Hari beranjak siang. Cuaca mulai hangat.Â
Jesika merasa lelah dan mengantuk. Dia memilih duduk bersandar di batang pohon yang menaunginya. Perlahan Jesika dininabobokkan angin yang berembus semilir.
*
"Kak, bagaimana ini? Kakak tidak bisa terus-terusan membawanya ke kantor, dan aku juga harus kuliah. Sudah empat pengasuh yang kita datangkan tetapi ujung-ujungnya Jesika ditelantarkan..."
"Kita tunggu Jesika benar-benar sembuh, lalu kita pergi menemui nenek Jesika dari pihak ibunya. Mudah-mudahan mereka mau merawat."
Jesika berusaha membuka matanya. Dia mengenali suara-suara yang didengarnya tadi adalah kedua bibinya. Oleh ayahnya dia dititipkan kepada bibi Em dan bibi Martha sementara ayahnya pergi entah kemana.Â
"Sayang, kau sudah bangun?Â
Tunggu di sini, bibi belikan bubur di depan ya. Sekalian bibi panggilkan suster.
Kalau Jesika mau ke kamar mandi, diantar bibi Em ya..." bibi Martha lalu bergegas meninggalkan ruangan.
Jesika menatap bibi Em yang membantunya bangun. Bibi Em memeluk dan mengusap rambutnya dengan sayang. Tidak ada kalimat yang dia dengar dari bibi Em, tapi Jesika tahu bibinya menangis.
Tiba-tiba gadis itu merasa kehilangan dunia yang baru saja menghiburnya. Dunia mimpi yang membuatnya lupa tentang pengalaman buruk di masa kecilnya.
***
Cerpen ini terinspirasi dari artikel Kompasianer Martha Weda: Bercerailah! Puaskan Dirimu!
Ucapan terima kasih dan saya dedikasikan untuk Kompasianer yang memberi catatan pada cerpen sebelumnya, Pak Joko Kuswanto.
Kota Kayu, 10 Juni 2023
Cerpen Ayra Amirah