***
Hujan di luar belum juga berhenti. Daun-daun terlihat semakin kedinginan dan angin masih mempermainkannya.
Nyonya Almaide beranjak dari tempatnya, lalu duduk di sisi tempat tidur dengan perasaan lesu. Tenaganya seperti terkuras dalam perang batin yang belum selesai.
Matanya menatap foto tuan Pieter yang diletakkan di atas meja. Wajah lelaki dengan sedikit senyum dan mata yang teduh.
Wanita itu sekarang menyadari bahwa suaminya adalah kekuatannya untuk bertahan selama ini.
Tuan Pieter selalu mengusap rambutnya saat mulai mengatakan kesedihan demi kesedihan. Suaminya selalu bisa membuatnya lebih baik.Â
Nyonya Almaide perlahan merebahkan dirinya di atas tempat tidurnya. Dipejamkannya matanya yang masih sembab. Ditariknya napas dalam-dalam saat wewangian itu kembali terlintas. Apakah ini pertanda dari mendiang suaminya?Â
Hujan di luar membuat dia mulai merasa kedinginan.Â
Wewangian itu seolah silih berganti diembuskan angin. Dia merasa tergoda dan dulu dia sulit sekali merasakannya.
Diamatinya bantal putih milik suaminya. Disentuhnya penuh kerinduan dan cinta. Sesuatu yang lama hilang dari wanita itu.
"Kau satu-satunya orang baik di rumah ini," gumamnya. "Itu sebabnya Tuhan cepat memanggilmu kembali...."