. "Karena pembaca itu maunya setelah baca cerita, mereka dapat semacam semangat gitu. Jadi jangan dibuat melow justru...."
Ternyata begitu. Baiklah.Â
Sekarang mari kita membahas amanat atau pesan cerita.Â
Apakah semua pembaca dapat menemukannya 'amanat' setelah selesai membaca cerpen?
Dari pengalaman hampir tiga tahun menulis di Kompasiana, saya menyimpulkan tidak semua pembaca dapat menemukan amanat cerita. Para ahli sastra menyampaikan, amanat adalah pesan moral, harapan, imbauan, ajakan, gagasan, yang ingin disampaikan penulis kepada masyarakat. Nah, amanat biasa disampaikan secara tersurat (tertulis jelas dalam narasi), maupun secara tersirat (tidak tertulis jelas dalam narasi).
Saya sangat tergugah membahas hal ini. Cukup banyak pembaca yang justru menanyakan: bagaimanakah akhir cerita atau nasib tokoh cerita selanjutnya?