Tujuh belas tahun, mengalir dengan cepat. Dan aku selalu saja jatuh cinta padamu tanpa alasan pasti. Hanya menyukai punggungmu yang melengkung saat duduk sendirian, atau menikmati bagaimana kau bermain bersama anak-anak kita.
Aku selalu merasa jatuh cinta kepadamu, meski anak tertua kita sudah menyindirku. "Jangan konyol, Ma," katanya.Â
Aku malah tertawa. Pikiran anak-anak begitu sederhana, ya. Kuharap kelak cinta itu mengantar kita menjadi kakek-nenek.
Sebentar, aku ingin bertanya kepadamu: apakah kau ingat saat dia dalam gendonganmu?Â
Sama seperti ayah-ayah lainnya, kau juga berusaha menunjukkan kepada bayi kita, betapa indahnya dunia yang baru saja ditemuinya.
Dia baru berusia beberapa bulan dan kau membawanya untuk memberitahu bagaimana kabut pagi di pesisir pantai.Â
Mimik bayi kita amat polos dan kedipan matanya begitu lucu. Aku tidak akan melupakan kenangan itu seumur hidupku.Â
Seperti pohon ercis yang disirami hujan dan dihangati sinar matahari, di tahun-tahun berikutnya aku kembali melahirkan anak-anak kita. Jadi jumlah mereka bukan satu, tetapi tiga.Â
Odelia, Hannah, dan Farrah.
Memiliki ketiganya membuat kita benar-benar banyak tersenyum. Aku menghabiskan waktu mudaku untuk terus mengurus anak-anak kita. Dan kau bekerja sepanjang hari untuk mereka. Kita merawat mereka dengan takaran cinta yang luar biasa.
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!